Sisa Senjata AS di Afghanistan Dijual ke Kelompok Militan

Jakarta, IDN Times - Sekitar 500 ribu senjata yang disita oleh Taliban di Afghanistan disebut telah hilang, dijual, atau diselundupkan ke kelompok militan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meyakini bahwa beberapa di antaranya telah jatuh ke tangan afiliasi al-Qaeda.
Dilansir dari BBC, seorang mantan pejabat Afghanistan mengungkapkan bahwa Taliban menguasai sekitar 1 juta senjata dan peralatan militer, yang sebagian besar didanai oleh Amerika Serikat (AS), ketika kembali menguasai negara itu pada 2021.
Saat itu, banyak tentara Afghanistan menyerah atau melarikan diri, dan meninggalkan senjata mereka. Beberapa peralatan juga ditinggalkan begitu saja oleh tentara AS.
Laporan Departemen Pertahanan AS pada 2022 menemukan bahwa peralatan militer senilai 7 miliar dolar AS (sekitar Rp108,5 triliun) ditinggalkan di Afghanistan setelah penarikan pasukan AS selesai. Peralatan tersebut mencakup pesawat terbang, amunisi, kendaraan militer, senjata, peralatan komunikasi, dan material lainnya.
1. Diperjualbelikan di pasar gelap
Sejumlah sumber mengungkapkan, berdasarkan pertemuan tertutup Komite Sanksi Dewan Keamanan PBB di Doha akhir tahun lalu, Taliban mengakui bahwa setidaknya setengah juta barang tersebut telah hilang.
Menurut laporan PBB pada Februari 2025, afiliasi al-Qaeda, termasuk Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), Gerakan Islam Uzbekistan, Gerakan Islam Turkestan Timur, dan gerakan Ansarullah Yaman, mengakses senjata yang direbut Taliban atau membelinya di pasar gelap.
Namun, wakil juru bicara pemerintah Taliban, Hamdullah Fitrat, membantah hal tersebut. Ia mengatakan bahwa mereka sangat serius dalam melindungi dan menyimpan senjata tersebut.
“Semua senjata ringan dan berat disimpan dengan aman. Kami menolak keras tuduhan penyelundupan atau kehilangan,” ujarnya kepada BBC.
2. Trump berniat ambil kembali senjata AS di Afghanistan
Presiden AS, Donald Trump, telah berjanji akan mengambil kembali senjatanya dari para pemimpin Islamis Afghanistan.
"Afghanistan adalah salah satu penjual peralatan militer terbesar di dunia, tahu kenapa? Karena mereka menjual peralatan yang kami tinggalkan. Saya ingin menyelidiki hal ini. Jika kami perlu membayar mereka, tidak apa-apa, tapi kami ingin peralatan militer kami kembali." kata Trump dalam rapat kabinet pertamanya sebagai presiden ke-27 pada Januari 2025.
Menanggapi komentar Trump, juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan bahwa senjata yang ditinggalkan AS di Afghanistan, dan yang diberikan kepada rezim sebelumnya telah menjadi milik mereka sebagai bagian dari rampasan perang.
"Rakyat Afghanistan sekarang memiliki senjata-senjata ini dan menggunakannya untuk mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan sistem Islam mereka. Tidak ada kekuatan eksternal yang dapat memaksa kami untuk menyerahkan senjata-senjata ini, kami juga tidak akan menerima tuntutan apa pun agar mereka menyerah," kata Mujahid, dikutip dari VOA News.
3. Kemampuan Taliban untuk mengoperasikan peralatan canggih terbatas
John Sopko, mantan kepala SIGAR, badan AS yang bertugas mengawasi proyek rekonstruksi Afghanistan, menilai bahwa upaya Trump untuk merebut kembali senjata yang tertinggal di Afghanistan tidak ada gunanya. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari nilai peralatan tersebut.
Taliban kerap memamerkan senjata AS dan menggambarkannya sebagai simbol kemenangan dan legitimasi. Meski begitu, kemampuan mereka untuk mengoperasikan dan memelihara mesin-mesin canggih, seperti helikopter Black Hawk, terbatas karena kurangnya personel terlatih dan keahlian teknis. Banyak dari peralatan tersebut hingga kini tidak difungsikan.
Namun, Taliban mampu menggunakan peralatan yang lebih sederhana, seperti Humvee dan senjata ringan, dalam operasi mereka.