Rusia Tolak Uang Hasil Sitaan Asetnya di Inggris Dikirim ke Ukraina

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Parlemen Rusia Vyacheslav Volodin, pada Jumat (7/3/2025), mengecam pengiriman bantuan ke Ukraina dari hasil aset sitaan milik Rusia di Inggris. Menurutnya, Inggris harus mengganti semua aset Rusia yang disumbangkan ke Ukraina.
Pekan lalu, Perdana Menteri (PM) Keir Starmer mengaku akan mendukung upaya perdamaian di Ukraina. Namun, ia menyebut bahwa perdamaian tidak boleh menguntungkan negara agresor dan harus berpihak pada Ukraina.
1. Sebut Inggris melanggar hukum internasional
Volodin mengatakan bahwa pengiriman bantuan ke Ukraina dari dana hasil pembekuan aset Rusia di Inggris adalah pelanggaran hukum internasional.
"Mereka tidak akan mengembalikan kepada Rusia apa yang sudah berikan begitu saja, sama seperti bagaimana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutar dan mengembalikan kebijakan ceroboh pemerintah AS sebelumnya soal Ukraina," terangnya, dilansir Tass.
Ia menyebut bahwa aksi ini akan merusak kepercayaan dunia terhadap sistem keuangan Inggris. Tindakan ini sudah melanggar prinsip properti yang tidak dapat diingkari dan menjadi sistem keuangan global.
Volodin menambahkan, Moskow memiliki semua alasan untuk merespons tindakan semacam ini dan merampas properti Inggris yang terletak di dalam teritori Rusia.
2. Ukraina terima bantuan sebesar Rp16,3 triliun dari Inggris
PM Ukraina, Denys Shmyhal, mengungkapkan bahwa negaranya sudah menerima bantuan finansial sebesar 1 miliar dolar AS (Rp16,3 triliun) dari hasil pencairan aset Rusia yang disita oleh Inggris.
"Pendanaan ini akan langsung digunakan untuk membantu kemampuan militer Ukraina. Kami berharap bahwa semua aset Rusia yang disita dapat dikirimkan kepada negara kami di masa yang akan datang," tuturnya, dikutip TVP World.
Shmyhal bersyukur atas keputusan Starmer dan negara-negara anggota G7. Ia menyebut bahwa mekanisme untuk mencairkan aset dan dana milik Rusia untuk membantu Ukraina mempertahankan negaranya.
Selain di Inggris, sejumlah negara anggota Uni Eropa (UE) sudah menyita aset Rusia yang nilainya mencapai 217 miliar dolar AS (Rp3.536 triliun).
3. Inggris lanjutkan bantuan intelijen ke Ukraina
Sehari sebelumnya, Inggris mengaku akan melanjutkan pembagian informasi intelijen ke Ukraina. Pernyataan ini disampaikan setelah AS memutuskan untuk menangguhkan bantuan intelijen kepada Ukraina.
Melansir The Guardian, Inggris akan mengirimkan analisis data mentah kepada Ukraina setelah pembekuan bantuan dari AS. Namun, pengiriman analisa tersebut tidak dapat secara langsung memberikan data yang dimiliki oleh AS.
"Mereka (Inggris) tidak memiliki kapabilitas sejauh AS, tapi tidak dalam skala yang sama dan tidak mampu menggantikannya. Namun, ini dapat membuat Ukraina melanjutkan peringatan awal serangan dan mampu melancarkan serangan ke dalam teritori Rusia," ujar seorang mantan pakar dari Whitehall Insider.
Sebelumnya, Prancis sudah menyatakan akan melanjutkan pembagian informasi intelijen kepada Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia. Paris diketahui memiliki intelijen yang lebih berdaulat dibandingkan Inggris yang terikat dengan AS.