NATO Ingin Tingkatkan Anggaran Militer: 2 Persen PDB Tak Cukup!

Jakarta, IDN Times – Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengingatkan kembali anggotanya untuk meningkatkan anggaran militernya. Menurutnya, anggaran pertahanan sebesar 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap negara tak akan cukup.
"Di dunia yang semakin berbahaya, 2 persen tidak akan cukup untuk menjaga kami tetap aman. Kami perlu berinvestasi lebih banyak lagi," kata Rutte, dilansir Anadolu Agency.
Pernyataan itu disampaikan saat konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, pada Senin (3/2/2025). Rutte mengatakan, dunia semakin berbahaya dan para sekutu harus lebih siap menghadapi ancaman apa pun di semua wilayah, baik saat ini maupun di masa mendatang.
"Kampanye destabilisasi Rusia di negara-negara sekutu sedang meningkat," katanya, seraya mengutip contoh serangan siber terhadap beberapa negara Barat, dilansir dari Anadolu Agency.
Ia menambahkan, tantangan yang NATO hadapi kian rumit. Namun persatuan bersama-sama dalam aliansi NATO membuat tak ada hal yang mustahil.
1. Negara industri perlu meningkatkan produksi pertahanannya
Rutte mengatakan negara-negara industri kini perlu meningkatkan produksi pertahanannya, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, dan Norwegia.
Ia menggambarkan ketakutan seperti perang Ukraina akan membesar di kemudian hari. Karena, kata dia, semua negara oposisi, seperti China, Korea Utara, dan Iran, kini terhubung dengan Rusia.
”Secara kolektif, aliansi tersebut mampu melindungi wilayah kolektif NATO, termasuk AS. Dan AS juga kini terancam dengan rudal jarak jauh yang berasal dari Korea Utara, mungkin di masa mendatang berkat semua teknologi yang dikirimkan Rusia ke Pyongyang,” katanya.
2. Dukungan terhadap Ukraina bakal ditingkatkan

Starmer mengatakan bahwa ia telah berdiskusi dengan Rutte terkait cara menghadapi Rusia di masa mendatang. Ia menyebut bahwa dukungan Inggris terhadap Ukraina bakal lebih ditingkatkan.
"Kami semua bekerja untuk mengakhiri perang ini. Namun, perdamaian hanya akan terwujud melalui kekuatan. Sekutu harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mendukung pertahanan Ukraina," katanya.
Starmer juga mengatakan bahwa Inggris ingin memberikan kemitraan keamanan Inggris-UE yang ambisius untuk mendukung NATO. Pernyataan pasangan itu muncul setelah pertemuan informal para pemimpin Uni Eropa untuk membahas pertahanan Eropa.
3. Ketika Trump membuat bingung Putin

Dalam pernyataannya, Starmer mengatakan bahwa Presiden AS, Donald Trump, telah mengancam akan memberikan sanksi lebih berat kepada Rusia. Ia mengatakan mereka tahu Presiden Valdimir Putin khawatir tentang keadaan ekonomi Rusia saat ini.
Pernyataan Starmer itu berbanding terbalik dengan keinginan Trump untuk berunding mengakhiri konflik dengan Rusia.
Dilansir Kyiv Independent, Trump mengatakan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan Putin pada 31 Januari lalu. Ia mengisyaratkan langkah-langkah untuk mengakhiri konflik Ukraina.
"Kami akan berbicara, dan saya kira kami mungkin akan melakukan sesuatu yang signifikan. Kami ingin mengakhiri perang itu. Perang itu tidak akan terjadi jika saya menjadi presiden," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval.
Trump tidak menjelaskan siapa saja dalam pemerintahannya yang telah melakukan kontak dengan Rusia. Namun, ia mengatakan bahwa diskusi sudah berlangsung. Ketika ditanya apakah ia telah berbicara langsung dengan Putin, ia menolak menjawab.
Ia telah berulang kali mengklaim bahwa perang tidak akan dimulai di bawah kepemimpinannya, meskipun faktanya permusuhan antara Ukraina dan proksi Rusia di Ukraina timur meningkat selama masa kepresidenannya.