BI Sebut Deflasi Tak Cerminkan Pelemahan Ekonomi

- Bank Indonesia (BI) menilai deflasi selama 5 bulan berturut-turut hingga September 2024, bukan tanda perekonomian melemah.
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa deflasi tidak menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat karena inflasi inti Indonesia masih tercatat sebesar 0,16 persen secara bulanan.
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) menilai deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut hingga September 2024, bukan tanda perekonomian Indonesia tengah melemah.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, di tengah Indonesia deflasi selama lima bulan beruntun, inflasi tahunan tercatat turun jadi 1,84 persen pada September 2024 dari bulan sebelumnya sebesar 2,12 persen.
Bahkan laju inflasi September pun dinilainya masih dalam kisaran BI sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen pada tahun ini. Indikator ini mencerminkan perekonomian Indonesia masih terjaga baik.
"Kami tidak melihat itu sebuah pelemahan dalam perekonomian," ujarnya kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Terjaganya inflasi juga hasil dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah (pusat dan daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
1. Bukan pertanda daya beli lesu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, deflasi selama lima bulan beruntun hingga September 2024, bukan pertanda pelemahan daya beli masyarakat. Itu karena inflasi inti Indonesia masih tercatat sebesar 0,16 persen secara bulanan alias month to month (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,10 persen.
"Kalau core inflation itu yang menentukan deflasi atau tidak deflasi. Kalau dari segi ini, bukan deflasi (yang disebabkan pelemahan daya beli)," ujar Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (2/10/2024).
2. Deflasi didukung suksesnya TPIP dan TPID

Airlangga menyebut, penyebab deflasi ini dikarenakan kinerja sukses yang dilakukan oleh TPIP dan TPID dalam mengendalikan harga.
"Yang turun adalah volatile food, itu yang dikerjakan oleh TPIP/TPID. Kenapa volatile food dikejar? Karena kalau harga pangan terjangkau daya beli akan meningkat," ucapnya.
3. Deflasi September capai 0,12 persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2024 terjadi deflasi bulanan sebesar 0,12 persen. Terjadi penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024. Deflasi September 2024 terlihat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024.
"Jika dilihat dari sebaran inflasi bulanan menurut wilayah, 24 dari 38 provinsi Indonesia mengalami deflasi. Sedangkan 14 lainnya mengalami inflasi,” ucap Plt Kepala BPS, Amalia Widyasanti.
Dilihat dari 38 provinsi, BPS melaporkan deflasi terdalam terjadi di Papua Barat, yakni sebesar 0,92 persen. Namun, dari 14 provinsi yang mengalami inflasi, tertinggi di Maluku Utara.
"Deflasi terdalam sebesar 0,92 persen terjadi di Papua Barat. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Maluku Utara sebesar 0,56 persen,” tutur dia.