Janji Trump Ingin Jadikan Suriah Negara Sukses di Timur Tengah

- Ahmed al-Sharaa, mantan komandan al-Qaida, kini memimpin Suriah setelah menggulingkan Bashar Assad.
- AS dan Suriah memulai babak baru hubungan diplomatik dengan pembekuan sanksi selama 180 hari lagi.
- Fokus baru keamanan dan perdamaian regional dengan rencana kerja sama politik antara AS dan Suriah dalam pemberantasan ISIS.
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berjanji akan melakukan segala cara untuk membantu Suriah menjadi negara yang sukses. Hal itu ia sampaikan setelah mengadakan pembicaraan bersejarah dengan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa di Gedung Putih pada Senin (10/11/2025).
Pertemuan tersebut menjadi yang pertama kalinya seorang presiden Suriah datang ke Washington dalam sejarah. Ahmed al-Sharaa sendiri adalah sosok kontroversial, ia mantan komandan al-Qaida yang kini memimpin Suriah setelah berhasil menggulingkan Bashar Assad pada akhir tahun lalu.
Kunjungan ini menandai perubahan besar dalam arah diplomasi Suriah. Di bawah kepemimpinan Sharaa, negara yang dulunya terisolasi kini berusaha membangun citra baru sebagai pemerintahan moderat yang ingin bersatu dan keluar dari bayang-bayang perang.
Dalam konferensi pers, Trump memuji Sharaa sebagai ‘pemimpin yang kuat’ dan mengatakan dirinya percaya pada kemampuan Sharaa untuk membawa perubahan positif di negaranya. “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membuat Suriah sukses,” kata Trump, dikutip dari Korea Herald, Selasa (11/11/2025).
Meski begitu, Trump juga menyinggung masa lalu Sharaa yang kontroversial. “Kita semua punya masa lalu yang sulit,” ujarnya singkat, menyinggung latar belakang Sharaa sebagai mantan militan.
Sementara itu, Departemen Keuangan AS mengumumkan perpanjangan masa penangguhan sanksi Caesar Act terhadap Suriah selama 180 hari. Namun, pencabutan penuh sanksi tersebut hanya bisa dilakukan oleh Kongres AS, bukan oleh presiden semata.
1. Dari komandan al-Qaida jadi pemimpin negara

Ahmed al-Sharaa, 43 tahun, dulunya dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam kelompok al-Qaida di Irak pada awal 2000-an. Ia bahkan pernah menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara AS sebelum kembali ke Suriah untuk bergabung dengan pemberontakan melawan rezim Assad.
Dalam perang panjang yang menewaskan ratusan ribu orang, Sharaa muncul sebagai sosok yang mampu menyatukan berbagai faksi pemberontak di bawah satu komando. Pada Desember tahun lalu, pasukannya melancarkan serangan kilat yang menggulingkan Assad hanya dalam hitungan hari.
Sejak mengambil alih kekuasaan, Sharaa berupaya keras memperbaiki citranya di dunia internasional. Ia mulai menekankan isu rekonsiliasi nasional dan menjauh dari dukungan negara-negara yang dulu menjadi sekutu Assad seperti Iran dan Rusia.
“Saya tidak lagi punya hubungan dengan kelompok militan mana pun. Itu masa lalu,” kata Sharaa dalam wawancara dengan Fox News. Ia juga menegaskan bahwa topik masa lalunya sebagai anggota al-Qaida tidak dibahas dalam pertemuannya dengan Trump.
Kini, Suriah justru mulai dianggap sebagai sekutu geopolitik baru bagi Washington, bukan lagi ancaman. Sharaa terus menggalang dukungan agar Suriah bisa kembali diterima dalam komunitas global setelah lebih dari satu dekade terpuruk.
2. AS dan Suriah bangun babak baru hubungan diplomatik
Pertemuan antara Trump dan Sharaa menandai babak baru hubungan diplomatik AS-Suriah setelah bertahun-tahun bermusuhan. Dalam pertemuan tertutup itu, Sharaa mendorong pencabutan penuh sanksi AS terhadap negaranya untuk membantu proses pemulihan ekonomi pascaperang.
Sebelumnya, Trump dan Sharaa juga pernah bertemu di Arab Saudi enam bulan lalu, di mana Trump pertama kali mengumumkan rencana untuk melonggarkan sanksi ekonomi. Sejak itu, hubungan kedua negara perlahan membaik.
Sementara itu, Departemen Keuangan AS mengeluarkan keputusan baru yang memperpanjang pembekuan sanksi selama 180 hari lagi. Langkah ini menggantikan kebijakan sebelumnya yang tertuang dalam waiver tertanggal 23 Mei.
Keputusan ini dianggap sebagai sinyal dukungan terhadap transisi politik di Suriah, meskipun pencabutan total masih menjadi isu sensitif di Kongres. Beberapa anggota parlemen dari Partai Republik masih menolak pencabutan sanksi, tetapi analis menilai tekanan dari Trump bisa mengubah arah kebijakan tersebut.
Dalam keterangan pers, Sharaa menekankan pentingnya langkah ini. “Kami berharap Amerika dapat segera mencabut sanksi agar Suriah bisa mulai membangun kembali dan membuka diri terhadap investasi global,” ujarnya.
3. Fokus baru ke keamanan dan perdamaian regional
Selain isu ekonomi, pembahasan antara kedua pemimpin juga mencakup kerja sama keamanan dan stabilitas kawasan Timur Tengah. AS disebut tengah menyiapkan kesepakatan keamanan baru antara Suriah dan Israel, yang selama ini masih waspada terhadap masa lalu Sharaa sebagai mantan militan.
Negeri Paman Sam berencana mendirikan pangkalan militer di salah satu bandara di Damaskus untuk memperkuat pengawasan dan dukungan bagi transisi Suriah. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari perubahan kebijakan besar AS terhadap Suriah.
Sharaa juga menandatangani deklarasi kerja sama politik dengan koalisi pimpinan AS yang berfokus pada pemberantasan ISIS. Beberapa jam sebelum pertemuan di Gedung Putih, dua rencana serangan ISIS terhadap dirinya dilaporkan berhasil digagalkan oleh aparat Suriah.
Selama akhir pekan, Kementerian Dalam Negeri Suriah meluncurkan operasi besar-besaran melawan sel-sel ISIS di seluruh negeri. Media pemerintah menyebut lebih dari 70 tersangka berhasil ditangkap.
Trump menutup pertemuan itu dengan pesan kuat. Ia menegaskan bahwa fokus pemerintahannya bukan hanya urusan dalam negeri, tetapi juga menjaga stabilitas dunia. “Saya harus melihat kepresidenan ini dalam konteks global,” kata Trump.
“Kita bisa saja menghadapi dunia yang terbakar dan perang yang datang ke pantai kita dengan sangat mudah,” imbuhnya.
Setelah 14 tahun konflik, Suriah kini berada di persimpangan antara masa lalu yang kelam dan masa depan yang penuh harapan. Bank Dunia memperkirakan biaya rekonstruksi negara itu mencapai lebih dari 200 miliar dolar AS.
Dengan harapan akan dicabutnya Caesar Act, Sharaa ingin menarik investasi global untuk memulihkan infrastruktur yang hancur akibat perang. Beberapa anggota Kongres AS juga sudah mulai mendorong pelonggaran sanksi, mengingat adanya perubahan politik besar di Damaskus.
Namun, jalan menuju stabilitas tidak mudah. Kekerasan sektarian masih kerap terjadi dan telah menewaskan lebih dari 2.500 orang sejak kejatuhan Assad. Situasi ini menjadi ujian besar bagi pemerintahan baru dalam membangun kepercayaan rakyat.
Trump dan Sharaa diyakini akan terus bekerja sama dalam menjaga keamanan regional, terutama di tengah ketegangan di Gaza dan upaya AS menjaga gencatan senjata antara Israel dan Hamas.


















