Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB: Terjadi Pelanggaran HAM Berat dalam Protes di Bangladesh

Ilustrasi demonstran di Bangladesh. (unsplash.com/Bornil Amin)
Ilustrasi demonstran di Bangladesh. (unsplash.com/Bornil Amin)

Jakarta, IDN Times - Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan bahwa mantan Perdana Menteri (PM) Bangladesh, Sheikh Hasina, dan pemerintahannya berupaya mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan kekerasan sistematis dan mematikan terhadap para pengunjuk rasa. Tindakan ini dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Penyelidik HAM PBB menuduh pemerintah yang terguling tersebut melakukan respons brutal terhadap pengunjuk rasa dan simpatisan anti-pemerintah pada tahun lalu, yang mana menyebabkan 1.400 orang terbunuh dan sebagian besarnya dilakukan oleh pasukan keamanan. Sementara, ribuan lainnya terluka.

"Ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa ratusan pembunuhan di luar hukum, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang yang luas, dan penyiksaan, dilakukan dengan sepengetahuan, koordinasi, dan arahan dari pimpinan politik dan pejabat keamanan senior sebagai bagian dari strategi untuk menekan protes," kata kepala OHCHR, Volker Turk, pada Rabu (12/2/2025)

1. Terlibatnya eks PM Hasina dan pejabat senior lainnya dalam tindakan kekerasan

Laporan OHCHR juga mengungkap bagaimana para mantan elite mengawasi serangkaian operasi berskala besar, di mana pasukan keamanan dan intelijen menembak kemudian membunuh pengunjuk rasa atau menangkap dan menyiksa mereka secara sewenang-wenang.

Laporan itu menemukan pola pasukan keamanan yang secara sengaja dan tidak sah membunuh atau melukai pengunjuk rasa, termasuk insiden di mana orang ditembak dari jarak dekat.

Disebutkan, anak-anak juga menjadi sasaran, yang berdasarkan laporan tersebut menunjukkan sebanyak 12-13 persen dari 1.400 orang yang terbunuh antara 1 Juli hingga 15 Agustus adalah anak-anak.

2. Jumlah kematian akibat kerusuhan jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan

Laporan tersebut diminta oleh pemimpin sementara Bangladesh, Muhammad Yunus, yang mengatakan bahwa ia dan pemerintah sementaranya tetap berkomitmen untuk mengubah Bangladesh menjadi negara tempat seluruh rakyatnya dapat hidup dengan aman dan bermartabat.

Atas permintaan tersebut, Kantor HAM PBB pada September mengirim tim ke Bangladesh, termasuk penyelidik HAM, dokter forensik, dan ahli senjata. Hal ini dilakukan untuk pencarian fakta independen dan tidak memihak terkait peristiwa mematikan tersebut. Temuan mereka sebagian besar didasarkan pada lebih dari 230 wawancara dengan korban, saksi, dan pihak lain. Mereka diberi akses ke berkas kasus medis, foto, video, dan materi lainnya.

Tercatat, jumlah keseluruhan kematian yang diberikan oleh tim PBB jauh lebih tinggi daripada angka 834 yang diperkirakan terakhir oleh pemerintahan Yunus.

Mohammad Ali Arafat, mantan menteri dalam kabinet Hasina yang bertugas bernegosiasi dengan para demonstran saat itu, menolak temuan laporan tersebut. Menurutnya, tidak masuk akal untuk menyarankan bahwa ia telah memerintahkan para pemimpin protes untuk dibunuh.

"Masalahnya, jika mengandalkan kesaksian dari pejabat keamanan yang tidak disebutkan namanya saat ini adalah mereka sama sekali tidak dapat diandalkan," ujarnya kepada BBC.

3. Bangladesh telah meminta India mengekstradisi Hasina

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina (kiri) saat bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi (22/6/2024). (x.com/Narendra Modi)
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina (kiri) saat bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi (22/6/2024). (x.com/Narendra Modi)

Laporan itu juga mengangkat kekhawatiran tentang serangan terhadap mereka yang dianggap pendukung pemerintah sebelumnya, dan terhadap beberapa kelompok agama dan etnis. Kantor HAM PBB mengatakan pihaknya juga akan menyelidiki hal tersebut.

Kerusuhan bermula dari protes yang dipimpin oleh mahasiswa terhadap kuota pekerjaan pegawai negeri dan meningkat menjadi gerakan di seluruh negeri untuk menggulingkan Hasina dan partainya, Liga Awami, setelah tindakan keras polisi yang mematikan. Ribuan orang lainnya terluka dalam kekerasan terburuk yang pernah terjadi di Bangladesh sejak perang kemerdekaannya pada 1971.

Hasina, yang telah menjabat selama 15 tahun, melarikan diri dengan helikopter ke India sesaat sebelum massa menyerbu kediamannya pada Agustus 2024. Hasina sedang diselidiki atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, pembunuhan, serta korupsi dan pencucian uang. Dhaka telah meminta New Delhi untuk mengekstradisinya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us