UNRWA Bangun 130 Pusat Pendidikan Darurat di Jalur Gaza

- UNRWA membuka 130 pusat pendidikan darurat di Gaza untuk 47 ribu anak
- Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menegaskan komitmen memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak di Gaza
- Presiden AS Donald Trump berencana menarik posisi AS dari Dewan HAM PBB dan menghentikan pendanaan untuk UNRWA
Jakarta, IDN Times - Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina atau UNRWA mengumumkan membuka sekitar 130 pusat pendidikan darurat.
Pusat pendidikan darurat ini bakal menjadi tempat belajar langsung bagi sekitar 47 ribu anak-anak di Jalur Gaza.
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini mengumumkan langsung via akun X miliknya di mana ia menegaskan bahwa UNRWA berkomitmen untuk terus memberikan bantuan, salah satunya berupa pendidikan kepada anak-anak di Gaza.
1. UNRWA masih jadi penyedia bantuan terbesar di Gaza
Selain itu, Lazzarini juga menekankan posisi UNRWA yang masih menjadi pemberi bantuan dan layanan pembelajaran darurat di Jalur Gaza yang masih digempur Israel.
“Pendidikan bisa memberikan harapan anak-anak di Gaza. Membantu mereka pulih serta mengatasi trauma anak-anak,” ucap dia.
“Kita masih harus menempuh jalan yang panjang untuk mendorong dan mengajak anak-anak untuk belajar,” lanjut Lazzarini.
2. Trump ingin AS keluar dari Dewan HAM PBB dan setop danai UNRWA

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana untuk menarik posisi AS dari Dewan HAM PBB serta tetap menyetop pendanaan untuk UNRWA.
Penghentian pendanaan untuk UNRWA ini dilakukan menyusul adanya laporan Israel bahwa sejumlah staf UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
3. Dewan HAM PBB dituduh bias terhadap Israel

AS telah lama menuduh Dewan HAM PBB bias terhadap Israel dan memberikan perlindungan kepada pemerintah yang melakukan pelanggaran HAM. Terakhir kali Washington secara resmi menarik diri dari organisasi itu pada 2019, dengan alasan bias anti-Israel.
"UNHRC telah menunjukkan bias yang konsisten terhadap Israel, memusatkan perhatian pada Israel secara tidak adil dan tidak proporsional dalam proses di dewan. Organisasi tersebut mengeluarkan lebih banyak resolusi yang mengutuk Israel dibandingkan gabungan resolusi yang mengutuk Suriah, Iran, dan Korea Utara," bunyi pernyataan Gedung Putih, dilansir Politico.
Namun, organisasi HAM dan beberapa anggota parlemen berpendapat bahwa dewan tersebut merupakan entitas yang penting dalam mengawasi pelanggaran HAM di seluruh dunia. Meskipun tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, dewan itu mempunyai bobot politik dan kritik yang dapat meningkatkan tekanan global terhadap pemerintah yang bersangkutan.