Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Korut Ancam Eksekusi Mati Warga yang Pakai Kata Oppa

Bendera Korea Utara. (Unsplash.com/Micha Brändli)
Bendera Korea Utara. (Unsplash.com/Micha Brändli)

Jakarta, IDN Times - Korea Utara (Korut) memperkuat aturan untuk mengendalikan apa yang disebut sebagai budaya anti-sosialis. Ini mencakup masuknya pengaruh asing, terutama dari Korea Selatan (Korsel). 

Hal ini disampaikan oleh Kementerian Kehakiman Korsel, setelah baru-baru ini menganalisis UU Pidana Korut yang direvisi. 

"Korut memperluas cakupan hukuman mati ke undang-undang pidana khusus mengenai kejahatan narkoba, ideologi, dan budaya reaksioner," kata kementerian tersebut pada Jumat (30/5/2025), dikutip dari Korea Herald.

1. Sanksi atas pelanggaran, mulai dari penjara hingga hukuman mati

Seoul menjelaskan, revisi ini berawal dari penilaian bahwa budaya Korsel dianggap sebagai ancaman terhadap rezim dan sistem sosialis. Larangan itu termasuk dengan penggunaan istilah populer oppa.

Di Korut, oppa secara tradisional merujuk pada kakak laki-laki dan semakin banyak orang yang berusia 20-an dan 30-an yang mulai menggunakan oppa. Namun, penggunaannya yang populer dalam Korsel dan budaya pop Hallyu (Gelombang Korea) telah menyebabkannya digunakan oleh perempuan untuk menyapa laki-laki yang lebih tua, teman, atau pasangan romantis. 

Orang-orang yang tertangkap mendistribusikan atau bahkan mengonsumsi media Korsel menghadapi hukuman berat. Sanksi mulai dari hukuman penjara yang lama hingga hukuman mati.

Korut juga telah memperluas cakupan hukuman mati untuk merangkum kejahatan yang terkait dengan ideologi dan budaya reaksioner, yang meliputi pengaruh Korsel. Jumlah tindak pidana yang memenuhi syarat hukuman mati dilaporkan telah meningkat dari 11 menjadi 16.

2. Berikut UU Korut yang mendukung tindakan keras tersebut

Potret suasana kehidupan di Korea Utara. (unsplash.com/Thomas Evans)
Potret suasana kehidupan di Korea Utara. (unsplash.com/Thomas Evans)

Korut juga menghapus pasal-pasal yang sebelumnya memuat referensi tentang reunifikasi, guna mencerminkan perubahan sifat hubungan antar-Korea sebagai dua negara yang bermusuhan.

Pyongyang berusaha membasmi budaya asing dan memaksakan penggunaan padanan kata-kata Korut. Pemerintah bahkan menurunkan regu penindakan untuk berpatroli di jalan-jalan, memantau gaya rambut, pakaian, dan ucapan yang anti-sosialis.

Adapun UU yang disahkan dan mendukung tindakan keras tersebut adalah UU Penghapusan Pemikiran dan Budaya Reaksioner pada Desember 2020. UU ini menetapkan hukuman berat, termasuk hukuman mati bagi penyebaran drama dan musik Korsel.

UU Perlindungan Bahasa Budaya Pyongyang pada Januari 2023 juga melarang penggunaan bahasa asing, khususnya penggunaan ekspresi ala Korsel. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat mengakibatkan hukuman kerja paksa setidaknya enam tahun, dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

3. Cerita dari pembelot Korut

Ilustrasi bendera Korea Utara (kiri) dan bendera Korea Selatan (kanan). (pixabay.com/www_slon_pics)
Ilustrasi bendera Korea Utara (kiri) dan bendera Korea Selatan (kanan). (pixabay.com/www_slon_pics)

Pada tahun lalu, Kementerian Unifikasi Korsel melaporkan bahwa Kim Jong Un telah melakukan eksekusi publik terhadap individu yang tertangkap mendistribusikan serial TV, film, atau musik K-pop Korsel. Laporan yang dirilis pada 27 Juni 2024 tersebut adalah laporan publik kedua sejak 2023 yang merinci pelanggaran hak asasi manusia di Korut.

Laporan didasarkan pada kesaksian 649 pembelot Korut yang telah meninggalkan tanah air mereka pada 2023. Ini merupakan pertama kalinya Korsel secara terbuka mengonfirmasi bahwa Kim melakukan eksekusi publik berdasarkan UU tahun 2020.

Seorang pembelot anonim menggambarkan kesaksiannya tentang eksekusi publik terhadap seorang pekerja pertanian berusia 22 tahun di sebuah tambang di Provinsi Hwanghae Selatan pada 2022.

Pekerja tersebut ditangkap karena mendengar 70 lagu dan 3 film dari Korsel. Berdasarkan hasil interogasi, terungkap bahwa pekerja tersebut telah mendistribusikannya kepada tujuh orang lainnya.

"Orang-orang yang pertama kali membawa materi tersebut menerima hukuman paling berat, yaitu eksekusi dengan regu tembak. Hukuman bagi mereka yang mendistribusikannya bervariasi tergantung pada sejauh mana keterlibatan mereka," kata pembelot tersebut, dikutip dari The Straits Times.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us