Kasus Korupsi, Eks Presiden Argentina Jadi Tahanan Rumah 6 Tahun

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Argentina, Cristina Fernández de Kirchner, divonis hukuman tahanan rumah selama enam tahun dalam kasus korupsi. Pengadilan menjatuhkan putusan ini setelah Mahkamah Agung menguatkan vonis sebelumnya pekan lalu, yang juga melarang Kirchner menduduki jabatan publik seumur hidup.
Kasus ini menandai akhir dari proses hukum panjang terhadap salah satu tokoh politik paling berpengaruh di Argentina.
Dikenal sebagai kasus "Vialidad", perkara ini memicu perdebatan publik antara pendukung Kirchner yang menyebutnya korban kriminalisasi politik, dan pihak lain yang menilai vonis ini sebagai langkah tegas memberantas korupsi.
1. Latar belakang kasus korupsi
Hakim federal mengabulkan permintaan Kirchner pada Selasa (17/6/2025) untuk menjalani hukuman di rumahnya di Constitución, Buenos Aires, dengan alasan usia dan keamanan. Ia yang kini berusia 72 tahun akan diawasi melalui gelang elektronik, sesuai ketentuan hukum Argentina bagi terpidana lanjut usia.
Kirchner terbukti menyalahgunakan wewenang selama menjabat presiden (2007–2015) dengan mengarahkan kontrak proyek jalan di provinsi Santa Cruz kepada Lázaro Báez, rekan dekatnya. Skema ini merugikan negara sekitar 70 juta dolar Amerika Serikat (AS)(Rp1,1 triliun).
“Saya adalah korban penganiayaan politik oleh pihak-pihak yang ingin menghancurkan warisan saya,” tulis Kirchner dalam pernyataan di media sosial.
2. Reaksi publik dan dampak politik
Vonis tersebut memicu protes besar. Ribuan pendukung Kirchner dari gerakan Peronist memenuhi jalanan Buenos Aires sejak Mahkamah Agung menguatkan putusan pada Selasa (10/6/2025). Mereka memblokir jalan dan mengibarkan spanduk bergambar Eva Perón. Beberapa aksi berujung ricuh, termasuk serangan terhadap dua kantor stasiun TV yang dianggap anti-Kirchner.
“Kami akan terus mendukung Cristina. Ini bukan sekadar proses hukum, tetapi serangan terhadap demokrasi,” ujar María González, seorang demonstran, dilansir Al Jazeera.
Namun, menurut pengamat politik Sergio Berensztein, mobilisasi ini tak sekuat masa lalu dan diperkirakan tidak berlangsung lama.
Putusan ini juga memperkuat posisi Presiden Javier Milei, yang dalam kampanyenya berjanji memberantas “Kirchnerisme”.
Dilansir Bloomberg, vonis ini muncul di tengah momentum elektoral Milei yang menguat, menyusul kemenangan partainya dalam pemilu legislatif Buenos Aires pada Mei 2025.
3. Implikasi hukum dan masa depan Kirchner
Meski vonis telah final secara nasional, Kirchner berencana mengajukan gugatan ke pengadilan internasional. Pengacaranya, Carlos Beraldi, menyatakan tim hukum akan membawa kasus ini ke Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika.
“Kami yakin proses ini sarat ketidakadilan. Kami akan mencari keadilan di luar Argentina,” kata Beraldi, dikutip dari NBC News.
Kirchner juga batal mencalonkan diri dalam pemilu legislatif Buenos Aires pada September 2025. Larangan seumur hidup dari jabatan publik telah dicatat Kamar Pemilihan Nasional sebelum batas akhir pendaftaran kandidat pada 19 Juli 2025. Meski demikian, ia diperkirakan tetap berpengaruh dalam politik Argentina.
“Cristina tidak akan pernah benar-benar keluar dari politik. Ia tetap simbol perlawanan bagi banyak orang,” ujar analis politik Lara Goyburu, dilansir The Guardian.