Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sidang PBB Berakhir Tanpa Pidato Utusan Afghanistan dan Myanmar

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, ketika melakukan pidato saat Sidang Majelis Umum PBB pada hari Rabu, 22 September 2021, lalu. (Instagram.com/antonioguterres)

Jakarta, IDN Times – Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York berakhir pada Senin (27/9/2021) tanpa pidato dari penguasa Afghanistan dan Myanmar, dua negara yang pemerintahannya berganti secara dramatis tahun ini. Pertemuan yang dihelat di tengah pandemik COVID-19 itu dihadiri secara langsung oleh sekitar 100 pemimpin negara.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Afghanistan yang ditunjuk Taliban, Amir Khan Muttaqi, meminta PBB agar dirinya diizinkan menyampaikan pidato dalam forum tersebut. Muttaqi juga merekomendasikan Suhail Shaheen sebagai dubes Afghanistan untuk PBB, menggantikan Ghulam Isaczai yang ditunjuk oleh pemerintahan Ashraf Ghani.

Dikutip dari AFP, seorang diplomat mengatakan bahwa Taliban terlambat mengirim permintaan tersebut, sehingga PBB masih mengakui Isaczai sebagai perwakilan Afghanistan.

Terkait pengajuan Shaheen, dikabarkan bahwa komite kredensial akan mengadakan pertemuan untuk menetukan siapa utusan Afghanistan. Namun, pejabat PBB juga menuturkan bila pertemuan yang beranggotakan Amerika Serikat (AS), Rusia, dan China tidak akan terjadi.

1. Utusan Myanmar yang ditunjuk junta belum diakui PBB

default-image.png
Default Image IDN

Kyaw Moe Tun, utusan Myanmar yang ditunjuk oleh pemerintahan Aung San Suu Kyi, didukung oleh masyarakat internasional dan telah mempertahankan kursinya di PBB sejak kudeta militer 1 Februari 2021.

Pada Mei, junta militer juga menunjuk seorang mantan jenderal untuk menggantikan Kyaw Moe Tun, tetapi PBB belum menyetujui penunjukan tersebut. Kyaw Moe Tun menyampaikan dia berencana teap di posisi low profile di Majelis Umum.

Kyaw Moe Tun adalah korban dari dugaan konspirasi baru-baru ini, yaitu upaya pembunuhan yang digagalkan oleh otoritas AS. Para tersangka mengaku melakukan hal itu karena ingin Kyaw Moe Tun menanggalkan jabatannya.

2. PBB peringatkan situasi di Myanmar

default-image.png
Default Image IDN

Dalam pidatonya pekan lalu, Sekjen PBB Antonio Guterres menyebut Afghanistan, Myanmar, dan Ethiopia sebagai negara-negara yang rakyatnya jauh dari perdamaian dan stabilitas.

“Itu (perdamaian dan stabilitas) menjadi mimpi yang jauh,” ujar dia, dikutip dari Channel News Asia.

Guterres juga menyatakan dukungan tak tergoyahkan bagi masyarakat Asia Tenggara, yang berupaya mengembalikan demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum di Myanmar. Pernyataan itu disampaikan Guterres setelah Komisi HAM PBB mewanti-wanti perang sipil yang akan terjadi di Burma dalam waktu dekat.

“Cengkeraman militer pada kekuasaan menghadapi perlawanan dari sebagian besar masyarakat. Senjata perang terus dikerahkan di kota-kota besar dan kecil untuk menekan oposisi. Tren yang mengganggu ini menunjukkan kekhawatiran dari perang sipil,” ujar Komisi Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet.

3. Pertemuan hybrid melahirkan berbagai kreativitas

emblem PBB (instagram.com/unitednations)

Perdana Menteri Belgia, Alexander De Croo, mengaku sangat senang karena sidang Majelis Umum tahun ini bisa digelar secara hybrid.

"Sungguh menggembirakan melihat Majelis Umum bertemu lagi secara langsung. Bukankah kita semua bercita-cita untuk 'kembali normal'?” ungkap dia.

Presiden Majelis Umum, Abdullah Shahid, juga memiliki pendapat yang sama dengan De Croo. “Jelas bahwa diplomasi sangat diuntungkan dari kreativitas, pertukaran ide, diskusi, dan fleksibilitas yang datang dari pertemuan langsung,” katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us