Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prancis Larang Jual-Beli Kembang Api Jelang Hari Bastille

Bendera Prancis. (Pexels.com/Atypeek Dgn)

Jakarta, IDN Times - Prancis, pada Minggu (9/7/2023), mengumumkan larangan penjualan, kepemilikan, dan pengangkutan kembang api selama perayaan Hari Bastille pada 14 Juli. Pertunjukan kembang api adalah perayaan tahunan dalam perayaan Hari Bastille, tapi juga sering digunakan selama protes.

Langkah itu dilakukan setelah kerusuhan selama aksi unjuk rasa yang dipicu oleh pembunuhan polisi terhadap Nahel M, remaja keturunan Aljazair dan Maroko berusia 17 tahun. Dalam demonstrasi itu para pengujuk rasa menggunakan kembang api.

1. Larangan tidak berlaku untuk profesional

Larangan itu diterbitkan pemerintah dalam Jurnal Resmi pada Minggu.

“Untuk mencegah risiko gangguan serius terhadap ketertiban umum selama perayaan 14 Juli, penjualan, kepemilikan, pengangkutan, dan penggunaan barang piroteknik dan kembang api dilarang hingga 15 Juli secara inklusif,” kata keputusan pemerintah, dilansir Al Jazeera.

Namun, larangan itu tidak berlaku bagi para profesional atau pemerintah kota yang menyelenggarakan pesta kembang api tradisional untuk perayaan Hari Bastille.

Perdana Menteri Elisabeth Borne, pada Sabtu, mengatakan pemerintah akan mengerahkan cara besar-besaran untuk melindungi Prancis selama hari libur nasional, yang dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran kemungkinan bentrokan lebih lanjut antara pengunjuk rasa dan polisi.

2. Polisi menahan lebih dari 3.700 orang terkait protes

Ilustrasi penangkapan. (Pexels.com/Kindel Media)

Kematian Nahel pada 27 Juni memicu unjuk rasa di Prancis, setelah polisi menembaknya saat menghentikan lalu lintas di dekat ibu kota Paris.

Kematiannya mengobarkan kembali rasa frustrasi yang telah lama terpendam dan tuduhan rasisme sistemik di antara pasukan keamanan Prancis dan memicu kerusuhan terparah sejak 2005.

Untuk mencegah kerusuhan lebih lanjut, pemerintah telah melarang protes di Paris. Tapi larangan itu ditanggapi oleh ribuan orang yang melakukan aksi unjuk rasa pada Sabtu.

Hampir 30 demonstrasi menentang kekerasan polisi terjadi di seluruh Prancis, termasuk di kota pelabuhan selatan Marseille dan Strasbourg di timur.

Kekerasan dan kerusuhan yang terjadi selama protes membuat polisi telah menahan lebih dari 3.700 orang, termasuk setidaknya 1.160 anak di bawah umur.

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan, anak-anak di bawah umur yang ditahan termasuk berusia 12 dan 13 tahun. Darmanin mengatakan bahwa usia rata-rata ribuan orang yang ditahan masih berusia 17 tahun.

3. Prancis akan mengambil tindakan untuk anak-anak yang ikut protes

Terkait anak-anak yang ikut demo, Borne mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mendenda orang tuanya.

“Saat ini, ketika orang dewasa melakukan tindakan seperti ini, kita dapat meminta bantuan melalui denda tetap. Ini cepat dan efisien. Ini tidak mungkin untuk anak di bawah umur. Karena itu kami akan membangun ketentuan yang memungkinkan ini,” kata Borne, dilansir CNN. 

Pada Selasa, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan untuk memberlakukan semacam tarif minimum dari tindakan bodoh pertama terhadap orang tua dari anak di bawah umur.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us