Perempuan Afghanistan Dilarang Berdoa sambil Bersuara

- Taliban melarang perempuan melantunkan ayat-ayat Al-Quran atau menyuarakan doa di depan perempuan lain.
- Larangan ini dipandang sebagai pembatasan lebih jauh terhadap kebebasan perempuan Afghanistan untuk berbicara di ruang publik.
- Aturan ini dinilai oleh para pegiat hak asasi manusia sebagai bentuk penganiayaan berbasis gender dan mengisolasi Afghanistan dari dunia internasional.
Jakarta, IDN Times - Sejak berkuasa pada 2021, Taliban terus memperketat kontrol terhadap kehidupan perempuan di Afghanistan dengan memberlakukan larangan-larangan baru yang semakin membatasi hak-hak dasar mereka. Aturan terbaru melarang perempuan melantunkan ayat-ayat Al-Quran atau menyuarakan doa di depan perempuan lain, serta menambah daftar panjang pembatasan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan akses ke ruang publik.
1. Mendapat kecaman dari berbagai penjuru dunia

Langkah-langkah ini, dilansir dari AP News, dianggap sebagai upaya sistematis Taliban untuk membentuk ulang tatanan sosial Afghanistan sesuai interpretasi mereka, yang mendapat kecaman dari berbagai kelompok hak asasi manusia di dunia.
Menteri Wakil dan Kebajikan Taliban, Khalid Hanafi, menyatakan bahwa perempuan dewasa tidak diizinkan melantunkan seruan keagamaan seperti takbir atau “subhanallah” di hadapan perempuan lain karena suara perempuan dianggap sebagai "aurat" atau sesuatu yang harus disembunyikan. Bahkan, perempuan dilarang melakukan panggilan adzan atau bernyanyi. Meski pernyataan ini telah disebarluaskan melalui platform media sosial kementerian, unggahan tersebut kemudian dihapus. Namun, pihak Kementerian Wakil dan Kebajikan belum memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai larangan ini secara resmi.
Dilansir dari Amu TV dan The Telegraph, peraturan ini dipandang sebagai pembatasan lebih jauh terhadap kebebasan perempuan Afghanistan untuk berbicara di ruang publik.
2. Sebelumnya, Taliban telah melarang pendidikan untuk perempuan

Larangan tersebut adalah bagian dari serangkaian aturan moralitas yang semakin membatasi peran perempuan. Sebelumnya, Taliban telah melarang pendidikan bagi perempuan di atas kelas enam, membatasi kehadiran mereka di ruang publik, dan mewajibkan pendamping laki-laki untuk perjalanan. Bahkan, media lokal juga dilarang menampilkan gambar makhluk hidup di sejumlah provinsi di Afghanistan, sebuah aturan yang turut menuai banyak kritik, dilansir dari VOA News.
Dampak dari serangkaian aturan ini telah menimbulkan keputusasaan dan mengakibatkan peningkatan angka bunuh diri di kalangan perempuan. Nazifa Haqpal, mantan diplomat Afghanistan, menyebut aturan-aturan ini sebagai bentuk kontrol ekstrem yang absurd. Meski perempuan telah berulang kali menyuarakan penolakan, ruang mereka untuk berbicara semakin dibatasi bahkan dalam lingkungan rumah tangga atau fasilitas kesehatan, seperti yang dikatakan oleh seorang bidan dari Herat bahwa pembatasan juga berlaku dalam interaksi medis.
3. Kemunduran Afghanistan akibat Taliban

Kebijakan yang diterapkan oleh Taliban ini dinilai oleh para pegiat hak asasi manusia sebagai bentuk penganiayaan berbasis gender. Serangkaian aturan tersebut tidak hanya melanggar hak dasar perempuan, tetapi juga mengisolasi Afghanistan dari dunia internasional. Taliban juga menjalankan program “penyadaran nasional” untuk memperkuat pemahaman masyarakat terkait aturan agama yang mereka tetapkan, dilansir dari laporan Stars and Stripes.
Sejak berkuasa pada 2021, Taliban telah mengeluarkan lebih dari 70 dekrit yang mempersempit ruang gerak perempuan, termasuk larangan untuk bersekolah, bekerja di sektor tertentu, bahkan berkumpul dalam bentuk protes. Para ahli mengkhawatirkan bahwa larangan terbaru ini bisa semakin memperketat kendali atas suara perempuan, yang berdampak pada kebebasan mereka secara keseluruhan.