Meski Dihujani Kritik, Jepang Kembali Legalkan Perburuan Paus

Tokyo, IDN Times - Pemerintah Jepang akan melegalkan kembali perburuan paus untuk tujuan komersial. Pernyataan tersebut berarti pemerintah mengambil posisi bertentangan dengan Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional (IWC).
Jepang sendiri merupakan anggota IWC sejak 1951. Keputusan ini membuat pemerintah Jepang mewacanakan akan mundur dari IWC. Di saat bersamaan, langkah yang diambil Jepang menuai kritik dari berbagai kalangan.
1. Jepang berkata menyantap daging paus adalah bagian dari budaya

Dikutip dari BBC, salah satu argumen yang sejak lama dikemukakan oleh pemerintah Jepang adalah bahwa penangkapan dan konsumsi paus merupakan bagian dari budaya mereka. Jepang mengatakan para nelayan sudah menangkap paus sejak berabad-abad lamanya.
Dalam sebuah wawancara, seorang pejabat negara itu juga berpendapat bahwa Jepang takkan membiarkan orang asing memaksa apa yang bisa dan tak bisa dimakan oleh warga di sana. "Masyarakat Jepang tak makan kelinci, tapi kami tak menyuruh orang Inggris agar tak makan kelinci," ucapnya, tanpa peduli pada fakta bahwa beda dengan paus, kelinci bukan binatang langka.
2. Konsumsi daging paus di Jepang sebenarnya sangat rendah

Faktanya sesungguhnya tidak seperti itu. Menurut laporan organisasi non-profit Animal Welfare Institute dan Environmental Investigation Agency, meski Jepang merupakan pasar utama untuk daging paus, tapi konsumsi di negara itu terbatas.
Kedua organisasi itu menemukan per orang hanya memakan satu ons daging paus per tahun. Data lain dari koran Jepang Asahi Shimbun menunjukkan daging paus hanya menyumbangkan 0,1 persen dari total penjualan daging di seluruh negeri.
3. Jepang menuding IWC tak berkomitmen pada tujuannya

Keputusan Jepang untuk meninggalkan IWC pun dikritik oleh para aktivis lingkungan. Sementara itu, Juru Bicara pemerintah Jepang Yoshihide Suga justru melontarkan sanggahan dan menilai IWC yang tak berkomitmen terhadap perburuan paus komersial yang berkelanjutan. IWC sendiri melarang aktivitas tersebut pada 1986.
Yoshihide juga menginformasikan bahwa perburuan paus akan dibatasi di teritorial perairan dan zona ekonomi Jepang saja. Dengan kata lain, para nelayan dilarang untuk beroperasi di kawasan Antartika seperti sebelumnya.
4. Selama ini Jepang masih memburu paus dengan alasan riset ilmiah

Selama menjadi anggota IWC sebenarnya Jepang bukannya tidak pernah memburu paus. Mereka menggunakan alasan riset ilmiah untuk terus melakukan aktivitas tersebut. IWC sendiri mengizinkannya karena dianggap tidak termasuk untuk tujuan komersial. Alasan itu tidak dipercaya oleh para aktivis lingkungan.
Mereka yakin itu hanya untuk menutupi praktik sebenarnya. Artinya, setelah program penelitian selesai, daging paus tetap saja dijual ke pasar. IWC mengungkap sepanjang tiga dekade terakhir Jepang menangkap antara 6.000 hingga 36.000 ekor paus. Alasannya adalah untuk menginvestigasi apakah paus memang langka.
5. Selain Jepang, Islandia dan Norwegia juga tak patuh pada IWC

Dua negara lain yang tetap memburu paus untuk kepentingan komersial adalah Islandia dan Norwegia. Keduanya juga berargumen bahwa memakan daging paus adalah bagian dari budaya mereka dan perburuan semestinya tetap diizinkan asal dilakukan secara berkelanjutan.
Norwegia hanya mematuhi pelarangan perburuan paus hingga 1993. Setelahnya, negara itu terus menjalankan aktivitas tersebut. Bahkan, pada 2018 ini menteri perikanan Norwegia mengumumkan peningkatan kuota sebesar 28 persen.
Sedangkan Islandia keluar dari IWC pada 1992 karena menolak moratorium perburuan paus. 12 tahun kemudian, Islandia memutuskan kembali bergabung dengan IWC, tapi memasukkan klausul yang menegaskan keberatannya tersebut. Pada 2006, Islandia kembali memburu paus untuk kebutuhan komersial. Per 2010 IWC mencatat nelayan-nelayan Islandia membunuh 148 paus langka.