AS Berencana Cabut Status Pengungsi Ukraina di Negaranya

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS), pada Kamis (6/3/2025), mengumumkan rencana pencabutan hak status pengungsi Ukraina di negaranya. Jika diputuskan, kemungkinan akan ada ratusan ribu warga Ukraina yang dideportasi ke negara asalnya.
Hubungan AS-Ukraina semakin merenggang setelah perselisihan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pekan lalu. Alhasil, Washington sudah mengumumkan rencana menghentikan bantuan militer ke Ukraina.
1. Sebut belum ada keputusan soal pencabutan status pengungsi Ukraina

Trump mengatakan, tidak ada putusan apapun terkait pencabutan status perlindungan sementara pengungsi Ukraina di teritori AS.
"Kami belum memutuskan apapun terkait hal tersebut, tapi sudah merencanakan ini dalam waktu dekat. Kami tidak berniat melukai siapapun dan kami tentu tidak ingin melihat mereka terluka, terutama warga Ukraina. Saya hanya melihat bahwa ada orang yang tidak layak dan beberapa yang layak," terangnya, dikutip The Kyiv Independent.
Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menolak kabar rencana pencabutan status pengungsi Ukraina. Ia menyebut bahwa informasi tersebut hoaks karena belum ada keputusan yang dibuat.
Sebanyak 240 ribu warga Ukraina sudah mengungsi ke AS setelah pecahnya perang Rusia-Ukraina. Selain itu, jutaan warga Ukraina mengungsi ke sejumlah negara Eropa untuk menghindari perang di negaranya.
2. Trump optimistis akan mengakhiri perang di Ukraina

Trump mengatakan bahwa dia sudah membuat kemajuan dengan Ukraina dan Rusia dalam beberapa hari terakhir. Ia optimistis mampu mengakhiri perang di Ukraina.
"Saya mengatakan bahwa kami sudah membuat banyak progres dengan Ukraina dan berprogres dengan Rusia dalam beberapa hari terakhir untuk mengakhiri perang. Jika kami dapat mengakhiri perang dengan cepat, maka kami tidak akan membicarakan soal nuklir," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa akan lebih baik jika semua menghindari senjata nuklir dan memusnahkannya. Trump mengklaim sudah banyak berupaya dalam perjanjian agar Rusia tidak lagi mengancam lewat senjata nuklirnya.
Namun, ia mengakui banyak kesulitan dalam mewujudkan perjanjian nuklir dengan Rusia pada periode pertama pemerintahannya. Ia menyebut, banyak yang menganggap itu sebagai kabar bohong dari Rusia.
3. Dubes Ukraina di Inggris sebut Trump rusak tatanan dunia
Duta Besar Ukraina di Inggris, Valerii Zaluzhnyi, mengungkapkan bahwa Trump sudah merusak tatanan dunia. AS dianggap ikut membantu Rusia mengacak-acak tatanan dunia.
"Ini bukan hanya sebuah persekutuan setan dan Rusia berusaha mengubah tatanan dunia. Namun, AS akhirnya ikut menghancurkan tatanan dunia. Sekarang AS berusaha menarik diri dari partisipasinya dalam isu keamanan di Eropa," ungkapnya, dikutip CNN.
Ia pun mempertanyakan persatuan dari negara-negara Barat setelah kepemimpinan Trump di AS. Zaluzhnyi mengecam keputusan Trump untuk berdialog dengan Rusia namun mengesampingkan Ukraina dan Eropa.
Mantan Menteri Pertahanan Ukraina itu mengkhawatirkan masa depan NATO. Ia bahkan menyebut eksistensi NATO dipertanyakan imbas sikap Washington yang terus mendekati Moskow dan membuat sejumlah negara Eropa jadi target empuk Rusia.