Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

UU Baru Kontroversial Irak: Pernikahan Anak Dilegalkan?

ilustrasi (pixabay.com/publicdomainpictures-14/)
Intinya sih...
  • Undang-undang baru di Irak menurunkan usia minimum pernikahan anak perempuan menjadi sembilan tahun bagi Muslim Syiah
  • 28% anak perempuan di Irak menikah sebelum usia 18 tahun, dengan banyak pernikahan berakhir buruk dan meninggalkan dampak jangka panjang
  • Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk anggota parlemen independen Sajjad Salem dan aktivis hak perempuan Benin Elias

Jakarta, IDN Times - Pengesahan undang-undang baru di Irak yang memungkinkan pernikahan anak menuai kontroversi tajam di dalam negeri maupun di kancah internasional. Di tengah isu ketimpangan gender dan hak anak yang sudah lama menjadi perhatian, langkah ini dianggap sebagai kemunduran besar dalam upaya melindungi masa depan anak-anak perempuan. Dengan statistik pernikahan anak yang tinggi dan dampak negatif yang menyertainya, undang-undang ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pernikahan dini akan semakin meningkat dan memperparah kondisi sosial di negara tersebut.

1. Statistik pernikahan anak dan konsekuensinya

ilustrasi pernikahan anak (pixabay.com/amyannbrockmeyer-291964)

Pernikahan anak bukanlah isu baru di Irak. Menurut survei PBB pada 2023, 28 persen anak perempuan di Irak menikah sebelum usia 18 tahun. Bagi sebagian keluarga, pernikahan dini dianggap sebagai cara untuk keluar dari kemiskinan. Namun, banyak dari pernikahan ini berakhir dengan kegagalan, meninggalkan dampak jangka panjang seperti rasa malu sosial dan terbatasnya peluang hidup akibat pendidikan yang tidak terselesaikan.

Sayangnya, alih-alih memperketat undang-undang untuk melarang pernikahan anak dan mendukung pendidikan anak perempuan dari latar belakang miskin, undang-undang baru ini justru memperbolehkan pernikahan anak sesuai dengan sekte agama yang berlaku dalam kontrak pernikahan.

2. Usia pernikahan menurut sektarian dan reaksi berbagai pihak

ilustrasi pernikahan (pixabay.com/lekerado-3171568)

Undang-undang ini menetapkan usia minimum pernikahan yang berbeda untuk sekte mayoritas dan minoritas di Irak. Bagi Muslim Syiah, yang merupakan mayoritas, usia minimum pernikahan untuk anak perempuan adalah sembilan tahun, sementara bagi Muslim Sunni, usia minimum ditetapkan pada 15 tahun, dilansir The Guardian.

Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk anggota parlemen independen Sajjad Salem, yang menyatakan bahwa "Negara Irak belum pernah mengalami kemunduran dan pelecehan terhadap reputasi serta kekayaannya seperti yang terjadi saat ini." Sementara itu, Alia Nassif, anggota komite hukum parlemen, mengungkapkan bahwa pemungutan suara dilakukan tanpa jumlah anggota parlemen minimum yang seharusnya hadir. Nassif bersama kelompok oposisi lainnya berencana membawa kasus ini ke pengadilan federal Irak untuk membatalkan keputusan tersebut.

3. Reaksi aktivis dan tuntutan perubahan

ilustrasi (pixabay.com/publicdomainpictures-14/)

Melansir CNN, para aktivis hak perempuan turut mengecam undang-undang ini. Benin Elias, seorang jurnalis sekaligus advokat hak perempuan, mengatakan: “Saya tidak terkejut. Namun, ini bukan waktunya untuk menangis atau menyerah pada keputusan yang barbar.” Komunitas internasional dan kelompok hak asasi mendesak agar Irak segera mengubah undang-undang tersebut, dengan menekankan pentingnya pendidikan dan perlindungan hak anak sebagai prioritas utama.

Perjuangan melawan pernikahan anak di Irak kini menghadapi tantangan baru dengan adanya undang-undang ini. Meski banyak pihak, termasuk aktivis dan anggota parlemen, mengecam kebijakan tersebut dan berusaha untuk menggugatnya secara hukum, masa depan anak-anak perempuan Irak bergantung pada upaya bersama untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil dan melindungi hak-hak mereka. Dalam situasi ini, tekanan dari komunitas internasional dan kesadaran masyarakat menjadi harapan untuk membawa perubahan yang lebih baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us