Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kunjungi Gabon, Macron: Prancis Gak Akan Campur Tangan Lagi di Afrika

Emmanuel Macron, Presiden Prancis (Twitter.com/Emmanuel Macron)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan tur ke empat negara di Afrika tengah. Pada Kamis (2/3/2023) ketika di Gabon, dia mengatakan bahwa era campur tangan Prancis di urusan Afrika sudah berakhir.

Macron menandaskan bahwa Prancis sudah tidak memiliki keinginan kembali ke kebijakan masa lalu yang mencampuri kedaulatan Afrika.

Prancis merupakan bekas negara kolonial, yang dulu bayak menjajah beberapa negara Afrika. Kini Macron ingin memposisikan negaranya dalam posisi netral.

1. Mengatur ulang hubungan dengan Afrika

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Gabon Ali Bongo (Twitter.com/Ali Bongo Ondimba)

Tiba di ibu kota Libreville di Gabon, Macron mengawali tur empat negara di Afrika. Rangkaian perjalanan itu dilakukan dengan tujuan mengatur ulang hubungan dengan negara-negara di benua tersebut.

"Prancis adalah lawan bicara yang netral, yang berbicara kepada semua orang, dan yang perannya tidak mengganggu masalah politik dalam negeri," kata Macron dikutip Africa News.

Usai dari Gabon, Macron berencana untuk melakukan perjalanan ke Angola, Kongo dan Republik Demokratik Kongo. Tapi Macron akan menghadiri konferensi tentang melestarikan hutan tropis lebih dulu dengan Presiden Gabon Ali Bongo Ondimba.

2. Prancis gak berniat campur tangan urusan kedaulatan Afrika

Pada 1960-an, gelombang dekolonisasi di Afrika merebak. Banyak dari negara jajahan berjuang memerdekakan diri dari negara Prancis. Tapi setelah itu, Paris dinilai menopang dan mendukung para diktator negara Afrika yang merdeka dan mendapatkan imbalan sumber daya alam. Era ini disebut Francafrique.

"Zaman Francafrique sudah berakhir," kata Macron dikutip RFI.

Presiden Macron dan pendahulunya, terutama Presiden Francois Hollande yang sosialis, menyatakan bahwa kebijakan Francafrique sudah mati. Prancis juga menegaskan tidak lagi berniat campur tangan dalam urusan kedaulatan.

Kunjungan Macron ke Gabon juga mendapatkan kritik. Sebab dia dinilai diam-diam memberikan dukungan untuk Presiden Ali Bongo, yang diperkirakan mencalonkan kembali serta dinasti keluarganya telah memerintah selama lima dekade.

3. Reorganisasi militer Prancis di Afrika

ilustrasi (Twitter.com/Armée française - Opération BARKHANE)

Prancis memilki lebih dari 5 ribu tentara di Afrika, khususnya yang ditugaskan dalam Operasi Barkhane untuk membantu melawan kelompok militan bersenjata di Afrika Barat. Namun, Macron sebelumnya mengatakan bakal melakukan pengurangan nyata kehadiran pasukan Prancis.

Dilansir Al Jazeera, Paris selanjutnya akan lebih fokus pada pelatihan dan perlengkapan pasukan negara-negara sekutunya.

Dalam satu tahun terakhir ini, pasukan Prancis telah ditarik dari bekas koloni di Mali, Burkina Faso dan Republik Afrika Tengah. Seiring dengan penarikan tersebut, negara-negara itu kini lebih condong bersekutu dengan Rusia untuk melawan kelompok militan jaringan ISIS dan al-Qaeda.

Macron menegaskan bahwa Paris melakukan reorganisasi sebagai penyesuaian dengan kebutuhan mitra. Kerja sama selanjutnya adalah memerangi pembajakan laut, penambangan emas ilegal, kejahatan lingkungan, termasuk perdagangan narkoba.

Sementara ini tercatat lebih dari 3 ribu tentara Prancis dikerahkan di Senegal, Pantai Gading, Gabon dan Djibouti. Sebanyak 3 ribu lainnya berada di wilayah Sahel di Afrika Barat, termasuk di Niger dan Chad.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us