Krisis Gaza Memburuk, PBB Desak Israel Buka Akses Bantuan

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengecam blokade bantuan oleh Israel yang membuat situasi di Gaza semakin mematikan. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di markas PBB New York pada Selasa (8/4/2025).
Guterres melaporkan telah lebih dari sebulan tidak ada bantuan yang masuk ke Gaza. Makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan komersial tidak bisa masuk akibat blokade Israel sejak 2 Maret 2025.
"Saat bantuan mengering, pintu gerbang kengerian telah dibuka kembali. Gaza adalah area pembunuhan dan warga sipil berada dalam lingkaran kematian tanpa henti," kata Guterres, dikutip dari laman PBB.
PBB menolak proposal baru Israel untuk mengendalikan pengiriman bantuan di Gaza. Organisasi ini menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam kebijakan yang melanggar prinsip kemanusiaan dan netralitas.
1. Israel seharusnya menjaga aliran bantuan ke Gaza
Melansir Al Jazeera, Guterres mengingatkan bahwa Israel sebagai kekuatan pendudukan, memiliki kewajiban jelas berdasarkan hukum internasional. Dia merujuk pada Konvensi Jenewa Keempat yang mengatur kewajiban pihak pendudukan.
Konvensi tersebut mewajibkan Israel memastikan pasokan makanan dan medis bagi penduduk. Israel juga harus memelihara fasilitas kesehatan, rumah sakit, dan kebersihan di wilayah yang diduduki.
Pasal 59 Konvensi Jenewa juga menyatakan bahwa jika penduduk wilayah yang diduduki tidak memiliki pasokan memadai, pihak pendudukan harus menyetujui skema bantuan dan memfasilitasinya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Oren Marmorstein, membantah tuduhan tersebut. Dia mengklaim tidak ada kekurangan bantuan di Gaza dan lebih dari 25 ribu truk bantuan telah masuk selama gencatan senjata sebelumnya, dilansir dari BBC.
2. Warga Gaza terperangkap dalam krisis kemanusiaan
Enam badan PBB dalam pernyataan bersama pada Senin (7/4/2025) mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi di Gaza. Badan-badan tersebut adalah OCHA, UNICEF, WFP, WHO, UNRWA, dan UNOPS.
Pernyataan tersebut membantah klaim bahwa ada cukup makanan untuk warga Palestina di Gaza. Kondisi di lapangan menunjukkan persediaan komoditas sangat rendah dan terus menipis.
Akibat blokade, semua toko roti yang didukung PBB telah tutup. Pasar-pasar tidak memiliki sayuran segar, dan rumah sakit terpaksa membatasi penggunaan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 58 orang tewas dalam 24 jam terakhir. Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 50.810 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel.
Pertempuran kembali memanas pada 18 Maret 2025 setelah tahap pertama gencatan senjata berakhir. Hamas menolak perpanjangan gencatan senjata dan menuduh Israel mengingkari komitmennya.
3. Tekanan internasional untuk Israel

Merespons situasi kritis, lembaga-lembaga PBB menyerukan para pemimpin dunia untuk bertindak tegas. Mereka meminta perlindungan warga sipil, aliran bantuan, pembebasan sandera, dan pembaruan gencatan senjata.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengunjungi kota El Arish di Mesir, titik transit utama bantuan menuju Gaza. Kunjungan ini bertujuan menekan Israel untuk membuka kembali jalur perlintasan bantuan kemanusiaan.
Di Kairo, Macron bersama Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II bertemu membahas upaya mengatasi krisis. Ketiga pemimpin juga menyerukan pemulihan gencatan senjata.
Guterres meminta penyelidikan independen atas pembunuhan pekerja kemanusiaan, termasuk personel PBB di Gaza. Dia juga memperingatkan kondisi di Tepi Barat bisa memburuk seperti Gaza.
"Dunia mungkin kehabisan kata-kata untuk menggambarkan situasi di Gaza, tetapi kami tidak akan pernah lari dari kebenaran. Jalan saat ini adalah jalan buntu yang benar-benar tidak dapat ditoleransi di mata hukum internasional dan sejarah," ujar Guterres, dilansir Anadolu Agency.