WHO: Sebagian Besar Pasokan Medis di Gaza Sudah Habis

- Sebagian besar pasokan medis di Gaza telah habis, 43% obat penting stok nol, 64% pasokan medis habis.
- Pasien dengan penyakit kronis dan kondisi mengancam jiwa terdampak paling berat.
- Hanya enam dari 22 pusat kesehatan UNRWA yang masih beroperasi di Gaza, Israel mengizinkan 100 truk bantuan masuk ke Jalur Gaza.
Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa sebagian besar pasokan medis di Gaza telah habis, sementara hampir setengah dari obat-obatan penting, termasuk pereda nyeri dan antibiotik, tidak lagi tersedia.
“Sebanyak 43 persen obat-obatan penting telah mencapai tingkat stok nol, ditambah dengan 64 persen pasokan medis dan 42 persen vaksin,” kata Ahmed Zouiten, Direktur Darurat Regional WHO untuk Mediterania Timur, dalam konferensi pers di Jenewa pada Senin (26/5/2025).
Menurut WHO, pasien dengan penyakit kronis dan kondisi yang mengancam jiwa, seperti gagal ginjal, kanker, kelainan darah, dan penyakit kardiovaskular, termasuk di antara kelompok yang paling terdampak oleh situasi ini.
1. Truk bantuan WHO belum peroleh izin untuk masuk ke Gaza
Direktur Regional WHO untuk Mediterania Timur, Hanan Balkhy, mengungkapkan bahwa sebanyak 51 truk bantuan WHO masih menunggu di perbatasan Gaza, dan belum mendapatkan izin untuk memasuki wilayah tersebut.
“Dapatkah Anda bayangkan seorang ahli bedah (memperbaiki) tulang yang patah tanpa anestesi? Cairan infus, jarum suntik, perban – semuanya tidak tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan,” ujar Balkhy.
Ia juga memperingatkan dampak buruk yang ditimbulkan terhadap pasien dengan penyakit kronis.
“Bahkan di masa konflik dan perang, ada pasien yang menderita hipertensi, mereka menderita diabetes, mereka memiliki penyakit mental yang memerlukan pengobatan, semua jenis pengobatan dasar, mereka berjuang untuk mendapatkan obat-obatan dasar," tambahnya.
2. Bantuan yang masuk ke Gaza masih sangat sedikit
Sementara itu, badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa hanya enam dari 22 pusat kesehatan yang mereka kelola yang masih beroperasi di Gaza.
“Pasokan medis esensial sangat kritis. Hanya 6 dari 22 pusat kesehatan UNRWA yang masih beroperasi, didukung oleh 37 pos medis yang tersebar di dalam dan di luar tempat penampungan," kata UNRWA dalam sebuah pernyataan, seraya mendesak akses tanpa hambatan untuk pengiriman bantuan.
Setelah lebih dari 2 bulan blokade, Israel mengizinkan 100 truk bantuan yang membawa tepung, makanan bayi, dan peralatan medis masuk ke Jalur Gaza pada 21 Mei. PBB dan kelompok bantuan mengatakan bahwa jumlah bantuan yang dikirimkan masih jauh dari cukup.
“Kebutuhan minimal adalah 500-600 truk yang harus masuk ke Gaza, yang membawa pasokan bantuan. Tidak hanya makanan, tetapi juga obat-obatan, peralatan medis, vaksin untuk anak-anak, bahan bakar, air, dan kebutuhan dasar lainnya untuk kelangsungan hidup masyarakat," kata juru bicara UNRWA, Juliette Touma.
3. PBB desak pembukaan kembali seluruh penyeberangan ke Gaza
Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), kelompok bantuan yang bekerja sama dengan Israel dan didukung oleh Amerika Serikat (AS), menyatakan telah memulai operasi di Gaza selatan pada Senin. GHF tetap melanjutkan misinya meskipun direktur eksekutif Jake Wood mengundurkan diri sehari sebelumnya karena merasa lembaga tersebut tidak dapat beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang netral dan independen.
Juru bicara kantor kemanusiaan PBB (OCHA), Jens Laerke, menyebut operasi yang dilakukan GHF sebagai pengalihan perhatian.
“Apa yang sebenarnya dibutuhkan adalah pembukaan kembali semua penyeberangan ke Gaza, lingkungan yang aman di dalam Gaza, dan fasilitasi misi yang lebih cepat serta persetujuan akhir atas semua pasokan darurat yang kami miliki di luar perbatasan dan perlu untuk didatangkan,” kata Laerke, dikutip dari Al Jazeera.
PBB dan badan-badan bantuan internasional sebelumnya telah menolak bekerja sama dengan GHF, yang mendistribusikan bantuan di bawah perlindungan kontraktor keamanan bersenjata. Mereka khawatir skema tersebut dapat digunakan untuk mempersenjatai bantuan dan menyebabkan pengungsian lebih lanjut bagi warga Palestina.