Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengemudi Tabrak Kerumunan di China Divonis Mati

ilustrasi pengadilan (pexels.com/ Pavel Danilyuk)

Jakarta, IDN Times – Seorang pria di China dijatuhi hukuman mati pada Jumat (27/12/2024), setelah mengendarai mobilnya ke arah kerumunan dan menewaskan 35 orang.

Serangan yang terjadi pada 11 November 2024 di Kota Zhuhai, Provinsi Guangdong, ini disebut sebagai salah satu insiden paling mematikan dalam sejarah modern China. Pelaku, Fan Weiqiu, mengaku bersalah atas perbuatannya di hadapan keluarga korban dan masyarakat umum.

Fan melakukan tindakan tersebut karena frustrasi dengan penyelesaian perceraiannya. Serangan ini memicu kekhawatiran luas tentang keamanan publik di China, di mana kejahatan massal jarang terjadi.

1. Fan Weiqiu divonis hukuman mati

Dilansir dari The Guardian, Pengadilan Kota Zhuhai menyatakan Fan Weiqiu bersalah atas tindakan membahayakan keselamatan publik melalui cara-cara yang berbahaya. Putusan hukuman mati dijatuhkan setelah persidangan yang berlangsung cepat, yaitu pada hari yang sama ketika Fan mengaku bersalah.

Hakim, pada Jumat (27/12/2024), mengatakan bahwa Fan memiliki motif kriminal yang sangat tercela, dengan metode serangan yang dianggap kejam dan dampak yang sangat merugikan masyarakat.

Dalam insiden tersebut, Fan menggunakan kendaraan kecil untuk menabrak orang-orang yang tengah berolahraga di pusat olahraga lokal.

Serangan ini juga melukai 43 orang. Polisi setempat menemukan Fan mencoba bunuh diri dengan pisau di dalam mobilnya, namun ia berhasil diselamatkan dan ditangkap.

2. Serangan yang menggegerkan China

Serangan ini menjadi salah satu serangan paling mematikan di China sejak 2014. Selain karena dampaknya yang besar, kasus ini juga memicu diskusi mengenai faktor-faktor pemicu, termasuk tekanan ekonomi dan ketimpangan sosial.

Menurut pengadilan, Fan didorong oleh rasa frustrasi akibat perceraian dan pembagian harta yang dianggap tidak adil. Kejadian ini pun menjadi salah satu dari beberapa serangan serupa dalam beberapa bulan terakhir di China, di mana pelaku memanfaatkan kendaraan sebagai senjata.

Insiden ini memicu Presiden Xi Jinping untuk memerintahkan pemerintah daerah meningkatkan pengawasan terhadap konflik pribadi yang dapat memicu aksi kekerasan. Langkah ini melibatkan upaya mediasi terkait masalah perceraian hingga perselisihan warisan.

“Presiden telah meminta tindakan konkret untuk mencegah kasus-kasus ekstrem di masa mendatang,” tulis Al Jazeera.

3. Polisi dan otoritas membatasi informasi

Dilansir dari VOA, pihak berwenang China memberlakukan sensor ketat terkait insiden ini, termasuk membatasi laporan media dan menyensor unggahan di media sosial. Informasi terkait jumlah korban tewas baru diumumkan 24 jam setelah serangan terjadi.

Menurut laporan polisi, Fan berusia 62 tahun, ditemukan dalam keadaan tidak sadar akibat luka yang ia buat sendiri. Polisi segera memasang barikade di sekitar lokasi kejadian keesokan harinya, sementara warga sekitar menaruh bunga sebagai bentuk belasungkawa.

China memiliki reputasi sebagai negara dengan tingkat kejahatan kekerasan yang relatif rendah. Namun, serangkaian serangan serupa di akhir 2024, termasuk insiden di Provinsi Hunan, telah meningkatkan kekhawatiran akan keamanan publik.

Fan bukan satu-satunya pelaku serangan yang ditangkap pada tahun ini. Beberapa hari sebelumnya, pengadilan di Kota Changde menjatuhkan hukuman mati dengan penangguhan dua tahun kepada seorang pria yang melukai 30 orang setelah menyerang kerumunan di luar sekolah dasar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us