Teori Penyesalan: Saat Rasa Sesal Jadi Penentu Cara Kamu Berinvestasi

- Investor perlu sadari pola psikologis
- Penyesalan dan FOMO bisa picu gelembung aset
Jakarta, IDN Times - Teori penyesalan menjelaskan seseorang cenderung mengantisipasi penyesalan jika mengambil keputusan yang salah sehingga pertimbangan tersebut memengaruhi pilihan mereka.
Dilansir Investopedia, dalam praktiknya, rasa takut menyesal bisa mencegah seseorang bertindak atau justru mendorong untuk segera mengambil langkah.
Dalam dunia investasi, teori tersebut dinilai dapat melemahkan perilaku rasional investor. Bukannya membuat keputusan yang menguntungkan, mereka justru bisa terjebak pada langkah merugikan.
Seorang investor, misalnya, membeli saham berdasarkan rekomendasi teman tanpa riset. Saat harga turun hingga 50 persen, dia menjual saham tersebut dan merugi. Pengalaman itu membuatnya berhati-hati atau bahkan menolak semua rekomendasi teman di masa depan.
Namun, situasi bisa berbalik. Jika investor melewatkan rekomendasi dan harga saham justru naik 50 persen, dia bisa terdorong membeli rekomendasi berikutnya tanpa riset, hanya karena takut menyesal kehilangan peluang lagi.
1. Investor perlu sadari pola psikologis

Pakar menilai, investor bisa meminimalkan penyesalan dengan memahami teori psikologi di balik keputusan mereka. Investor disarankan menilai kembali bagaimana penyesalan memengaruhi keputusan di masa lalu, lalu menjadikannya bahan pertimbangan untuk peluang berikutnya.
Contohnya, ada investor yang menyesal karena melewatkan tren besar. Akibatnya, dia berfokus hanya pada saham momentum demi mengejar pergerakan serupa. Dalam kondisi itu, kesadaran atas kecenderungan pribadi menjadi penting sebelum memutuskan untuk masuk ke saham tren berikutnya.
2. Penyesalan dan FOMO bisa picu gelembung aset

Dalam praktiknya, teori penyesalan sering berjalan bersama rasa takut kehilangan atau FOMO (fear of missing out). Fenomena itu biasanya muncul pada masa bull market ketika harga aset melonjak dan optimisme investor tinggi.
Ketakutan kehilangan peluang keuntungan bisa mendorong investor konservatif sekalipun untuk mengabaikan tanda bahaya. Hal itu berpotensi menciptakan gelembung aset yang kemudian pecah, menimbulkan penjualan panik, bahkan berujung pada resesi.
Contohnya bisa dilihat dari krisis besar seperti kejatuhan pasar saham tahun 1929, 1987, dotcom bubble 2001, hingga krisis keuangan global 2007-2008.
3. Cara mengurangi penyesalan dalam investasi

Investor disebut bisa mengurangi rasa takut menyesal dengan mengotomatiskan proses investasi. Salah satu strategi yang banyak dipakai adalah formula investing, yakni mengikuti aturan investasi yang sudah ditentukan sejak awal.
Selain itu, investor juga bisa menggunakan algoritma atau robo-advisor untuk mengeksekusi perdagangan. Cara tersebut dinilai membantu mengurangi keputusan emosional yang biasanya dipicu hasil investasi sebelumnya.
Backtesting juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kesalahan bias pribadi ketika merancang aturan investasi.