Ukraina Tolak Ultimatum Rusia untuk Hentikan Perang

Jakarta, IDN Times - Rusia memberi ultimatum pada Ukraina untuk menghentikan perlawanan. Tapi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan tegas menolaknya. Dia mengatakan kesepakatan penerimaan ultimatum itu harus dilakukan dengan referendum di Ukraina.
Selain itu, Zelenskyy juga mengatakan bahwa Rusia menuntut kota-kota seperti Mariupol, Kharkiv dan Kiev untuk menyerah. Tapi dia menjawab bahwa dia tidak akan melakukannya. Kota-kota itu terus menerima gempuran, namun pasukan Ukraina berhasil mempertahankannya.
Invasi Rusia ke Ukraina telah memasuki minggu keempat. Tapi belum ada kota besar Ukraina yang berhasil dikuasai oleh tentara Moskow. Sejauh ini hanya kota kecil Kherson yang disebut sudah diduduki oleh Rusia.
1. Rusia beri ultimatum untuk serahkan Mariupol
Perang Rusia-Ukraina telah memasuki minggu keempat. Kerugian yang diakibatkan perang itu tidak hanya materi saja, tapi ribuan orang telah tewas baik itu militer atau warga sipil. Rusia terus menekan untuk menduduki kota-kota Ukraina, meski sejauh ini belum ada kemajuan signifikan.
Akan tetapi kota Mariupol, Kharkiv dan Ukraina telah menjadi kota yang menderita akibat serangan bertubi-tubi. Mariupol yang terletak di selatan Ukraina, telah menghadapi pengepungan sejak serangan Rusia dimulai.
Pada Senin (21/3/22) dini hari, Rusia memberikan ultimatum pada Ukraina. DIilansir VOA News, Rusia meminta Ukraina untuk menyerahkan Mariupol yang telah terkepung selama beberapa pekan.
Irina Vereshchuk, Wakil Perdana Menteri Ukraina, mengatakan dengan tegas menolak ultimatum Rusia. Menurutnya, "Tidak ada pembicaraan tentang penyerahan diri, (atau) peletakan senjata. Kami telah memberi tahu pihak Rusia tentang ini"
Meski Mariupol telah menderita, tapi kota itu sampai saat ini belum tertaklukkan. Pensiunan Jenderal David Petraeus mengatakan, "Mariupol belum jatuh. Ia kehabisan makanan, bahan bakar, air, semuanya kecuali jantung. Mereka masih berjuang sangat keras."
2. Mariupol dipertahankan secara heroik
Kota Mariupol terjepit di antara wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia. Di timur Mariupol ada kelompok pemberontak pro-Rusia dan dari sebelah barat ada kelompok pasukan Rusia yang datang dari Semenanjung Krimea.
Meski kota pelabuhan itu terjepit dan terus menerima serangan serta bombardir, tapi sampai saat ini terus dipertahankan oleh pasukan Ukraina. Lebih dari 2.000 penduduk sipil Mariupol tewas, banyak di antaranya terpaksa dimakamkan di kuburan massal.
Dilansir Reuters, Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov mengatakan bahwa "pembela heroiknya" telah membantu menggagalkan serangan Rusia, baik itu di Mariupol atau kota-kota lainnya.
Reznikov menjelaskan, "Berdasarkan dedikasi dan keberanian manusia super mereka, puluhan ribu nyawa di seluruh Ukraina diselamatkan. Hari ini Mariupol menyelamatkan Kyiv, Dnipro, dan Odesa."
Sebelum serangan, Mariupol ditinggali oleh sekitar 400 ribu penduduk. Pengepungan berminggu-minggu dengan serangan tanpa henti dari Rusia, telah membuat kota itu menderita.
Rumah sakit bersalin, perumahan, gedung teater tempat berlindung penduduk, telah diserang oleh Rusia. Beberapa media juga mengabarkan bahwa penduduk Mariupol telah ditangkap dan dipindahkan secara paksa ke Rusia.
3. Presiden Zelenskyy menolak untuk menyerah

Presiden Volodymyr Zelenskyy dalam pidato yang terbaru, salah satunya berisi penolakan dengan tegas ultimatum yang disampaikan oleh Rusia. Dilansir Al Jazeera, dia menyatakan "kami harus dihancurkan dulu, baru ultimatum mereka dipenuhi."
Katanya kepada Moskow, dia sebagai pemimpin Ukraina atau penduduk Ukraina semuanya tidak akan pernah dapat menyerahkan Kharkiv, Mariupol dan Kiev ke tangan tentara Rusia.
Di kota Zaporizhzhia, sebelah barat daya Mariupol, penduduk juga sudah mulai dievakuasi karena kemajuan kecil pasukan Rusia. Gubernur Oleksandr Starukh mengatakan salah satu bus evakuasi warga sipil terkena tembakan, empat orang anak-anak terluka dan dibawa ke rumah sakit. Klaim ini belum dapat diverifikasi oleh media.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), telah menyatakan keprihatinan mendalam atas perang Rusia-Ukraina. Presiden IFRC Francesco Rocca memperkirakan 18 juta warga Ukraina akan membutuhkan bantuan dalam beberapa hari mendatang.
Rocca menjelaskan, "Kenyataan yang menghancurkan Ukraina adalah bahwa kebutuhan meningkat setiap hari. Di tengah meningkatnya kekerasan dan rantai pasokan yang terganggu, pengiriman barang-barang penting di banyak bagian negara menjadi semakin sulit."