Vatikan Perketat Aturan Fenomena Supernatural untuk Lawan Hoaks

- Vatikan mengubah proses evaluasi fenomena supernatural
- Hanya Paus yang berwenang menyatakan penampakan atau wahyu sebagai supernatural
- Vatikan menawarkan enam kemungkinan kesimpulan dalam menyelidiki fenomena tersebut
Jakarta, IDN Times- Vatikan baru-baru ini mengumumkan perubahan signifikan dalam cara mereka mengevaluasi fenomena supernatural, seperti penampakan Bunda Maria dan patung yang menangis. Melansir The Guardian pada, Sabtu (18/5/2024), keputusan tersebut merupakan respons terhadap maraknya kasus penipuan dan penyebaran informasi palsu di era internet.
Dalam aturan baru ini, hanya Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, yang memiliki wewenang untuk menyatakan sebuah penampakan atau wahyu sebagai supernatural. Hal ini cukup berbeda dengan sebelumnya ketika uskup lokal juga memiliki kekuasaan untuk membuat deklarasi semacam itu.
1. Perubahan wewenang dan prinsip evaluasi
Aturan baru dari Vatikan ini mengubah secara mendasar proses evaluasi fenomena supernatural dalam Gereja Katolik. Para uskup tidak lagi memiliki kekuasaan untuk mengakui sifat supernatural dari sebuah penampakan atau peristiwa yang dianggap ilahi. Sebagai gantinya, Vatikan kini menawarkan enam kemungkinan kesimpulan yang dapat diambil ketika menyelidiki fenomena tersebut.
Gereja juga tidak lagi berusaha untuk memastikan keaslian peristiwa yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah atau membuat keputusan terkaitnya. Namun, pedoman ini juga menegaskan kembali prinsip-prinsip penting dalam mengevaluasi fenomena supernatural, seperti perlunya kehati-hatian dan pertimbangan matang.
Melansir dari Associated Press, di masa lalu, uskup seringkali menjadi penentu akhir dalam kasus-kasus seperti ini, kecuali jika Vatikan dimintai bantuannya. Dengan aturan baru, Vatikan kini harus menyetujui terlebih dahulu setiap rekomendasi yang diajukan oleh uskup.
"Pedoman baru ini tidak dimaksudkan untuk mengontrol apalagi meredam semangat'," ujar Kardinal Víctor Manuel Fernández, Kepala Kantor Doktrin Vatikan.
2. Mencegah eksploitasi dan penyalahgunaan
Alasan utama di balik perubahan ini adalah adanya kasus-kasus di mana fenomena supernatural dieksploitasi atau disalahgunakan. Beberapa pihak memanfaatkan fenomena ini untuk kepentingan pribadi, seperti mendapatkan keuntungan finansial dan kekuasaan.
Tindakan menyalahgunakan iman orang-orang dengan cara seperti itu dianggap sebagai pelanggaran moral yang serius dan dapat dikenai hukuman gerejawi (kanonik). Aturan baru ini dengan tegas mengakui potensi penyalahgunaan tersebut. Vatikan memperingatkan bahwa mereka yang terbukti melakukan penipuan akan dimintai pertanggungjawaban.
"Umat Katolik tetap bebas untuk memercayai atau tidak memercayai fenomena supernatural. Mereka bisa mengikuti praktik-praktik religius terkait fenomena ini, tanpa harus meyakini semua hal yang diklaim sebagai supernatural", ujar Neomi De Anda dari International Marian Research Institute.
3. Vatikan hanya mengakui kurang dari 20 penampakan supernatural
Dalam sejarah panjang Gereja Katolik, ada sejumlah fenomena supernatural yang dianggap sangat penting dan telah menarik banyak umat beriman. Contoh yang paling terkenal adalah penampakan Bunda Maria di Fatima, Portugal, dan Lourdes, Prancis. Peristiwa-peristiwa ini telah menjadikan tempat-tempat tersebut sebagai tujuan ziarah yang populer dan mengangkat ekonomi sekitarnya.
Namun, tidak semua kasus penampakan langsung diterima begitu saja oleh Gereja. Misalnya, di Medjugorje, Bosnia-Herzegovina, ada dugaan penampakan Bunda Maria yang telah menarik ribuan peziarah setiap tahunnya. Karena adanya keraguan tentang keaslian penampakan ini, pada 2018 Paus Fransiskus memerintahkan dilakukannya penyelidikan resmi.
Terlepas dari perubahan aturan, keputusan Gereja di masa lalu tentang peristiwa supernatural, seperti di Fatima, Guadalupe, dan Lourdes, tetap dianggap sah. Dalam 2.000 tahun sejarahnya, Vatikan telah menyetujui kurang dari 20 penampakan sebagai supernatural.