Ternyata Ibu-Ibu Makin Paham Produk Jasa Keuangan, Ini Buktinya!

Jakarta, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, indeks literasi keuangan perempuan di Indonesia untuk pertama kalinya lebih tinggi dibandingkan laki-laki di 2022 ini.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022, indeks literasi keuangan perempuan mencapai 50,33 persen, sementara laki-laki hanya 49,05 persen.
Jika dibandingkan 2016 dan 2019, indeks literasi keuangan perempuan kala itu selalu lebih rendah dibandingkan laki-laki.
"Untuk pertama kalinya lebih tinggi dari indeks literasi laki-laki. Perempuan indeks literasi keuangannya 50,3 persen, sedangkan laki-laki 49,05 persen," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi dalam konferensi pers virtual, Selasa (22/11/2022).
1. Perempuan berperan besar dalam mengelola keuangan keluarga

Friderica mengatakan, OJK memang fokus meningkatkan tingkat literasi keuangan kaum perempuan. Sebab, peran perempuan sangat besar, terutama dalam mengelola keuangan keluarga.
"Dan juga peran perempuan yang sangat penting dalam memberikan pendidikan atau edukasi keuangan terhadap anak-anaknya," ujar Friderica.
2. Indeks inklusi keuangan perempuan masih lebih rendah dari laki-laki

Meski begitu, indeks inklusi keuangan laki-laki masih lebih tinggi dari perempuan. OJK mencatat, indeks inklusi keuangan laki-laki mencapai 86,28 persen, sementara perempuan baru 83,88 persen.
"Namun demikian untuk indeks inklusi keuangan, laki-laki tetap lebih tinggi, sebesar 86 persen dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan perempuan di angka 83,88 persen," tutur dia.
3. Selisih indeks inklusi dan literasi keuangan makin mengecil

OJK melaporkan, pada 2022, indeks inklusi keuangan mencapai 85,1 persen, meningkat dari posisi 2019 yang sebesar 76,19 persen. Lalu, indeks literasi keuangan pada 2022 sebesar 49,68 persen, meningkat dari posisi 2019 yang hanya sebesar 38,03 persen.
Meski indeks inklusi dan literasi keuangan masih selisih jauh, menurut Friderica selisihnya makin mengecil.
"Gap-nya mengecil. Karena yang selalu kita utamakan supaya gap-nya itu makin kecil. Karena inklusi makin tinggi itu bagus, tetapi kalau gap-nya itu jauh dari indeks literasinya ini juga potensi menimbulkan masalah. Karena berarti banyak masyarakat yang menggunakan produk jasa keuangan tanpa memahami apa itu produk maupun jasa keuangan yang digunakannya," ucap dia.