Penerimaan Pajak Susut 5,8 Persen per Juli 2024, Kenapa?

- Penerimaan pajak hingga Juli 2024 mencapai Rp1.045,32 triliun, turun 5,8 persen dari tahun lalu.
- PPN dan PPnBM tumbuh positif 7,34 persen, mencapai Rp402,16 triliun atau 49,57 persen dari target APBN 2024.
- PPh Non Migas turun 3,04 persen menjadi Rp593,76 triliun, sementara PPh Migas turun 13,21 persen dibandingkan tahun lalu.
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengumumkan penerimaan pajak hingga Juli 2024 mencapai Rp1.045,32 triliun. Jumlah itu setara dengan 52,56 persen dari target yang ditetapkan tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan pajak itu turun 5,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, penurunannya dinilai mulai mengalami perbaikan dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.
"Kalau kita lihat dari sisi pajak ini ada berita positif yang menunjukkan ekonomi mulai turn around. Beberapa cerita saya, sampai Juni lalu kan kebanyakan pajaknya masih mengalami tekanan. Namun, sebenarnya tekanan terlihat pada Maret, April, dan Mei," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2024).
1. Laju ekonomi membaik, PPN dan PPnBM terkerek

Sisi positif dari membaiknya setoran pajak, di antaranya adalah jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) secara bruto mengalami kenaikan 7,34 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month). Setoran pajak jenis itu telah mencapai Rp402,16 triliun atau sebesar 49,57 persen dari target APBN 2024.
"Good news, PPN dan PPnBM mencapai Rp402,16 triliun. Ini artinya 49,57 persen dari target dan secara bruto tumbuh 7,3 persen, which is good. Artinya, ekonominya tumbuh, walaupun nanti ada beberapa restitusi yang menyebabkan penerimaan neto alami negatif, tapi sisi bruto tumbuhnya sudah cukup baik," jelas Sri Mulyani.
2. Harga minyak turun pengaruhi PPh non migas

Selain itu, penerimaan pajak Bumi Bangunan (PBB) dan lainnya sebesar Rp10,07 triliun atau 26,70 persen dari target. Setoran pajak jenis itu tumbuh 4,14 persen secara bulanan.
Sementara, PPh Non Migas turun secara bruto sebesar 3,04 persen menjadi sebesar Rp593,76 triliun. Besaran itu baru mencapai 55,84 persen dari target.
"PPh non-migas terkontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama pada sektor terkait komoditas," jelasnya.
3. PPh Migas turun 13,21 persen karena lifting minyak kontraksi

Setoran pajak yang turun juga yakni PPh Migas yang terkumpul sebesar Rp39,32 triliun. Capaian ini baru mencapai 51,49 persen dari target atau turun 13,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Kalau kita lihat, ini karena lifting minyak. Walaupun harga naik, tapi lifting minyak kita mengalami kontraksi atau terus mengalami penurunan, nggak pernah mencapai yang ada dalam APBN," tutur Sri Mulyani.