Uni Eropa Dilaporkan Terlibat Pelanggaran HAM terhadap Migran di Libya

Jakarta, IDN Times - Penyelidik untuk misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menerbitkan laporan soal Uni Eropa (UE) yang terlibat dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap migran. Dalam laporan yang terbit pada Senin (27/3/2023), disebutkan bantuan dari UE kepada Libya telah memicu adanya pelanggaran.
Sebelumnya, UE dan negara-negara anggotanya memberi dukungan dan pelatihan kepada penjaga pantai Libya, yang ditugaskan memberhentikan para migran dan membawa ke pusat-pusat penahanan. Blok tersebut juga mengirim dana untuk program pengelolaan perbatasan Libya melalui otoritas Italia.
1. Dana dari UE picu pelanggaran HAM di pusat penahanan migran

Penyelidik Misi PBB Chaloka Beyani, mengumumkan laporan itu setelah kelompok pencari fakta PBB menerbitkan laporan bahwa ditemukan pelanggaran HAM di pusat penahanan migran di Libya.
“Meskipun kami tidak mengatakan bahwa Uni Eropa dan negara-negara anggotanya telah melakukan kejahatan tersebut. Intinya adalah dukungan yang diberikan telah membantu dan mendukung terjadinya kejahatan tersebut,” kata Beyani, salah satu anggota misi independen, dilansir Reuters.
Hingga kini, belum ada tanggapan dari juru bicara Komisi Eropa untuk migrasi. Namun sebelum laporan itu terbit, seorang pejabat UE mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan bantuan ke Libya untuk bantu tangani migran.
"Kami memberikan bantuan untuk membantu mereka (Libya) meningkatkan kinerja mereka dalam hal pencarian dan penyelamatan, baik itu dengan kapal, menjadi dengan peralatan atau dengan pelatihan dengan fokus pada hak asasi manusia," kata Peter Stano, juru bicara utama untuk urusan eksternal Komisi Eropa.
2. PBB akan serahkan bukti pelanggaran ke ICC

Dalam laporan itu, Misi PBB menemukan adanya kejahatan perang dan kemanusiaan oleh semua pihak di Libya. Pihaknya mengatakan akan menyerahkan bukti pelanggaran tersebut ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Adapun pelanggaran dilakukan oleh pasukan keamanan negara Libya dan kelompok milisi bersenjata. Mereka disebut melakukan pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan, pembunuhan yudisial serta penghilangan paksa terhadap Migran.
Hingga kini, belum ada tanggapan dari otoritas Libya. Namun pada sebelumnya, pihaknya membantah soal adanya pelecehan sistematis terhadap migran.
3. Rincian laporan pelanggaran HAM terhadap migran di Libya
Kondisi Libya cenderung tidak stabil sejak terjadinya perang saudara tahun 2011 dan terbelahnya faksi timur dan barat tahun 2014. Konflik antar dua faksi kemudian mereda pada tahun 2020. Akan tetapi, hanya ada sedikit kemajuan untuk meredam ketegangan secara politik, sementara faksi bersenjata kian mendominasi lapangan.
"Pelanggaran dan pelanggaran yang diselidiki oleh misi tersebut terutama terkait dengan konsolidasi kekuasaan dan kekayaan oleh milisi dan kelompok lain yang berafiliasi dengan negara," kata laporan itu, dilansir Street Insider.
"Perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, pemenjaraan, pemerasan, dan penyelundupan migran yang rentan menghasilkan pendapatan yang signifikan bagi individu, kelompok, dan lembaga negara," sambungnya.