Moskow Beri Syarat jika Donald Trump Ingin Pulihkan Hubungan AS-Rusia

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyatakan kesiapan negaranya untuk memperbaiki hubungan dengan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden terpilih Donald Trump. Namun, inisiatif pertama harus datang dari Washington. Pernyataan ini disampaikan
“Jika sinyal dari tim baru di Washington untuk memulihkan dialog yang terputus setelah operasi militer khusus dimulai (istilah Rusia untuk perang di Ukraina) itu serius, tentu kami akan merespons,” ujar Lavrov pada Kamis (26/12/2024), dilansir dari Kyiv Independent.
Langkah ini diambil menjelang pelantikan Trump pada 20 Januari 2025, di mana ia berjanji akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina melalui kesepakatan damai yang cepat.
1. Trump tawarkan pendekatan baru untuk akhiri perang
Lavrov menekankan bahwa AS memiliki tanggung jawab untuk memulihkan dialog yang terhenti akibat konflik Ukraina.
“Amerika-lah yang memutus dialog, jadi mereka yang harus bergerak lebih dahulu,” ujar Lavrov.
Sebagai bagian dari upaya perdamaian, Trump menunjuk Keith Kellogg sebagai utusan khusus perdamaian Ukraina. Kellogg akan mengunjungi Ukraina sebelum pelantikan untuk memulai negosiasi dengan Kyiv dan Moskow.
Dalam wawancara dengan Fox News pada 18 Desember 2024, Kellogg mengungkapkan bahwa kedua pihak sudah siap untuk berdialog. Meski begitu, Lavrov mengingatkan bahwa tanggung jawab perdamaian tidak bisa hanya dibebankan pada Rusia.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan pernyataan yang kontradiktif. Ia menyebut Rusia ingin menyelesaikan perang pada 2025, namun menekankan bahwa keberhasilan di medan perang tetap menjadi prioritas.
2. Rusia tolak gencatan senjata tanpa perjanjian hukum
Dalam pernyataan lebih lanjut, Lavrov menolak gagasan gencatan senjata sementara.
“Gencatan senjata adalah jalan menuju kebuntuan,” ujar Lavrov, dikutip dari RTE.
Rusia menuntut perjanjian damai yang mengikat secara hukum untuk memastikan keamanan Rusia dan negara-negara tetangga.
“Kami membutuhkan perjanjian hukum final yang menetapkan semua syarat untuk memastikan keamanan Rusia dan, tentu saja, kepentingan keamanan yang sah bagi tetangga kami,” tambahnya.
Putin menegaskan bahwa Rusia tidak menutup kemungkinan menggunakan senjata balistik hipersonik jarak menengah jika diperlukan. Namun, ia juga membuka peluang pembicaraan damai, termasuk dengan mempertimbangkan usulan Slovakia sebagai tuan rumah negosiasi.
3. Perpecahan sikap Eropa terhadap Ukraina
Perdana Menteri Slovakia Robert Fico menawarkan negaranya sebagai lokasi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina.
“Jika itu terjadi, kenapa tidak? Slovakia mengambil posisi yang netral,” kata Putin.
Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengkritik sikap Slovakia terhadap Rusia sejak Fico kembali menjabat pada 2023. Dia juga menyatakan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) tetap menjadi prioritas utama.
Konflik yang telah berlangsung sejak 2022 ini telah menewaskan puluhan ribu orang, menyebabkan jutaan pengungsi, dan memicu ketegangan terbesar antara Moskow dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Barat menyebut invasi Rusia sebagai perebutan wilayah bergaya imperialisme. Sementara, Moskow menilai operasinya di Ukraina sebagai tanggapan terhadap ancaman ekspansi NATO ke timur.
“Kami tidak akan membuat konsesi besar, dan Kyiv harus meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO,” kata Putin.