Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penjaga Perbatasan Arab Saudi Dituduh Bunuh Ratusan Migran Ethiopia

ilustrasi pagar perbatasan (unsplash.com/Jannik)

Jakarta, IDN Times - Penjaga perbatasan Arab Saudi dituduh menggunakan kekerasan tanpa pandang bulu, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan, terhadap para migran di perbatasan. 

Dilansir dari The Guardian, para migran Ethiopia yang mencoba menyeberang ke negara tersebut dari Yaman pada 2019-2024 melaporkan bahwa mereka dihujani tembakan dan melihat mayat-mayat membusuk di daerah perbatasan.

"Saya sendiri melihat tiga orang tewas di sebelah saya. Salah satu kaki saya hancur akibat tembakan Saudi. Di sekitar saya, ada potongan tubuh dari mereka yang terluka dan tewas," kata seorang migran Ethiopia yang mencoba menyeberang ke provinsi Najran, Arab Saudi, pada 2022. 

Seorang migran lainnya mengaku menyaksikan tiga perempuan Ethiopia diperkosa oleh para penjaga perbatasan Saudi, sementara yang lainnya menjadi sasaran pemukulan dan kekerasan seksual.

“Perjalanan ini sangat mengerikan. Sepanjang perjalanan, kami banyak menjumpai mayat-mayat membusuk yang dimakan hewan. Penjaga perbatasan terus menembaki kami saat kami berjalan melewati medan berbahaya," kata seorang pria yang mencoba menyeberang ke Arab Saudi pada Januari 2023.

1. Temuan serupa juga dilaporkan oleh HRW tahun lalu

Pada Agustus 2023, Human Rights Watch (HRW) mengungkap bahwa penjaga perbatasan Arab Saudi telah membunuh ratusan migran dan pencari suaka Ethiopia di perbatasan selatan dengan Yaman dari Maret 2022 hingga Juni 2023.

Pembunuhan dilakukan secara luas dan sistematis dengan menggunakan senjata api serta bahan peledak. HRW menyimpulkan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Salah satu kasus yang didokumentasikan HRW, penjaga perbatasan Arab Saudi menembak seorang pria Ethiopia yang menolak memerkosa dua perempuan setelah kelompok tersebut selamat dari serangan senjata peledak. Setelah itu, mereka memaksa seorang remaja laki-laki untuk melakukan pemerkosaan terhadap kedua perempuan tersebut.

Dalam kasus lainnya, penjaga perbatasan meminta para migran Ethiopia untuk memilih bagian tubuh mana yang ingin ditembak sebelum melepaskan tembakan dari jarak dekat.

“Ada budaya impunitas dan ketidakterjangkauan hukum yang sepenuhnya berlaku di perbatasan. Tidak mungkin mengetahui jumlah pasti pembunuhan yang terjadi. Tidak ada pihak independen yang memiliki akses ke wilayah-wilayah tersebut. Tempat-tempat itu pada dasarnya tertutup bagi siapa pun," kata Nadia Hardman, penulis laporan HRW. 

2. Arab Saudi bantah adanya pembunuhan sistematis dan berskala besar

Kasus ini pertama kali terungkap pada Oktober 2023 melalui surat dari pakar PBB kepada pemerintah Arab Saudi. Dalam surat tersebut, mereka menyoroti dugaan adanya pola pembunuhan lintas batas yang sistematis dan berskala besar, yang dilakukan melalui serangan artileri dan tembakan senjata ringan oleh pasukan keamanan Arab Saudi terhadap para migran.

Saat itu, Riyadh menyatakan bahwa pihaknya menanggapi tuduhan tersebut secara serius, namun menolak keras klaim PBB yang menyebut pembunuhan itu bersifat sistematis atau berskala besar.

“Berdasarkan informasi terbatas yang diberikan, pihak berwenang di Kerajaan tidak menemukan informasi atau bukti yang dapat mengonfirmasi atau mendukung tuduhan tersebut," ujar pemerintah, dikutip dari BBC.

3. Mayoritas migran Ethiopia di Arab Saudi masuk secara ilegal

Arab Saudi menampung sekitar 750 ribu migran Ethiopia, dengan lebih dari setengahnya diyakini masuk secara ilegal. Para migran gelap ini harus menempuh perjalanan berbahaya melintasi gurun pasir dan laut, serta menghadapi berbagai bentuk kekerasan dari penyelundup manusia, kelompok bersenjata, dan pemberontak Yaman sebelum mencapai perbatasan Arab Saudi. Mereka yang berhasil masuk biasanya bekerja dengan upah rendah di sektor konstruksi, pertanian, dan asisten rumah tangga.

Para migran Ethiopia yang menyeberang secara ilegal ke Arab Saudi berasal dari daerah yang dilanda konflik, kemiskinan, dan krisis iklim. Menurut data PBB, jumlah warga Ethiopia yang menempuh perjalanan berbahaya ini meningkat 32 persen pada 2022-2023, yakni mencapai 96.670 orang.

Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda Arab Saudi akan berhenti menggunakan kekuatan mematikan untuk menggagalkan penyeberangan ilegal. Pada Desember 2024, seorang migran Ethiopia mengatakan bahwa penjaga perbatasan Arab Saudi menyerang dirinya dan 10 orang lainnya dengan senapan mesin dan artileri untuk memaksa mereka kembali ke Yaman. Serangan itu menyebabkan satu orang terluka.

"Arab Saudi telah menggelontorkan uangnya untuk mendapatkan posisi dalam diplomasi. Apa pun yang mereka lakukan, dunia seolah terus melanjutkan tanpa konsekuensi. Kecuali jika negara-negara yang berhubungan dengan Arab Saudi mengirimkan pesan tegas bahwa mereka tidak akan mentoleransi pelanggaran ini, maka sayangnya, tindakan tersebut akan terus berlanjut," kata Hardman dari HRW.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us