UE Ingin Pekerja Gig Economy Dapat Hak Karyawan

Jakarta, IDN Times - Badan eksekutif Uni Eropa (UE) pada hari Kamis (9/12/2021) merilis sebuah proposal yang membuat pengemudi perusahaan gig economy seperti Uber dan Deliveroo dapat memperoleh hak yang sama seperti karyawan tradisional lainnya, berupa upah minimum dan tunjangan lainnya. Selama ini pekerja gig tidak menerima hak karyawan karena digolongkan sebagai wiraswasta, bukan karyawan perusahaan.
1. Saat ini sekitar 5,5 juta pekerja dianggap salah diklasifikasikan sebagai wiraswasta

Melansir dari Euro News, menurut UE pendapatan dari perusahaan dapat mencapai 14 miliar euro (Rp227,1 triliun) pada tahun lalu, meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan pada 2016. Namun, tingginya ekonomi yang dihasilkan dibayangi pekerja yang memiliki jam kerja yang panjang, ketidakpastian upah, kelelahan fisik, tidak adanya hak hukum, dan keadaan bahaya secara keseluruhan.
Karena kekhawatiran terhadap hak pekerja ini Komisi Eropa ingin 27 anggotanya memberikan perlindungan kepada pekerja. Saat ini ada sekitar 28 juta pekerja gig economy di UE, tapi sekitar 5,5 juta dianggap salah dikategorikan sebagai wiraswasta. Pada 2025 diperkirakan jumlah pekerja di sektor ini di UE akan mencapai 43 juta pekerja.
Aturan baru yang diserukan UE ini dapat mengubah antara 1,7 hingga 4,1 juta pekerja menjadi karyawan biasa, sementara sisanya dapat diakui sebagai wiraswasta. Penetuan sebagai karyawan ini harus memenuhi setidaknya dua dari lima kriteria untuk dianggap sebagai pemberi kerja, yang melibatkan masalah remunerasi, pengawasan, jam kerja, dan aturan penampilan.
Pekerja yang diklasifikasikan karyawan akan memperoleh jaminan hari libur, cuti orang tua, upah minimum, perlindungan keselamatan, dan tunjangan lainnya.
Terkait hal ini pengadilan di Eropa telah menyelesaikan sekitar 100 kasus yang mengajukan gugatan terhadap perusahaan karena buruknya perlindungan terhadap pekerja. Pada bulan September, pengadilan di Belanda memutuskan pengemudi Uber sebagai karyawan, bukan pekerja lepas, yang membuat pekerja berhak atas tunjangan yang sama dengan pengemudi taksi konvensional.
2. Tranparansi algoritma
Melansir dari Euro News, dalam proposalnya Komisi Eropa juga menuntut adanya transparansi algoritma platform yang merupakan salah satu masalah di ekonomi digital. Algoritma yang digunakan untuk menentukan pekerjaan dan harga ini dianggap tidak jelas, pekerja tidak memahami penentuan yang diterapkan.
Komisi Eropa meminta perusahaan memperkuat pemantauan manusia atas keputusan otomatis dan memperkenalkan hak bagi pekerja untuk menengajukan keluhan jika keputusan itu dianggap salah atau tidak adil. Selain itu pekerja juga akan memperoleh informasi mengenai sistem pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Platform tidak akan diizinkan untuk mengumpulkan data pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaan.
Transparansi algoritma ini akan berlaku untuk semua jenis pekerja yang dikategorikan sebagai wiraswasta atau karyawan.
Konfederasi Serikat Buruh Eropa (ETUC) menyambut baik proposal tersebut, karena dianggap menutup celah dalam menentukan statu wiraswasta yang salah.
3. Tanggapan perusahaan
Melansir dari CNBC, proposal UE ini ditentang oleh Uber dan perusahaan gig economy lainnya. Uber mengatakan perubahan itu akan memicu biaya tambahan kepada konsumen, kurir, dan pengemudi, juga membuat orang kehilangan pekerjaan dan melumpuhkan usaha kecil yang mulai bangkit dari pandemik.
Uber menyampaikan akan berkomitmen meningkatkan kualitas kerja bagi pekerja yang memanfaatkan platform mereka. Perusahaan itu juga mengatakan telah bekerja sama dengan pemerintah nasional di seluruh Eropa dan industri lainnya untuk memperkuat kerja platform tanpa mempertaruhkan fleksibilitas untuk pekerja independen.
Just Eat, yang berasal dari Belanda merupakan salah satu perusahaan kurir makanan terbesar di dunia telah memberikan dukungan reformasi yang diserukan UE. CEO perusahaan itu, Jitse Groen telah menyampaikan akan membantu pekerja mengakses perlindungan sosial. Perusahaan itu pada tahun lalu mengumumkan bahwa pekerja akan menjadi karyawan dan memperoleh tunjangan.
MoveEU, sebuah badan yang mewakili aplikasi transportasi daring, berpendapat tindakan UE dapat berdampak negatif pada pekerja independen yang mengandalkan platform, dikutip dari The Guardian.
Jika proposal ini disetujui parlemen di Brussels dan negara anggota, maka kebijakan dapat diterapkan dan akan disesuaikan dengan kondisi di masing-masing negara anggota.