Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Permusuhan Korea Memanas, Rusia Salahkan AS dan Sekutu

bendera Korea Utara (unsplash.com/Micha Brändli)

Jakarta, IDN Times - Seorang pejabat senior Rusia mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya bertanggung jawab atas meningkatnya upaya Korea Utara untuk melindungi kedaulatannya. Hal ini mengacu pada ancaman terbaru pemimpin Korea Utara Kim Jong-un terhadap musuh-musuh negara tersebut, yaitu Korea Selatan dan AS.

“Jika kekuatan musuh berusaha untuk menyentuh martabat bangsa dan rakyat kita meskipun hanya sehelai rambut saja, maka Tentara Rakyat Korea mempunyai keinginan yang tak tergoyahkan untuk melenyapkan benteng mereka tanpa jejak dengan kekuatan yang tidak dapat dibayangkan,” kata Pyongyang pada Minggu (11/2/2024), saat menandai hari berdirinya militer Korea Utara pada Kamis (8/2/2024), dikutip dari Rodong Sinmun.

1. Provokasi yang dilakukan AS merupakan penyebabnya memburuknya situasi di Asia Timur

Ivan Zhelokhovtsev, direktur departemen Asia pertama Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan bahwa ancaman Korea Utara itu merupakan ilustrasi jelas dari peningkatan tajam risiko bentrokan militer secara langsung di Semenanjung Korea.

“Peringatan ini harus dilihat dalam konteks langkah-langkah berbahaya yang diambil oleh AS dan sekutunya (termasuk latihan militer bersama)," kata Zhelokhovtsev dalam wawancara dengan kantor berita milik negara Rusia, RIA Novosti.

Ia menyebut agresi dan provokasi yang dilakukan Washington sebagai akar penyebab memburuknya situasi di Asia Timur. Hal ini lantas membuat Pyongyang terpaksa mengambil tindakan untuk melindungi diri dari serangan eksternal terhadap kedaulatannya.

2. Hubungan Korsel dan Rusia sedang tidak baik

Pejabat senior Kementerian Luar Negeri Rusia itu menambahkan bahwa hubungan antara Seoul dan Moskow kini sedang melalui masa-masa sulit.

“Sebagian besar karena hubungan sekutunya dengan Washington, Seoul terpaksa mendukung kolektif Barat dalam perang hibrida yang dilancarkan melawan Rusia, di mana Ukraina adalah instrumennya,” kata Zhelokhovtsev.

Korea Selatan dan Rusia baru-baru ini terlibat pertikaian verbal mengenai situasi seputar perang di Ukraina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengeluarkan peringatan terhadap Pyongyang, setelah menteri pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik bulan lalu mengatakan bahwa dia secara pribadi yakin akan dukungan penuh untuk Ukraina.

Zhelokhovtsev mengungkapkan bahwa perbaikan hubungan kedua negara bergantung pada pihak Korea Selatan. Dia mengatakan, ketulusan niat Korea Selatan untuk tidak memutuskan hubungan dengan Moskow akan dinilai berdasarkan tindakan tertentu, yang mengacu pada serangkaian pembatasan ekspor baru terhadap Moskow yang diberlakukan Seoul pada Februari, dilansir The Korea Heralds.

3. Ketegangan di Semenanjung Korea berada pada titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir

Korea Utara telah secara aktif memperkuat hubungannya dengan Rusia. Hal ini terlihat dari kunjungan Kim ke Rusia pada September dalam pertemuan puncak dengan Presiden Vladimir Putin.

Keselarasan antara Pyongyang dan Moskow tersebut telah menimbulkan kekhawatiran internasional mengenai dugaan kerja sama senjata. Korea Utara dituding memberikan amunisi ke Rusia untuk membantu serangan invasi di Ukraina, dengan imbalan bantuan ekonomi dan militer. Namun, baik Pyongyang maupun Rusia membantah tuduhan mengenai transfer senjata tersebut.

Ketegangan di Semenanjung Korea telah berada pada titik tertinggi setelah Kim  meningkatkan uji coba senjata dan demonstrasi militernya dalam beberapa bulan terakhir. AS, Korea Selatan, dan Jepang menanggapinya dengan memperkuat latihan militer gabungan mereka, yang disebut Kim sebagai latihan invasi.

Di depan parlemen Pyongyang bulan lalu, Kim menyatakan bahwa Korea Utara membatalkan unifikasi dengan Korea Selatan, dan memerintahkan penulisan ulang konstitusi Korea Utara yang menjadikan Seoul sebagai musuh asing. Dia menuduh Korea Selatan bertindak sebagai antek AS dan mengancam akan menyerang negara tersebut dengan nuklirnya apabila jika diprovokasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us