Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

WMO: 118 Juta Warga Afrika Bakal Terkena Dampak Perubahan Iklim

Organisasi Pangan Dunia (FAO) saat berkunjung ke wilayah yang terkena dampak kekeringan di desa Gubato, Distrik Hargeisa. (Twitter.com/FAO in Sonmalia)
Intinya sih...
  • 118 juta orang di Afrika akan merasakan dampak langsung dari perubahan iklim pada 2030
  • Perubahan iklim akan memberikan tekanan besar pada upaya pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di seluruh benua Afrika
  • Dampak lain dari perubahan iklim yang kini dapat dirasakan oleh warga di Afrika adalah meningkatnya harga pangan

Jakarta, IDN Times – Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada Senin (2/9/2024) mengungkap, sebanyak 118 juta orang di Afrika akan merasakan dampak langsung dari perubahan iklim dalam beberapa waktu mendatang. Kondisi ini diprediksi akan berlangsung pada 2030 jika berbagai upaya tidak segera diambil.

“Pada 2030, diperkirakan sebanyak 118 juta orang sangat miskin (yang hidup dengan kurang dari 1,90 dolar AS per hari) akan terkena dampak kekeringan, banjir, dan suhu panas ekstrem di Afrika, jika langkah-langkah tanggap darurat yang memadai tidak dilakukan,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dilansir Anadolu Agency.

Badan tersebut menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan investasi dalam adaptasi iklim dan inisiatif membangun ketahanan untuk mengurangi dampak perubahan iklim di benua tersebut.

1. Perubahan iklim menghambat pertumbuhan ekonomi

Kekeringan di Somalia (twitter.com/FAO in Somalia)

Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa hal ini akan memberikan tekanan besar pada upaya pengentasan kemiskinan. Kondisi itu juga akan sangat menghambat pertumbuhan ekonomi di seluruh benua.

"Afrika telah mengamati tren pemanasan selama 60 tahun terakhir yang telah menjadi lebih cepat daripada rata-rata global," kata Saulo dalam sebuah pernyataan.

Negara-negara Afrika kehilangan rata-rata 2–5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka setiap tahun. Banyak negara yang mengalihkan hingga 9 persen anggaran mereka untuk menanggapi iklim ekstrem.

Di Afrika sub-Sahara saja, biaya adaptasi diperkirakan mencapai antara 30–50 miliar dolar setiap tahunnya selama dekade berikutnya. Angka itu berjumlah 2–3 persen dari PDB di kawasan tersebut.

2. Bencana ekstrim terjadi di Afrika selama tahun 2023

Organisasi Pangan Dunia (FAO) saat berkunjung ke wilayah yang terkena dampak kekeringan di desa Gubato, Distrik Hargeisa. (Twitter.com/FAO in Sonmalia)

Celeste menambahkan bahwa benua itu mengalami gelombang panas yang mematikan, hujan lebat, banjir, siklon tropis, dan kekeringan berkepanjangan pada 2023. Tahun 2023 telah dipastikan sebagai tahun terhangat yang pernah tercatat dan telah membawa peristiwa iklim yang menghancurkan ke berbagai bagian Afrika.

"Pola cuaca ekstrem ini terus berlanjut pada tahun 2024," tambah Saulo. 

Negara-negara di Tanduk Afrika, Afrika Selatan, dan Afrika Barat Laut berjuang melawan kekeringan yang berkepanjangan selama beberapa tahun. Wilayah lain mengalami curah hujan ekstrem yang mengakibatkan banjir besar.

Kondisi iklim ekstrem ini telah menimbulkan konsekuensi yang parah, yang mengakibatkan hilangnya nyawa, pengungsian massal, dan kerusakan ekonomi yang signifikan.

“Curah hujan musiman yang luar biasa telah menyebabkan kematian dan kehancuran di negara-negara Afrika Timur, yang terbaru di Sudan dan Sudan Selatan, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah," tambah Saulo.

3. Harga pangan turut meningkat

Masyarakat Afrika menghadapi kekeringan akibat hujan yang tak kunjung turun dalam beberapa musim. (twitter.com/World Bank Water)

Dampak lain dari perubahan iklim yang kini dapat dirasakan oleh warga di Afrika adalah meningkatnya harga pangan. Bencana alam membuat lahan pertanian sulit berkembang.

Di Nigeria misalnya, pola curah hujan yang tidak teratur telah mengganggu praktik pertanian tradisional. Imbasnya, harga pangan di seluruh Nigeria pada 2024 meningkat drastis.

“Inflasi pangan mencapai 27,2 persen pada bulan Agustus 2024, didorong oleh kelangkaan produk pertanian,” lapor DA News, mengutip Badan Statistik Nigeria.

Berbagai pihak telah menyuarakan keprihatinannya atas krisis iklim yang terus berlangsung saat ini. Masyarakat kini menunggu aksi nyata yang dapat menahan laju peningkatan suhu global.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us