Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Desak Trump Kecualikan Negara Miskin dari Tarif Resiprokal

Kantor PBB di Jenewa. (pexels.com/Xabi Oregi)
Kantor PBB di Jenewa. (pexels.com/Xabi Oregi)

Jakarta, IDN Times - Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mendesak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengecualikan negara-negara termiskin dan terkecil di dunia dari tarif resiprokal. Tarif Trump dianggap dapat menghancurkan ekonomi dan memiliki dampak minimal pada defisit perdagangan AS.

UNCTAD mengatakan 28 dari 57 negara yang menjadi sasaran tarif masing-masing berkontribusi kurang dari 0,1 persen terhadap defisit perdagangan AS, tetapi menghadapi tarif hingga 50 persen. Negara-negara tersebut termasuk Laos, yang menghadapi tarif 48 persen, Mauritius 40 persen, dan Myanmar sebesar 45 persen.

Pada Senin (14/4/2025), badan PBB itu mengatakan banyak negara yang menjadi sasaran tarif tinggi tidak mungkin menjadi ancaman bagi ekonomi terbesar di dunia tersebut. Hal itu mengingat ukurannya yang kecil dan tingkat ekspor yang rendah, mengutip The Guardian.

1. Penundaan tarif menjadi kesempatan mempertimbangkan pembebasan tarif

Gedung Putih mengumumkan tarif kepada banyak negara berkembang pada bulan ini. Trump mengklaim negara-negara ekonomi rivalnya telah menjarah, merampok, memperkosa, dan membajak AS dengan praktik perdagangan yang tidak adil. 

Pada minggu lalu, Trump telah menghentikan sementara tarif yang lebih tinggi selama 90 hari, setelah menimbulkan kekacauan di pasar keuangan dunia. Itu berarti pungutan dasar sebesar 10 persen berlaku secara menyeluruh. Namun, posisi formal pemerintah AS tetap bahwa tarif resiprokal akan kembali berlaku, tergantung pada negosiasi.

"Penghentian sementara 90 hari saat ini memberikan kesempatan untuk menilai kembali bagaimana ekonomi kecil dan rentan, termasuk negara-negara yang paling tidak berkembang, diperlakukan," bunyi pernyataan UNCTAD.

"Ini adalah momen kritis untuk mempertimbangkan pembebasan mereka dari tarif yang tidak memberikan keuntungan sedikit pun bagi kebijakan perdagangan AS, tetapi berisiko menyebabkan kerugian ekonomi yang serius," sambungnya.

2. UNCTAD peringatkan kenaikan harga konsumen imbas tarif AS

Presiden AS, Donald Trump, saat mengumumkan rincian tarif resiprokal. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Presiden AS, Donald Trump, saat mengumumkan rincian tarif resiprokal. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Bagian dari logika kebijakan tarif dimaksudkan untuk membawa lapangan pekerjaan manufaktur kembali ke AS. Namun, laporan UNCTAD memperingatkan potensi dampak berantai bagi konsumen Negeri Paman Sam karena beberapa negara sasaran tarif mengekspor produk pertanian yang tidak mungkin dapat ditemukan substitusinya di tempat lain.

UNCTAD menyoroti impor vanili senilai 150 juta dolar AS (setara Rp2,5 triliun) dari Madagaskar, hampir 800 juta dolar AS (setara Rp13,4 triliun) kakao dari Pantai Gading, dan 200 juta dolar AS (setara Rp3,3 triliun) kakao dari Ghana.

Dengan Madagaskar yang akan menghadapi tarif 47 persen, laporan tersebut mengatakan dampak utama bagi AS kemungkinan besar adalah harga yang lebih tinggi bagi konsumen.

3. Tarif impor AS ke negara-negara kecil tak akan berdampak besar

ilustrasi rincian tarif timbal balik Trump (work prepared by an officer or employee of the United States Government, Public domain, via Wikimedia Commons)
ilustrasi rincian tarif timbal balik Trump (work prepared by an officer or employee of the United States Government, Public domain, via Wikimedia Commons)

Analisis UNCTAD mengatakan banyak dari negara-negara ekonomi yang sangat kecil kemungkinan besar tidak akan menghasilkan banyak permintaan untuk ekspor AS. Badan PBB itu juga mengatakan bahwa 36 dari 57 mitra dagang yang terdaftar menjadi sasaran tarif resiprokal, tarif baru akan menghasilkan kurang dari 1 persen dari pendapatan tarif AS saat ini.

Malawi yang menghadapi tarif 18 persen, hanya membeli 27 juta dolar AS (setara Rp454 miliar) dari ekspor AS tahun lalu. Sementara itu, Mozambik yang menghadapi tarif 16 persen, membeli 150 juta dolar AS (setara Rp2,5 triliun), serta Kamboja yang ditetapkan tarif 49 persen, membeli 322 juta dolar AS (setara Rp5,4 triliun).

"Negara-negara ekonomi ini berukuran kecil, secara struktural lemah dengan daya beli yang rendah, mereka menawarkan peluang pasar ekspor yang terbatas bagi AS. Setiap konsesi perdagangan yang mereka berikan tidak akan berarti apa-apa bagi AS, sementara berpotensi mengurangi pengumpulan pendapatan mereka sendiri," kata UNCTAD, dilansir Anadolu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us