Ratusan Warga Gaza Menggelar Protes Terhadap Hamas

- Ratusan warga Palestina turun ke jalan protes terhadap Hamas di Gaza Utara.
- Protes menuntut perang dihentikan dan kebutuhan pangan dipenuhi, menyuarakan penolakan terhadap pemerintahan Hamas.
- Kritik meningkat terhadap Hamas, Israel melanjutkan kampanye militernya di Gaza setelah gencatan senjata.
Jakarta, IDN Times - Ratusan warga Palestina turun ke jalan menggelar protes terhadap Hamas di Gaza Utara pada Selasa (25/3/2025). Demonstrasi ini menjadi aksi protes terbesar terhadap kelompok tersebut sejak serangan 7 Oktober 2023.
Para demonstran berkumpul di jalan-jalan Beit Lahia sambil meneriakkan slogan penolakan terhadap Hamas. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan keinginan untuk hidup dalam kedamaian dan menuntut perang segera dihentikan.
"Kami menolak mati demi siapapun, demi agenda partai manapun atau kepentingan negara asing," ujar Mohammed Diab, penduduk Beit Lahia yang rumahnya hancur dalam perang, dilansir dari BBC.
1. Masyarakat Gaza frustasi dengan perang yang berkepanjangan
Beberapa peserta protes mengaku lelah dengan perang dan menuntut Hamas melepaskan kekuasaan demi keselamatan rakyat Gaza. Mereka menyuarakan penolakan terhadap pemerintahan Hamas dan Ikhwanul Muslimin dalam aksi protes tersebut.
Aksi protes serupa juga terjadi di kamp pengungsi Jabalia di bagian barat Kota Gaza. Demonstran di lokasi itu membakar ban dan menyuarakan tuntutan mereka agar perang dihentikan dan kebutuhan pangan dipenuhi. Kondisi ini menggambarkan keputusasaan warga Gaza setelah mengalami konflik selama lebih dari 17 bulan.
Seorang saksi mata mengatakan anggota keamanan Hamas berpakaian sipil terlihat membubarkan protes. Hamas dikenal keras dalam menindak kritik publik sejak menguasai Gaza pada 2007.
"Jika solusinya adalah Hamas melepaskan kekuasaan di Gaza, mengapa Hamas tidak melakukannya untuk melindungi rakyat?" kata Majdi, salah seorang demonstran, dilansir The Guardian.
Protes ini mengingatkan pada gerakan "Bidna N'eesh" (Kami Ingin Hidup) yang muncul saat protes ekonomi Gaza 2019. Aksi protes ekonomi itu juga ditekan oleh Hamas yang menuduh gerakan tersebut diatur oleh kelompok rivalnya, Fatah. Hamas hingga kini belum memberikan komentar resmi terkait demonstrasi terbaru ini.
2. Protes terjadi setelah Israel kembali menyerang Gaza
Israel melanjutkan kampanye militernya di Gaza setelah hampir dua bulan gencatan senjata. Pihak Israel menyalahkan Hamas yang menolak proposal Amerika Serikat (AS) untuk perpanjangan gencatan senjata. Hamas membantah tuduhan itu dan balik menyalahkan Israel karena mengabaikan kesepakatan awal yang dicapai pada Januari lalu.
Ratusan warga Palestina tewas dan ribuan lainnya mengungsi sejak operasi militer Israel kembali dilancarkan melalui serangan udara pada 18 Maret 2025. Protes di Beit Lahia terjadi seminggu setelah Israel melanjutkan pemboman intensif setelah hampir dua bulan situasi relatif tenang.
Korban tewas di Gaza kini mencapai lebih dari 50 ribu orang. Sebagian besar korban adalah warga sipil. Israel memblokir jalur bantuan ke wilayah tersebut sejak 2 Maret 2025 sebagai upaya menekan Hamas agar membebaskan sandera Israel.
Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan tidak ada makanan, air, obat-obatan, atau bahan bakar yang masuk ke Gaza selama tiga minggu.
"Setiap hari tanpa makanan membuat Gaza semakin dekat dengan krisis kelaparan akut," kata UNRWA pada hari Minggu (23/3/2025), dilansir dari CNN.
3. Hamas diminta melepaskan pemerintahan Gaza

Kritik terbuka terhadap Hamas meningkat di Gaza sejak perang dimulai, baik di jalanan maupun media sosial. Meski demikian, masih banyak pendukung setia kelompok tersebut. Mereka membela Hamas dan menuduh para peserta demonstrasi sebagai pengkhianat.
"Maaf, tapi apa sebenarnya yang dipertaruhkan Hamas? Mereka mempertaruhkan darah kami, darah yang dilihat seluruh dunia hanya sebagai angka. Bahkan Hamas menghitung kita sebagai angka. Minggir dan biarkan kami merawat luka kami," tulis Mohammed Al-Najjar dari Gaza di Facebook.
Protes ini terjadi sehari setelah kelompok Jihad Islam meluncurkan roket ke Israel. Tindakan tersebut membuat Israel memerintahkan evakuasi di sebagian besar wilayah Beit Lahia yang kemudian memicu kemarahan publik. Israel juga secara rutin menyerukan warga Gaza untuk melawan Hamas.
"Kami ingin melanjutkan protes sampai pertumpahan darah berhenti dan Hamas meninggalkan panggung politik Palestina," kata Ahmad al-Masri, pekerja konstruksi berusia 35 tahun yang ikut dalam protes tersebut, dilansir New York Times.
Hamas masih memiliki ribuan pejuang bersenjata meskipun Israel terus berupaya menghancurkan kelompok tersebut. Selama gencatan senjata dua bulan yang dimulai Januari, Hamas berusaha memperbaiki kendalinya atas Gaza. Beberapa warga khawatir bila Hamas tetap berkuasa, perang berikutnya hanya tinggal menunggu waktu.
"Tanpa kepergian Hamas, perang berikutnya hanya masalah waktu. Kami sudah cukup dengan perang, kehancuran, dan pembunuhan," ujar Helal Warshagha, aktivis berusia 27 tahun dari Beit Lahia.