Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemimpin Agama Perlu Contohkan Solidaritas di Tengah Pandemik COVID-19

Tadarus Al Quran raksasa di Masjid Baiturrahman, Banyuwangi, Jawa Timur, pada 27 April 2020. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

Jakarta, IDN Times - Kontribusi para pemimpin agama selama pandemik COVID-19 tidak kalah besar dari masa normal, begitu kata tiga tokoh lintas agama yang menjadi pembicara dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Kamis malam (30/4).

Justru pada saat seperti ini, tokoh-tokoh agama punya peran krusial tidak hanya untuk menyebarluaskan kesadaran soal berbahayanya virus corona, tapi juga menunjukkan aksi solidaritas kepada orang-orang yang paling rentan terkena dampak. Misalnya, anak-anak, warga usia lanjut, sampai para pekerja yang kehilangan sumber penghasilan mereka.

1. Pemimpin agama dinilai lebih didengarkan oleh kelompok masyarakat tertentu dibandingkan politisi atau pemerintah

Uskup Krikor Kousa memimpin Misa Paskah dari balik pintu tertutup saat Mesir berupaya menekan laju penularan virus corona (COVID-19), di Patriark Katolik Armenia dan Gereja Maria Diangkat ke Surga di Kairo, Mesir, Minggu (12/4/2020). (ANTARA FOTO/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)

Perihal kemampuan menyampaikan pesan soal virus corona, Dr. Mohamed Elsanousi, Direktur Eksekutif Network for Religious and Traditional Peacemakers yang bermarkas di Washington DC, menilai pemimpin agama punya posisi tawar lebih tinggi dibandingkan politisi atau pemerintah.

"Faktanya para pemimpin agama menikmati kredibilitas dan kepercayaan lebih besar di tengah masyarakat akar rumput," kata Elsanousi. "Mereka berkomunikasi setiap hari melalui institusi-institusi yang sudah ada," lanjutnya, merujuk kepada tempat ibadah bagi agama masing-masing.

"Pesan yang disampaikan oleh para tokoh agama didengarkan lebih baik sebab terbebas dari segala motif politik," tambah dia. Elsanousi mencontohkan bahwa pada hari yang sama, organisasinya mengundang seorang pastor dari Nigeria untuk membagikan pengalaman soal penyebarluasan informasi yang akurat mengenai COVID-19.

2. Tokoh agama diharapkan berusaha membantu menghapus misinformasi dan disinformasi soal virus corona

Ilustrasi salah berjemaah di masjid (IDN Times/Saifullah)

Di Nigeria, kata Elsanousi, muncul stereotip di mana tak sedikit masyarakat percaya bahwa virus corona adalah "virus orang kulit putih" sehingga mereka takkan terinfeksi. Kesalahan informasi itu juga turut didorong oleh Boko Haram, sebuah kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam.

Pemimpin Boko Haram Abubakar Shekau mengatakan bahwa umat Islam kebal terhadap COVID-19. "Kami salat lima waktu dalam sehari, kami salat jumat, kami tidur bersama keluarga kami, kami berpelukan, kami berjabat tangan, kami baik-baik saja," kata Shekau, dalam sebuah rekaman suara, seperti dikutip Council on Foreign Relations.

"Kami punya penangkal virus di saat kalian semua terinfeksi virus corona. Kami punya penangkal virus yaitu Allah yang kami sembah," lanjutnya. Tak bisa dipungkiri, ini memunculkan ketakutan bahwa masyarakat akar rumput akan percaya. Di sini pemimpin agama diharapkan turun tangan. "Kami ingin memunculkan kesadaran bahwa virus ini menyerang siapa saja. Ini akan sampai ke Afrika juga," kata Elsanousi.

3. Masyarakat lintas agama bisa memimpin upaya kemanusiaan saat pandemik COVID-19

(Toleransi antarumat beragama di Bali saat perayaan Galungan) IDN Times/Ayu Afria

Selain meluruskan kekeliruan informasi, peran umat beragama lainnya adalah melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Pembicara lain dalam diskusi FPCI, Pastor Kyoichi Sugino mengungkap bahwa pihaknya meluncurkan dana kemanusiaan khusus untuk merespons pandemik COVID-19.

Deputi Sekretaris Jenderal Religions for Peace (RfP) yang berkantor di New York, Amerika Serikat, itu mengatakan organisasinya akan memberikan dana hibah kepada jaringan lintas iman di seluruh dunia yang berhasil membuat program berkaitan dengan penanganan virus corona di masyarakat. Informasi ini bisa diperoleh di situs resmi RfP.

Tujuannya adalah untuk menyebarluaskan pesan-pesan berbasis pedoman saintifik, menyediakan bantuan kepada orang-orang rentan mulai dari anak-anak sampai lansia, memberantas diskriminasi, serta menawarkan dukungan spiritual dan emosional kepada yang membutuhkan.

"Ini merupakan peran unik yang dimiliki para pemimpin agama," kata pastor dari Jepang tersebut. "Pemimpin agama mencari makna dari pandemik ini. Harapan dan solidaritas apa yang bisa kami berikan di masa-masa tak menentu seperti sekarang? Kita harus bersama-sama."

Pesan yang sama ditegaskan oleh Elsanousi. Ketika Ramadan dan umat Islam membayar zakat, ia menilai ini saatnya pemimpin agama berpesan untuk memperluas cakupan penerima rezeki tersebut.

"Bolehkah memberi zakat kepada non-muslim, kepada orang-orang di garis depan yang bekerja di tengah COVID-19? Tentu saja boleh. Ini waktu yang krusial untuk menunjukkan solidaritas," tegasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Rosa Folia
EditorRosa Folia
Follow Us