PBB Akan Investigasi Dugaan Kejahatan Perang Rusia di Ukraina

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Dewan Hak Asasi Manusia (UNHCR) pada Kamis (12/5/2022) membuat resolusi untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang Rusia di Ukraina. Anggota dewan mendapatkan suara 33 setuju dan 2 menentang atas resolusi yang diajukan.
Dengan mendapatkan suara mayoritas, maka besar kemungkinan PBB akan segera melakukan penyelidikan tentang kemungkinan pasukan Rusia melakukan kejahatan perang sejak menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, mengatakan sejauh ini seribu mayat telah ditemukan di wilayah Kiev. Bahkan menurut misi pemantau UNHCR, pasukan Rusia disebut ada yang memasang penembak jitu di atap rumah dan menembak secara acak ke warga sipil.
1. Resolusi Dewan HAM PBB untuk selidiki dugaan kejahatan perang Rusia

Dugaan kejahatan perang yang dituduhkan Ukraina terhadap pasukan membuat Dewan HAM PBB berupaya untuk melakukan investigasi. Pada Kamis, mereka mengajukan resolusi untuk mendapatkan kesepakatan dari para anggota.
Dikutip dari Al Jazeera, resolusi itu mendapatkan dukungan mayoritas dengan 33 suara dan hanya dua yang menentang, yakni China dan Eritrea. Selain itu, 12 suara lainnya abstain. Dalam kesempatan itu, Indonesia memilih mendukung.
Dengan hasil tersebut, anggota Dewan HAM dapat memerintahkan komisi penyelidikan untuk melakukan investigasi.
Daerah yang akan diselidiki di sekitar ibu kota Kiev dan daerah lain seperti Sumy. Daerah-daerah itu pernah diduduki oleh pasukan Rusia sebelum akhirnya mereka mundur untuk mengalihkan fokus serangan ke Donbass, Ukraina timur.
"Daerah-daerah yang telah berada di bawah pendudukan Rusia pada akhir Februari dan Maret telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia paling mengerikan di benua Eropa dalam beberapa dekade," kata Wakil Menteri Luar Negeri Pertama Ukraina, Emine Dzhaparova.
2. Skala pembunuhan di luar hukum mengejutkan
Michelle Bachelet pernah mengatakan ribuan mayat telah ditemukan di wilayah Kiev setelah pasukan Rusia mundur. Itu kemungkinan merupakan bukti kejahatan perang.
Berbicara melalui tautan video, Bachelet mengatakan, "skala pembunuhan di luar hukum, termasuk indikasi eksekusi singkat di daerah utara Kiev, sangat mengejutkan," kutip RFE/RL.
Misi Pemantau Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina menjelaskan, pada 10 Mei lalu lebih dari 3.380 warga sipil tewas sejak invasi Rusia.
Kepala Misi Matilda Bogner mengatakan, "kami mendengar tentang penembak jitu di atap yang akan menembak secara acak ke warga sipil ketika mereka akan menyeberang jalan, saya menganggap (ini) sebagai bentuk (strategi) mencoba menjaga orang-orang di rumah mereka dan mencegah mereka keluar."
Bogner juga mengaku telah berkunjung ke kota-kota utara Kiev. Timnya mengumpulkan dokumentasi sejumlah kasus kekerasan seksual.
"Di satu kota, seorang perempuan diduga diperkosa dan dibunuh oleh seorang tentara Rusia. Prajurit yang sama kemudian berusaha memperkosa tetangganya. Suami perempuan ini turun tangan, tetapi kemudian ditembak oleh tentara. Dia kemudian meninggal," tambahnya, dilansir dari laman resmi PBB.
3. China menilai dewan HAM dipolitisasi

Dalam kesempatan sebelumnya di PBB, China telah menjaga diri karena hubungan dekatnya dengan Rusia, dengan memilih abstain untuk resolusi yang berkaitan dengan Ukraina. Beijing tidak menentang tapi juga tidak menyetujui.
Tapi kali ini, China menentang resolusi yang diluncurkan oleh Dewan HAM PBB.
"Kami telah mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir politisasi dan konfrontasi di (Dewan) telah meningkat yang telah sangat mempengaruhi kredibilitas, ketidakberpihakan dan solidaritas," kata duta besar Chen Xu dikutip Reuters.
Duta besar Rusia untuk PBB, Gennady Gatilov mengatakan, "alih-alih membahas penyebab sebenarnya yang memicu krisis di negara ini dan mencari cara untuk menyelesaikannya, 'Barat (secara) kolektif' mengorganisir kekalahan politik lain untuk menjelekkan Rusia."
Gatilov tidak hadir dalam pengambilan suara resolusi tersebut sebagai bentuk protes.