Uni Eropa: Pengungsi Anak-Anak Rentan Jadi Korban Perdagangan Orang

Jakarta, IDN Times - Komisioner migrasi Uni Eropa (UE) memperingatkan pada Senin (21/03/2022) bahwa anak-anak Ukraina memiliki risiko untuk diperdagangkan ketika melarikan diri dari negaranya akibat invasi Rusia, dilansir Reuters.
Ylva Johansson mengatakan, konferensi pers di Estonia sekitar setengah dari 3,3 juta orang Ukraina, yang telah melarikan diri ke negara-negara UE sejak dimulainya perang.
Polandia menjadi negara paling banyak yang menerima pengungsi asal Ukraina, yaitu mencapai 2 juta orang. Ada juga Rumania yang menempati posisi kedua dengan menampung setidaknya 535 ribu pengungsi Ukraina.
1. UE sebut ada risiko tinggi anak-anak Ukraina diperdagangkan
Ukraina memiliki sejumlah besar anak yatim dan anak-anak yang dibesarkan dengan ibu angkat yang tidak dijemput oleh orang tua mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko bahwa mereka dapat diculik atau menjadi korban adopsi paksa.
"Ada risiko besar anak-anak yang rentan diperdagangkan," kata Johansson, dilansir US News. Sejauh ini, sangat sedikit anak-anak tanpa pendamping yang dilaporkan di berada perbatasan UE.
Sebelumnya, UNICEF juga sempat mengatakan bahwa anak-anak yang melarikan diri dari perang di Ukraina berada pada risiko tinggi perdagangan manusia dan eksploitasi pada Sabtu (19/03/2022). Di sisi lain, jumlah anak-anak Ukraina yang dibawa mengungsi ke negara-negara lainnya terus meningkat dari waktu ke waktu.
2. UNICEF melaporkan sudah ada 1,5 juta anak Ukraina yang meninggalkan tanah airnya
Para pelaku perdagangan anak sering berusaha untuk mengeksploitasi kekacauan pergerakan populasi skala besar. Di sisi lain, UNICEF menyatakan lebih dari 1,5 juta anak-anak telah melarikan diri dari Ukraina sebagai pengungsi sejak invasi Rusia terhadap Ukraina.
Menurut analisis terbaru yang dilakukan oleh UNICEF dan Inter-Agency Coordination Group against Trafficking (ICAT), 28 persen korban perdagangan manusia yang teridentifikasi secara global adalah anak-anak. Dalam konteks Ukraina, para ahli pelindungan anak UNICEF percaya bahwa anak-anak kemungkinan akan menjadi bagian yang lebih tinggi dari calon korban perdagangan manusia berdasarkan temuan penelitian sebelumnya.
“Perang di Ukraina menyebabkan perpindahan besar-besaran dan arus pengungsi, kondisi yang dapat menyebabkan lonjakan signifikan dalam perdagangan manusia dan krisis perlindungan anak yang akut,” kata Afshan Khan, selaku Direktur Regional UNICEF untuk Eropa dan Asia Tengah.
Dia juga menambahkan, “anak-anak pengungsi sangat rentan untuk dipisahkan dari keluarga mereka, dieksploitasi, dan diperdagangkan. Mereka membutuhkan pemerintah di kawasan untuk meningkatkan dan menerapkan langkah-langkah untuk menjaga mereka tetap aman," dilansir laman resmi UNICEF.
3. Terdapat 500 anak Ukraina yang mengungsi ke Rumania tanpa pendamping
Lebih dari 500 anak tanpa pendamping diidentifikasi menyeberang dari Ukraina menuju Rumania sejak invasi Rusia dilakukan hingga 17 Maret 2022 menurut data UNICEF.
Jumlah ini sangat berpotensi jauh lebih tinggi, mengingat banyak warga Ukraina yang mengungsi di Polandia, Moldova, Hungaria, hingga Slovakia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, anak-anak yang terpisah sangat rentan terhadap perdagangan dan eksploitasi.
“Anak-anak yang melarikan diri dari perang di Ukraina perlu disaring terkait kerentanannya saat mereka menyeberang ke negara tetangga,” kata Khan yang merupakan Direktur Regional UNICEF.
Dia juga menambahkan bahwa “setiap upaya harus dilakukan untuk memperkuat proses penyaringan di perlintasan perbatasan pengungsi.”
Untuk melindungi dan mendukung anak-anak dan keluarga yang telah melarikan diri dari Ukraina, UNICEF dan UNHCR bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, mendirikan “Blue Dots”.
Dengan adanya fasilitas dan program tersebut, diharapkan anak-anak dan wanita yang mengungsi dapat lebih aman dan dipantau oleh lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah setempat.