Warga Suriah Rayakan Setahun Jatuhnya Rezim Assad

- Warga Suriah mulai kembali dari pengungsian
- Perbaikan listrik dan penutupan penjara Suriah
- Suriah hadapi tantangan keamanan dan ekonomi
Jakarta, IDN Times - Warga Suriah memadati alun-alun Umayyad di Damaskus untuk merayakan peringatan satu tahun jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Minggu (7/12/2025). Langit ibu kota diwarnai kembang api dan kibaran bendera hijau-putih-hitam sebagai simbol era baru setelah berakhirnya kediktatoran selama lima dekade.
Perayaan ini menandai momen bersejarah berakhirnya kekuasaan keluarga Assad yang digulingkan oleh serangan kilat kelompok oposisi setahun lalu. Presiden sementara Ahmed al-Sharaa kini memimpin transisi negara yang tengah berupaya bangkit dari konflik panjang dan isolasi internasional.
1. Warga Suriah mulai kembali dari pengungsian
Suasana di Damaskus dipenuhi euforia warga yang turun ke jalanan menggunakan mobil dan skuter menuju pusat kota. Sebagian dari mereka adalah warga yang baru kembali dari pengasingan setelah bertahun-tahun meninggalkan rumah akibat perang saudara.
Salah satu warga, Abu Taj, kembali ke Suriah seminggu sebelum perayaan setelah sepuluh tahun hidup di Arab Saudi dan Mesir. Ia dan ribuan orang lainnya berdoa di Masjid Umayyad sebelum bergabung dengan kerumunan massa di alun-alun utama.
"Kami datang ke sini hari ini untuk merayakan ulang tahun pembebasan. Kami dulunya tertindas, tapi sekarang kesedihan kami telah dilepaskan" ujar Abdelaziz al-Omari, warga Suriah lain dari kamp Palestina Yarmouk, dilansir Al Jazeera.
Perubahan atmosfer sosial dan kebebasan berekspresi menjadi salah satu sorotan dalam peringatan satu tahun ini. Sejumlah warga merasa memiliki kembali identitas negara mereka yang sebelumnya dikuasai secara otoriter.
2. Perbaikan listrik dan penutupan penjara Suriah
Pemerintahan baru telah melakukan sejumlah upaya reformasi dalam setahun terakhir, terutama pada sektor layanan publik dasar. Kementerian Energi Suriah melaporkan peningkatan kapasitas produksi listrik berkat pasokan gas alam dari Azerbaijan yang didukung oleh Turki.
Kota-kota besar seperti Aleppo, Homs, dan Damaskus kini menerima pasokan listrik 24 jam dalam masa uji coba. Kondisi ini meningkat dibandingkan masa pemerintahan sebelumnya di mana listrik hanya tersedia selama beberapa jam per hari.
Kebijakan lain yang disambut positif adalah penutupan permanen penjara-penjara militer yang terkenal kejam seperti Sednaya, Mezzeh, dan Khatib. Presiden juga mengeluarkan dekrit yang menaikkan gaji pegawai negeri sipil dari 250 ribu pound Suriah (sekitar Rp376 ribu) menjadi 750 ribu pound Suriah (Rp1,1 juta).
"Di masa lalu, menyuarakan pendapat itu dilarang, tapi hari ini kami bisa menyuarakan suara kami dengan nyaman. Bisa kembali ke negara saya setelah 14 tahun adalah sebuah revolusi tersendiri bagi saya," tutur Zein al-Abidin, seorang warga yang baru kembali ke Suriah, dilansir Anadolu Agency.
3. Suriah hadapi tantangan keamanan dan ekonomi
Meskipun ada perayaan, Suriah sebenarnya masih harus menghadapi jalan terjal dalam proses pemulihannya. Laporan Dewan Keamanan PBB menyebutkan lanskap keamanan Suriah masih terfragmentasi dengan adanya bentrokan sporadis di wilayah minoritas Kurdi dan Druze, dilansir DW.
Ancaman kebangkitan kembali kelompok ISIS juga menjadi perhatian serius di tengah celah keamanan yang belum sepenuhnya tertutup. Pemerintah transisi masih berjuang untuk memegang kendali atas seluruh wilayah yang sebelumnya terpecah-pecah akibat perang.
Tantangan ekonomi juga masih membayangi dengan estimasi biaya rekonstruksi mencapai 250 miliar (Rp4.170 triliun) hingga 400 miliar dolar AS (sekitar Rp7.506 triliun). Sekitar 25 persen penduduk masih hidup dalam kemiskinan ekstrem meskipun sanksi ekonomi era Assad telah banyak dicabut.
"Apa yang ada di depan lebih dari sekadar transisi politik, ini adalah kesempatan untuk membangun kembali komunitas yang hancur dan menyembuhkan perpecahan yang mendalam. Ini peluang untuk membentuk bangsa di mana setiap warga Suriah dapat hidup aman, setara, dan bermartabat," kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dilansir UN News.


















