Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Perintahkan Tes COVID-19 di AS Tak Perlu Dilakukan Masif

Presiden Donald Trump menunjukkan halaman depan New York Post saat menandatangani perintah eksekutif untuk perusahaan media sosial di Ruang Oval Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat, pada 29 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump diam-diam memerintahkan agar tes COVID-19 terhadap warganya tidak dilakukan semasif dulu. Tujuannya agar statistik kasus positif COVID-19 di Negeri Paman Sam tidak terlihat bertambah dan menjadikan AS sebagai episentrum dunia. 

Hal itu disampaikan oleh Trump ketika menggelar kampanye perdananya di tengah pandemik COVID-19 pada (20/6) lalu di Tulsa, Oklahoma. Harian Inggris, The Guardian, edisi (21/6) lalu melaporkan Trump semula bersemangat untuk hadir di kampanye tersebut karena diprediksi akan dihadiri oleh lebih dari 19 ribu warga AS. Namun, pada kenyataannya kampanye kemarin hanya diikuti sekitar 6.200 orang.

Penyebabnya, pengguna aplikasi TikTok dan fans K-Pop menyabotase kampanye tersebut. Di media sosial, mereka mengaku sengaja mengisi registrasi gratis kampanye tanpa niat sejak awal datang ke BOK Centre. 

Lalu, apa kata Trump soal tes masif COVID-19?

"Ketika Anda ikut tes, maka Anda akan terus menemukan orang-orang (yang terpapar COVID-19). Jadi, saya arahkan orang-orang saya, diperlambat saja tesnya," kata Trump. 

Pernyataan itu jelas membuat para ahli kesehatan geram. Apa komentar mereka mengenai pernyataan mogul properti tersebut?

1. Gedung Putih mengatakan pernyataan Trump ketika berkampanye cuma lelucon

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat menandatangani perintah eksekutif reformasi polisi di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, pada 16 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Usai pernyataan Trump itu menjadi perbincangan secara luas, pejabat di Gedung Putih menepis mogul properti tersebut serius menyampaikan omongan itu. Menurut mereka, Trump hanya bercanda. Publik kemudian mempertanyakan motif di balik pernyataan Trump. 

Berdasarkan data dari Universitas John Hopkins pada (21/6) lalu, lebih dari 119.654 warga AS telah meninggal akibat COVID-19. Dengan data itu, AS menjadi negara di dunia yang paling terdampak dari pandemik tersebut. 

Selain pernyataan tersebut, langkah Trump untuk menggelar kampanye di tengah pandemik juga menuai tanda tanya dari publik. Pakar kesehatan menilai sulit mempraktikan jaga jarak dalam kegiatan kampanye itu. Selain itu, selama berkampanye, Trump sama sekali tidak mengenakan masker. Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan panduan agar publik wajib mengenakan masker di ruang terbuka. 

Menurut analisa jurnalis CNN, Stephen Collinson, cara Trump yang buruk dalam memberikan contoh justru akan mendorong adanya perpecahan di kalangan warga AS sendiri. Hal ini juga mencerminkan fokus Trump bukan untuk mengatasi pandemik, namun kepentingan politis jelang pemilu pada November 2020. 

2. Trump juga dikritik karena menyebut COVID-19 sebagai 'kung-flu'

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara kepada wartawan di Gedung Putih sebelum ia berangkat menuju Michigan saat pandemik COVID-19 di Washington, Amerika Serikat, pada 21 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Selain memerintahkan agar memperlambat tes masif COVID-19, Trump juga dikritik karena telah membuat pernyataan rasis dengan menyebut virus Sars-CoV-2 itu sebagai "kung-flu." Trump jelas kembali menyalahkan Tiongkok sebagai penyebab pandemik COVID-19. Sebelumnya Trump pernah menyebut virus mematikan itu sebagai virus Wuhan. 

"Saya bisa menamakan (virus ini) sebagai kungflu. Bahkan, saya bisa memberikan 19 nama lainnya. Banyak yang menyatakan itu sebuah virus dan memang begitu. Banyak yang menyebutnya sebuah flu. Apa perbedaannya. Saya kira kita memiliki 19 atau 20 nama dengan versi lainnya," kata Trump seperti dikutip dari laman India Times pada (21/6) lalu. 

3. Dalam menangani pandemik COVID-19, Trump selalu menyalahkan semua orang kecuali dirinya sendiri

Presiden Amerika Serikat Donald Trump melihat karyawan di jalur perakitan membuat masker pelindung untuk penyakit virus korona (COVID-19) dalam sebuah kunjungan ke fasilitas manufaktur Honeywell di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, Selasa (5/5/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner)

Dalam menangani pandemik COVID-19, cara yang digunakan oleh Trump kerap membuat publik geleng-geleng kepala. Ia terus menyalahkan Tiongkok sebagai biang kerok penyebaran COVID-19 ke seluruh negara di dunia. Selain itu, ia juga menyalahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dinilai tidak cepat memberi peringatan terhadap dampak penyakit tersebut.

Bahkan pada (29/5) lalu, Trump mengumumkan ke publik, AS memutuskan hubungan dengan organisasi tersebut. Trump berpendapat sebagai negara yang kontribusi paling besar di dunia ke WHO, tidak ada manfaatnya terus mengucurkan dana ke organisasi yang bermarkas di Jenewa tersebut. 

Menurut pendapat pengajar senior mengenai kebijakan luar negeri dan politik AS di Universitas Sydney, David Smith, banyak negara barat yang warganya meragukan kebenaran adanya COVID-19. Tetapi, hanya Negeri Paman Sam yang seolah menjadikan keraguan itu sebagai sikap resmi pemerintah yang tengah berkuasa. 

Bahkan, putra Trump, Eric Trump Jr. menyebut virus corona adalah berita palsu yang sengaja dihembuskan oleh Partai Demokrat supaya ayahnya tidak lagi terpilih dalam pemilu 2020. 

"Politisasi terhadap isu COVID-19 menyebabkan efek yang luar biasa destruktif yakni perilaku warga dan pejabat-pejabat terpilih ikut meragukan (keberadaan pandemik COVID-19)," tulis Smith di laman The Conversation

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Jumawan Syahrudin
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us