Rusia Klaim Punya Kesamaan Kebijakan Luar Negeri dengan AS

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, pada Minggu (2/3/2025), menyampaikan bahwa Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memiliki kebijakan luar negeri yang sepaham dengan negaranya.
Sebelumnya, Rusia menyebut bahwa Trump dan Wakil Presiden AS JD Vance layak memukul Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ketika bertikai di Gedung Putih. Moskow mengklaim bahwa Zelenskyy kembali berbohong di depan Trump.
1. Percaya hubungan AS-Rusia akan membaik
Peskov mengungkapkan bahwa Washington saat ini memiliki pandangan dan posisi yang sama seperti Moskow. Ia pun percaya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan Trump mampu memperbaiki hubungan kedua negara.
"Pemerintahan baru di AS dengan cepat mengubah semua kebijakan luar negeri. Sebagian besar memiliki kesamaan dengan visi kami. Terdapat jalan yang panjang karena sudah ada kerusakan besar pada hubungan bilateral AS-Rusia. Namun, keinginan kuat Putin dan Trump akan mengarah pada perbaikan yang cepat dan sukses," tutur Peskov, dikutip Politico.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengapresiasi Trump dan kebijakannya yang mengutamakan akal sehat dan karakter kemanusiaan dalam politik MAGA (Make America Great Again). Meskipun tidak semua kebijakannya sepahaman dengan Rusia.
Belakangan ini, Trump sudah mengupayakan pengembalian hubungan bilateral dengan Rusia. Washington sudah berdialog dengan Moskow mengenai perang di Ukraina dan menolak kecaman terhadap invasi Rusia ke Ukraina di Majelis Umum PBB.
2. Sebut kunjungan Zelenskyy ke AS adalah kegagalan diplomasi politik
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut bahwa kunjungan Zelenskyy ke AS adalah kegagalan besar. Ia melihat pertikaian Trump dan Zelenskyy sebagai kegagalan diplomasi dari Ukraina.
"Kunjungan kepala rezim neo-Nazi. Volodymyr Zelenskyy ke Washington menunjukkan kegagalan besar diplomasi dan politik rezim Kiev. Dengan sikap buruknya di Washington, Zelenskyy mengonfirmasi bahwa dia adalah ancaman besar terhadap dunia," terangnya, dilansir The Moscow Times.
Ia menambahkan, Zelenskyy terobsesi melanjutkan peperangan dengan Rusia. Sementara itu, Zakharova mengklaim bahwa kebijakan militer Rusia di Ukraina tidak berubah hingga saat ini.
Di sisi lain, Moskow berhasil mengambilalih peperangan selama setahun terakhir dan memanfaatkan militer Ukraina yang kekurangan tentara dan peralatan tempur.
3. Rubio desak Zelenskyy minta maaf atas sikapnya
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mendesak Zelenskyy untuk meminta maaf atas perselisihan dengan Trump dan Vance di Oval Office. Ia pun mempertanyakan keinginan Zelenskyy membawa perdamaian di Ukraina.
"Zelenskyy harus minta maaf karena mengubah semua ini menjadi keburukan bagi dirinya. Tidak ada yang dibutuhkannya untuk berada di sana dan bersikap antagonis. Ketika Anda memulai berbicara agresif, maka dia tidak akan berada dalam perundingan. Dari situ, Anda dapat melihat bahwa Zelenskyy mungkin tidak menginginkan perdamaian. Dia bilang ingin, tapi mungkin juga tidak," ungkapnya, dilansir CNN.
Rubio menambahkan bahwa Zelenskyy akan disambut baik kembali di Gedung Putih ketika dia sudah siap berdamai dan serius untuk membawa perdamaian di Ukraina.
Pernyataan Rubio mengindikasikan adanya kerusakan besar hubungan bilateral AS-Ukraina. Sementara, kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron ke Washington untuk mengupayakan agar AS tidak memprioritaskan kepentingan Putin di atas Zelenskyy.