Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pidato di Doha, Mendagri Soroti Peran Strategis Non-State Actors

Mendagri Tito Karnavian menghadiri Konferensi Global Security Forum 2025 yang ke-7 ini diselenggarakan oleh The Soufan Center and The Qatar International Academy for Security Studies (QIASS) (dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Mendagri Tito Karnavian hadir dan menyampaikan pidato dalam Konferensi Global Security Forum 2025 di Doha, Qatar.
  • Tito menekankan pentingnya kerja sama dengan aktor nonnegara (non-state actors) dalam menghadapi tantangan keamanan transnasional.
  • Indonesia telah menghadapi kelompok ekstremis kekerasan dan konflik bersenjata berkepanjangan, serta berbagai tantangan kejahatan transnasional.

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, menyampaikan pidato dalam forum internasional bertema keamanan global yang diselenggarakan di Doha, Qatar. Acara bertajuk Konferensi Global Security Forum 2025 yang ke-7 ini diselenggarakan oleh The Soufan Center and The Qatar International Academy for Security Studies (QIASS).

Dalam sambutannya, Tito menekankan pentingnya memahami serta menjalin kolaborasi efektif dengan aktor nonnegara (non-state actors) dalam menghadapi tantangan keamanan yang bersifat transnasional. Adapun non-state actors ialah individu, kelompok, atau organisasi yang memiliki pengaruh di dunia internasional.

“Indonesia memandang non-state actors sebagai entitas yang memainkan peran signifikan dalam lanskap keamanan saat ini. Mereka terbagi ke dalam dua kategori: hostile non-state actors yang menjadi ancaman terhadap stabilitas, dan friendly non-state actors yang dapat menjadi mitra strategis dalam menjaga perdamaian dan keamanan,” ujar Tito.

1. Tito bahas pengalaman Indonesia dalam menghadapi kelompok ekstremis

Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Dukcapil 2025 secara hybrid dari Gedung Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri, Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (23/4/2025) (Puspen Kemendagri)

Ia memaparkan pengalaman Indonesia dalam menghadapi kelompok ekstremis kekerasan yang memiliki keterkaitan internasional, seperti Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan Jamaah Ansharut Daulah yang terkait dengan ISIS. 

Selain itu, Indonesia juga telah menghadapi konflik bersenjata berkepanjangan dengan kelompok separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Ia pun menyoroti berbagai tantangan kejahatan transnasional yang melibatkan kolaborasi antara non-state actors domestik dan asing, seperti penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, kejahatan siber, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam. 

"Aktivitas ini tidak hanya mengganggu stabilitas keamanan nasional, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi negara."

3. Friendly non-state actors jadi mitra upaya perdamaian dan kontra radikalisasi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian (dok. Kemendagri)

Di sisi lain, Tito menegaskan, banyak friendly non-state actors yang justru menjadi mitra penting dalam upaya perdamaian dan kontra-radikalisasi.  Ia menyebut keberhasilan proses damai di Aceh sebagai contoh nyata, yang dimediasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) pimpinan Presiden Finlandia saat itu, Martti Ahtisaari, serta tokoh mediator Juha Christensen, yang kemudian bergabung dengan Asian Peace and Reconciliation Center.

Dalam penanganan terorisme, menurutnya, Indonesia juga banyak terbantu oleh kerja sama dengan lembaga kajian seperti International Crisis Group yang dipimpin oleh Sidney Jones, serta Rajaratnam School of International Studies dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Lembaga-lembaga ini telah memberikan analisis berbasis riset yang mendalam terhadap jaringan terorisme, termasuk wawancara dengan tokoh-tokoh kunci di dalamnya.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Mendagri menyampaikan dua rekomendasi utama. Pertama memperkuat kerja sama antarnegara, tidak hanya pada tingkat strategis, tetapi juga operasional antar-aparat keamanan. Selanjutnya yang kedua melibatkan friendly non state actors, seperti LSM, think tank, dan komunitas sipil lainnya dalam strategi pencegahan dan penanggulangan ancaman dari hostile non-state actors.

"Forum ini merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara negara, lembaga kajian, dan organisasi internasional seperti The Soufan Center dapat memperkuat kerja sama lintas batas dalam menghadapi ancaman global,” tegas Mendagri Tito. 

3. Global Security Forum (GSF) 2025 di Doha, Qatar

Mendagri Tito Karnavian menghadiri Konferensi Global Security Forum 2025 yang ke-7 ini diselenggarakan oleh The Soufan Center and The Qatar International Academy for Security Studies (QIASS) (dok. Istimewa)

Tito menyampaikan apresiasi kepada Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdurahman Al Thani, Menteri Dalam Negeri Qatar Khalifa bin Hamad bin Khalifa Al Thani serta kepada Ali Soufan dari The Soufan Center, atas penyelenggaraan forum yang menjadi ajang penting pertukaran pandangan dan penguatan jejaring internasional.

Adapun, Global Security Forum (GSF) 2025 adalah forum keamanan internasional tahunan yang berlangsung di Doha, Qatar, pada 28 sampai 30 April 2025. Forum tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 2018 ini menjadi ajang strategis bagi pemimpin dunia dan pakar keamanan untuk membahas isu-isu global, termasuk terorisme, kejahatan siber, dan mediasi konflik. Tahun ini, GSF menyoroti peran non-state actors yang kian dominan dalam mengancam stabilitas dan kedaulatan negara.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us