Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prancis Tegaskan Hak Perempuan untuk Aborsi dalam Konstitusi

Bendera Prancis. (Pexels.com/Atypeek Dgn)

Jakarta, IDN Times - Parlemen Prancis menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memasukkan hak perempuan untuk melakukan aborsi ke dalam konstitusi pada Senin (4/3/2024). Hal itu dilakukan untuk mencegah upaya menghapus hak aborsi di masa depan.

Pemungutan suara tersebut menjadikan Prancis satu-satunya negara yang saat ini memiliki hak konstitusional untuk melakukan aborsi. Hal itu sebelumnya pernah dilakukan pada 1974 oleh Yugoslavia dan Amerika Serikat (AS) pada 2022.

1. Didukung hampir semua anggota parlemen

Ilustrasi ruangan sidang parlemen. (Unsplash.com/Aditya Joshi)

Dilansir Associated Press, dalam sidang gabungan parlemen yang di Istana Versailles, RUU tersebut mendapat dukungan luas parlemen dengan 780 anggota mendukung, berbanding 72 menolak. RUU dijanjikan oleh pemerintah Presiden Emmanuel Macron, yang bertujuan membuat hak perempuan untuk melakukan aborsi tidak dapat diubah.

Majelis Nasional menyetujui usulan RUU tersebut pada Januari. Senat menyetujui pada Rabu pekan lalu. Diperlukan tiga perlima mayoritas anggota dalam sesi gabungan agar tindakan tersebut dapat disetujui.

Menjelang pemungutan suara di parlemen, Perdana Menteri Gabriel Attal berpidato di depan 925 anggota parlemen. Dia meminta mereka untuk menjadikan Prancis sebagai pemimpin hak-hak perempuan dan memberikan contoh bagi negara lain.

“Kita memiliki utang moral terhadap perempuan. Kita mempunyai kesempatan untuk mengubah sejarah. Buatlah Simone Veil bangga,” kata Attal, yang disambut tepuk tangan meriah.

Simone Veil adalah seorang legislator terkemuka, mantan menteri kesehatan dan tokoh feminis utama yang memperjuangkan rancangan undang-undang soal dekriminalisasi aborsi.

2. Kekhawatiran hak aborsi dicabut

Ilustrasi wanita yang sedang mengandung. (Unsplash.com/Camylla Battani)

Dilansir France 24, Prancis telah melegalkan aborsi sejak menerapkan undang-undang yang disetujui pada 1974, yang banyak dikritik keras pada saat itu. Hak untuk melakukan aborsi mendapat dukungan luas di kalangan masyarakat Prancis survei menunjukkan dukungan lebih dari 80 persen.

Namun, muncul kekhawatiran hak itu akan dicabut seperti yang dilakukan Mahkamah Agung AS pada 2022 untuk membatalkan keputusan Roe v. Wade yang mengakui hak konstitusional untuk melakukan aborsi. Hal itu mendorong aktivis Prancis melindungi hak tersebut dalam hukum dasarnya.

“Hak (untuk aborsi) telah dicabut di AS. Jadi tidak ada yang memberi wewenang kepada kami untuk berpikir bahwa Prancis dikecualikan dari risiko ini. Ada banyak emosi, sebagai aktivis feminis, juga sebagai perempuan,” kata Laura Slimani, dari kelompok hak asasi manusia Fondation des Femmes.

Pemungutan suara pada Senin tersebut mengabadikan Pasal 34 konstitusi Prancis, bahwa undang-undang menentukan kondisi di mana seorang perempuan mempunyai jaminan kebebasan untuk melakukan aborsi.

3. Hak aborsi dianggap tidak perlu masuk dalam konstitusi

Meski mendapat dukungan yang luas, keputusan memasukkan hak aborsi dalam konstitusi tidak lepas dari kritik. Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen mengatakan, Macron menggunakannya untuk memperoleh dukungan politik karena besarnya dukungan terhadap hak aborsi di negara tersebut.

“Kami akan memilih untuk memasukkannya ke dalam konstitusi karena kami tidak punya masalah dengan hal itu,” kata Le Pen menjelang pemungutan suara, menambahkan bahwa terlalu berlebihan untuk menyebutnya sebagai langkah bersejarah karena tidak ada pihak yang menempatkan hak aborsi dalam risiko di Prancis.

Pascale Moriniere, presiden Asosiasi Keluarga Katolik, menyebut tindakan tersebut sebagai kekalahan bagi para aktivis anti-aborsi.

“Ini (juga) merupakan kekalahan bagi perempuan, dan tentu saja bagi semua anak-anak yang tidak dapat melihat hari ini," katanya.

Moriniere mengatakan bahwa hak aborsi tidak perlu ditambahkan ke dalam konstitusi.

“Kami mengimpor isu yang bukan Prancis, karena AS adalah negara pertama yang menghapus hal tersebut dari undang-undang dengan pencabutan Roe v. Wade. Ada efek kepanikan dari gerakan feminis yang ingin mengukir hal ini di atas marmer konstitusi," tambahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us