Netanyahu Ancam Rebut Gaza Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

- Netanyahu mengancam merebut wilayah Gaza jika Hamas tidak bebaskan sandera.
- Pernyataan Netanyahu mendapat protes dari anggota oposisi di parlemen Israel.
- Ratusan warga Palestina melakukan aksi protes menentang Hamas selama dua hari berturut-turut di Gaza Utara.
Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kembali mengancam akan merebut wilayah di Gaza bila Hamas tidak segera membebaskan sandera. Ancaman tersebut disampaikan pada pidato di parlemen Israel (Knesset) pada Rabu (26/3/2025).
"Semakin Hamas bersikeras menolak membebaskan sandera, semakin kuat tekanan yang akan kami berikan. Termasuk merebut wilayah dan hal-hal lain yang tidak akan saya sebutkan di sini," ujar Netanyahu, dilansir The Guardian.
Ancaman ini muncul setelah Israel melanjutkan operasi militernya di Gaza, mengakhiri gencatan senjata yang berlangsung sejak Januari lalu. Hamas diperkirakan masih menahan 58 sandera Israel dengan 34 diataranya telah tewas.
1. Israel mengalami ketegangan politik
Pernyataan Netanyahu mendapat protes dari anggota oposisi di parlemen. Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menyebut Netanyahu sebagai "perdana menteri 7 Oktober" yang akan dikenang karena kegagalannya mencegah serangan tersebut, dilansir Times of Israel.
Sehari sebelum pernyataan Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz juga memberikan peringatan serupa. Dilansir The Cradle, Katz menyatakan bahwa Hamas akan membayar harga yang semakin tinggi jika terus bersikap keras kepala.
Hamas memperingatkan Israel untuk tidak menggunakan kekuatan militer.
"Setiap kali Israel mencoba menyelamatkan sandera mereka dengan kekerasan, yang mereka dapatkan hanyalah jenazah dalam peti mati," tulis Hamas dalam pernyataannya.
Saat ini, Netanyahu juga harus menghadapi tekanan dari protes dalam negeri. Ribuan warga Israel melakukan unjuk rasa yang menuduh Netanyahu merusak demokrasi dengan memecat Ronen Bar, kepala badan keamanan Shin Bet. Pemecatan ini terjadi saat Shin Bet sedang menyelidiki dugaan suap di kantor perdana menteri terkait dana dari Qatar.
2. Warga Palestina di Gaza Utara gelar aksi protes anti-Hamas
Di tengah memanasnya konflik, fenomena langka terjadi di Gaza Utara. Ratusan warga Palestina melakukan aksi protes menentang Hamas selama dua hari berturut-turut.
Video dan foto di media sosial memperlihatkan ratusan orang, mayoritas pria, berteriak "Hamas keluar" dan "Hamas teroris" di kawasan Beit Lahia. Beberapa demonstran juga membawa spanduk bertuliskan "Hentikan perang" dan "Kami ingin hidup damai".
Seorang peserta protes mengaku bahwa ia tidak tahu pasti siapa penyelenggara protes tersebut. Ia mengaku melihat beberapa anggota pasukan keamanan Hamas berpakaian sipil membubarkan aksi protes.
"Saya ikut berpartisipasi untuk menyampaikan pesan atas nama rakyat: cukup dengan perang ini," ujarnya.
Meski ada protes, para tokoh masyarakat Beit Lahia menyatakan masih mendukung aksi perlawanan terhadap serangan Israel. Mereka memberi dukungan penuh pada perlawanan bersenjata dan menolak pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan tuntutan rakyat.
3. Krisis kemanusiaan Gaza makin parah

Operasi militer baru Israel telah mengakibatkan krisis kemanusiaan serius di Gaza. Menurut laporan PBB, sebanyak 142 ribu orang terpaksa mengungsi hanya dalam waktu tujuh hari sejak operasi dilanjutkan.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyatakan bahwa sekitar 90 persen penduduk Gaza telah mengungsi minimal satu kali sejak awal perang hingga Januari 2025.
PBB juga memperingatkan persediaan bantuan kemanusiaan yang semakin menipis. Israel belum menunjukkan tanda-tanda akan membuka akses masuk bantuan atau meringankan serangan.
Lembaga Save the Children melaporkan lebih dari 270 anak tewas dalam seminggu terakhir. Sementara data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat total korban tewas mencapai lebih dari 50 ribu warga Palestina dengan 113.408 lainnya mengalami luka-luka sejak awal konflik.
Pada Rabu (26/3/2025), setidaknya sembilan warga Palestina tewas akibat dua serangan udara Israel di Gaza tengah. Salah satu serangan menghantam sekelompok warga yang sedang mengantri di lembaga amal penyedia makanan di kamp pengungsi Nuseirat. Serangan ini menewaskan lima orang termasuk seorang ibu dan putrinya.