Militer Guinea Setuju Pulihkan Pemerintahan Sipil dalam 2 Tahun

Jakarta, IDN Times - Junta yang berkuasa di Guinea, pada Jumat (21/10/2022), menyetujui permintaan Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) untuk memulihkan pemerintahan sipil dalam dua tahun.
Pemimpin militer yang melakukan kudeta pada September tahun lalu awalnya mengajukan jadwal tiga tahun dalam proses transisi ke pemerintahan sipil, tapi ditolak oleh blok tersebut yang ingin masa transisi berlangsung lebih cepat.
1. Masa transisi Guinea akan dimulai pada 1 Januari 2023

Melansir France 24, meski telah menerima sanksi, hubungan diplomatik antara ECOWAS dan Guinea masih terjalin. Junta juga telah menegaskan kesiapan untuk bekerja sama dengan ECOWAS, yang telah mengirimkan misinya ke Conakry untuk menyusun jadwal dialog.
"Para ahli dari ECOWAS dan Guinea telah bersama-sama mengembangkan kronogram (jadwal) terkonsolidasi untuk transisi yang tersebar selama 24 bulan," kata ECOWAS dalam laporan yang diunggah di media sosial junta.
Pemimpin pemerintahan militer Guinea, Kolonel Mamady Doumbouya, mengatakan bahwa jadwal transisi akan mulai berlaku pada 1 Januari 2023, yang berarti pemilu akan diadakan pada awal 2025.
Jadwal tersebut baru secara resmi dapat digunakan setelah para pemimpin dari ECOWAS menyetujuinya, dengan blok tersebut akan mengadakan pertemuan puncak sebelum akhir tahun.
Setelah menolak masa transisi tiga tahun yang sebelumnya diajukan, blok tersebut telah memberi junta waktu satu bulan untuk menyajikan jadwal yang lebih dapat diterima untuk kembali ke pemerintahan sipil. Ultimatum dari ECOWAS itu akan berakhir akhir pekan ini.
Guinea saat ini ditangguhkan dari keanggotaan ECOWAS dan sejumlah individu telah dijatuhi sanksi.
2. Pemimpin junta tidak akan ikut pemilu

Melansir Associated Press, mengenai pemilu yang akan dilaksanakan oleh Guinea, ECOWAS telah menyatakan kekhawatiran mengenai bentuk pemilihan dan apakah pemimpin kudeta yang menjadi presiden sementara akan diizinkan untuk mencalonkan diri.
Doumbouya, pada awal bulan ini, menegaskan bahwa dia maupun para pemimpin militer lainnya, atau pemerintah transisi, tidak akan mencalonkan diri pada pemilihan umum.
Doumbouya muncul sebagai pemimpin setelah militer menggulingkan mantan Presiden Alpha Conde pada September tahun lalu. Guinea mulai dipimpin Conde sejak 2010, setelah beberapa dekade kediktatoran dan pemerintahan orang kuat di negara itu.
Conde digulingkan setelah memenangkan masa jabatan ketiga, pemimpin Guinea itu mengklaim batasan masa jabatan negara tidak berlaku untuknya.
3. Empat orang tewas dalam protes terbaru menentang junta

Masa transisi yang diumumkan junta datang setelah demonstrasi terbaru pecah di ibu kota Conakry, yang menuntut percepatan pemulihan pemerintahan sipil. Unjuk rasa itu berlangsung ricuh dan menyebabkan empat orang tewas.
Oposisi dari Front Nasional untuk Pertahanan Konstitusi (FNDC) dalam protes ini juga menuntut pembebasan semua orang yang ditahan karena alasan politik.
Tiga orang yang tewas diidentifikasi oleh FNDC sebagai Thierno Bella Diallo, Boubacar Diallo, dan Thierno Moussa Barry. Kekerasan dalam protes juga menyebabkan 20 orang menderita luka tembak dan banyak pengunjuk rasa yang ditangkap.
Jaksa tinggi Guinea mennyampaikan, selama aksi protes terbaru ada enam personel keamanan terluka.
Menteri Kehakiman, Alphonse Charles Wright, menyampaikan bahwa penyebab kematian masih diidentifikasi dengan aotopsi. Dia telah memerintahkan untuk segera dilakukan penuntutan.