Israel Sempat Konsultasi dengan AS Sebelum Serang Gaza

- Israel melakukan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza, menewaskan 404 orang dan melukai lebih dari 600 lainnya.
- Serangan tersebut meruntuhkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang diterapkan pada Januari 2025.
- Kecaman internasional terhadap serangan Israel di Gaza, termasuk dari kelompok Houthi di Yaman, China, Rusia, dan PBB.
Jakarta, IDN Times - Israel disebut sempat memberitahu dan berkonsultasi dengan Amerika Serikat (AS) sebelum mereka melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza pada Selasa (18/3/2025). Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt.
“Israel telah berkonsultasi dengan pemerintahan Trump dan Gedung Putih mengenai serangan mereka di Gaza malam ini. Seperti yang telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua pihak yang berusaha meneror tidak hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat – akan menghadapi konsekuensi yang harus dibayar, kekacauan akan terjadi,” katanya kepada Fox News.
1. Serangan Israel dianggap sebagai pembatalan gencatan senjata secara sepihak
Dilansir dari BBC, militer Israel menyerang Kota Gaza, Rafah dan Khan Younis pada Selasa dini hari, saat banyak warga Palestina sedang menikmati sahur. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa pengeboman tersebut menewaskan sedikitnya 404 orang, termasuk anak-anak dan perempuan, dan melukai lebih dari 600 lainnya. Gelombang serangan itu meruntuhkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang diterapkan pada Januari 2025.
“Ini benar-benar mengerikan. Beberapa ledakan terjadi berturut-turut hanya dalam kurun waktu beberapa menit," kata Dr. Razan Al-Nahhas, seorang dokter sukarelawan di organisasi Humanity Auxilium di Rumah Sakit Al-Ahli, Kota Gaza.
Hamas menyebut serangan Israel itu sebagai pembatalan gencatan senjata secara sepihak. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa ia memerintahkan serangan tersebut karena kurangnya kemajuan dalam perundingan untuk memperpanjang gencatan senjata.
Keputusan Tel Aviv untuk menyerang kembali Gaza juga membuat keluarga sandera Israel yang masih ditahan di Gaza berang. Mereka menuding pemerintah telah menyerah untuk memulangkan para sandera.
“Kami terkejut, marah, dan ketakutan atas pembatalan secara sengaja terhadap proses pemulangan orang-orang tercinta kami dari penawanan mengerikan oleh Hamas,” kata Forum Sandera dan Keluarga Hilang dalam sebuah pernyataan di X
2. Hamas kecam AS karena bersekongkol dengan Israel
Menanggapi kabar bahwa AS telah berdiskusi dengan Israel terkait serangan tersebut, Hamas mengecam Washington dalam pernyataan yang dirilis pada Selasa. Pihaknya menuduh negara adidaya tersebut terlibat aktif dalam perang genosida terhadap rakyat Palestina.
"Pengakuan ini mengungkap kepalsuan klaim (AS) tentang keinginan mereka untuk meredakan situasi. Kami mendesak komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan guna meminta pertanggungjawaban pendudukan dan pihak-pihak yang mendukungnya atas kejahatan terhadap kemanusiaan ini," kata Hamas, dilansir dari Al Jazeera.
Bulan lalu, harian Israel Haaretz melaporkan bahwa Israel telah memberi tahu AS bahwa mereka tidak berkomitmen terhadap gencatan senjata. Netanyahu ingin agar seluruh sandera yang tersisa dibebaskan dalam satu tahap besar sekaligus dengan imbalan tahanan Palestina. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, maka perang Israel di Gaza akan dimulai kembali.
Baru-baru ini, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, memperingatkan Hamas agar segera melepaskan sandera yang masih hidup, atau mereka akan membayar harga yang sangat mahal.
3. Bagaimana dunia tanggapi perkembangan situasi di Gaza?
Serangan mematikan Israel di Gaza menuai kecaman dari internasional. Kelompok Houthi di Yaman berjanji akan meningkatkan dukungan terhadap Palestina, meskipun mereka menjadi target serangan AS baru-baru ini.
“Kami mengutuk dimulainya kembali agresi musuh Zionis terhadap Jalur Gaza. Rakyat Palestina tidak akan dibiarkan sendirian dalam pertempuran ini, dan Yaman akan terus memberikan dukungan dan bantuannya, serta meningkatkan langkah konfrontasi," kata Dewan Politik Tertinggi Houthi dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyampaikan kekhawatiran mereka atas situasi tersebut, dan mendesak semua pihak untuk menghindari tindakan apa pun yang dapat memperburuk keadaan. Rusia juga memperingatkan akan adanya eskalasi lebih lanjut setelah serangan Israel..
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk juga turut mengungkapkan kengeriannya atas gencarnya serangan Israel.
“Ini akan menambah tragedi ke dalam tragedi. Penggunaan kekuatan militer yang lebih besar oleh Israel hanya akan menambah kesengsaraan bagi penduduk Palestina yang sudah menderita dalam kondisi yang sangat buruk," katanya dalam sebuah pernyataan di X.