Krisis Perbatasan, Belarusia Ancam Hentikan Pasokan Gas ke Uni Eropa

Jakarta, IDN Times - Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, mengancam akan memangkas pasokan gas ke Uni Eropa (UE). Ancaman itu dikeluarkan pada Kamis (11/11/21), sebagai tanggapan atas sanksi ekonomi UE terhadap negaranya.
Dalam beberapa bulan terakhir, negara-negara UE telah mengalami lonjakan harga energi, terutama gas. Solusi yang didapat untuk mengembalikan harga normal adalah impor dari Rusia yang menggunakan pipa melewati Belarusia.
Di sisi lain, UE menuduh Belarusia menggunakan para pengungsi sebagai senjata dan menjatuhkan beberapa sanksi ekonomi terhadap negara itu. Para pengungsi yang sebagian besar dari Timur Tengah, didorong untuk memasuki negara-negara anggota blok UE seperti Polandia, Latvia, Estonia dan Lithuania.
1. Jika menjatuhkan sanksi, Lukashenko ancam putus pasokan gas kepada UE
Saat ini krisis perbatasan terjadi antara Belarusia dan Polandia. Para pengungsi dari Timur Tengah yang ada di Belarusia berharap bisa memasuki negara-negara UE. Mereka kini terdampar di perbatasan dalam suhu luar yang membeku, sebab Polandia memperketat perbatasan dari masuknya migran ilegal.
Krisis perbatasan telah membuat UE mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan untuk Belarusia. Dilansir dari The Guardian, Lukashenko menyampaikan bahwa hanya negaranya yang kini 'menghangatkan' Eropa.
"Dan mereka masih mengancam kami. Bagaimana jika kami memutus (transit) gas alam ke mereka? Jadi saya akan merekomendasikan agar kepemimpinan Polandia, Lituania, dan orang-orang bodoh lainnya untuk berpikir sebelum mereka berbicara," ujar Lukashenko.
Jika ancaman Lukashenko itu nyata, maka negara-negara UE akan mengalami lonjakan harga gas yang tidak masuk akal. Apalagi saat ini Eropa akan memasuki musim dingin. Jika pasokan gas itu tidak dikirim, maka akan jadi krisis energi di beberapa negara UE.
2. Krisis perbatasan dapat memicu risiko bentrokan militer
Keberadaan para pengungsi Timur Tengah di Belarusia, dianggap oleh negara-negara UE sebagai senjata "hibrida." Para pengungsi itu didorong untuk memasuki negara-negara anggota UE dan kini terdampar di perbatasan karena keamanan diperketat.
Negara-negara yang berbatasan dengan Belarusia telah mengeluarkan peringatan. Menurut mereka, krisis perbatasan yang dipicu oleh dorongan Belarusia dapat memicu krisis militer.
Saat ini, Polandia yang berbatasan dengan Belarus telah mengumumkan darurat di perbatasan. Media dan LSM tidak boleh memasuki wilayah tersebut dan pasukan militer aktif untuk mencegah pengungsi memasuki negaranya, dilansir Reuters.
Menanggapi peningkatan militer Polandia di perbatasan, Belarusia akan mengambil langkah serius bersama sekutunya Rusia.
Ukraina yang bukan anggota UE juga telah mewaspadai kemungkinan krisis. Negara itu mengumumkan latihan dan pengerahan 8.500 personel militer tambahan serta petugas polisi di perbatasan Belarusia.
3. UE dianggap 'lambat dan tidak tegas'
Belarusia telah mendapatkan serangkaian sanksi dari UE. Sanksi yang dijatuhkan itu untuk menekan Lukashenko dan pemerintahannya tanpa menimbulkan malapetaka pada kehidupan rakyat Belarusia.
Sementara ini, ada empat putaran saksi yang telah menargetkan 166 orang dan 15 entitas yang terkait dengan rezim Lukashenko.
Dilansir dari Deutsche Welle, Judy Dempsey dari lembaga Carnegie Europe mengatakan, "tanggapan Uni Eropa lambat dan tidak tegas. Lukashenko, kemungkinan dengan dukungan (Presiden Rusia) Vladimir Putin, telah menggunakan masalah migrasi untuk menghukum Brussel karena menjatuhkan sanksi pada rezimnya."
"Baik Moskow atau Minsk tahu bahwa reaksi mendalam Eropa terhadap migrasi adalah salah satu kerentanan terbesarnya," tambah dia.
Pihak UE membela diri dan mengatakan bahwa langkah mereka berhasil. Kini mereka akan memperluas sanksi dengan tuduhan perdagangan manusia. Pihak yang diduga membawa pengungsi dari Timur Tengah ke Belarusia akan dijatuhkan sanksi.