5 Olahraga yang Ternyata Bisa Picu Stroke, Kenali Faktanya!

- Olahraga angkat beban dengan intensitas tinggi meningkatkan risiko pecahnya pembuluh darah di otak, terutama bagi penderita aneurisma atau hipertensi.
- HIIT tanpa pengawasan bisa memicu aritmia, lonjakan tekanan darah, dan meningkatkan risiko stroke hingga lima kali lipat, terutama bagi penderita fibrilasi atrium.
- Lari maraton tanpa pelatihan cukup dapat menyebabkan dehidrasi parah, pengentalan darah, gangguan elektrolit, dan hiponatremia yang berkaitan dengan sirkulasi darah buruk ke otak.
Tak semua olahraga aman untuk semua orang. Beberapa jenis aktivitas fisik ternyata bisa memicu stroke, terutama jika dilakukan tanpa pengawasan medis, dalam kondisi tubuh yang tidak siap, atau dengan intensitas ekstrem. Ironisnya, kegiatan yang selama ini dianggap menyehatkan justru bisa berujung fatal bila dilakukan secara sembarangan.
Stroke bukan hanya ancaman bagi lansia, tapi juga bagi mereka yang terlalu memaksakan tubuhnya. Dalam beberapa kasus, olahraga tertentu menjadi pemicu pecahnya pembuluh darah di otak atau sumbatan aliran darah ke otak. Yuk, kenali olahraga apa saja yang perlu diwaspadai!
1. Angkat beban yang ekstrem bisa picu pecahnya pembuluh darah

Olahraga angkat beban dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara drastis. Menurut Harvard Health Publishing, saat seseorang mengangkat beban berat, tekanan darah sistolik bisa melonjak hingga dua kali lipat dari batas normal—kondisi ini berpotensi memicu pecahnya pembuluh darah di otak, terutama bagi mereka yang punya aneurisma atau riwayat hipertensi.
Dilansir dari Chronic Care beberapa kasus stroke iskemik dan hemoragik akibat latihan beban ekstrem tanpa pemanasan dan tanpa jeda istirahat yang cukup. Risiko ini meningkat jika dilakukan oleh orang yang jarang olahraga atau punya masalah kardiovaskular tersembunyi.
Tipsnya: Hindari ego lifting. Mulailah dari beban ringan, fokus pada teknik, dan konsultasikan dengan dokter jika memiliki riwayat tekanan darah tinggi.
2. HIIT berlebihan buat detak jantung melonjak tajam, bahaya untuk otak

Latihan High Intensity Interval Training (HIIT) memang terbukti membakar kalori dengan cepat. Tapi bagi sebagian orang, lonjakan detak jantung yang sangat cepat justru bisa menjadi bumerang. Cleveland Clinic Health Essentials mencatat bahwa HIIT yang dilakukan tanpa pengawasan bisa memicu aritmia, lonjakan tekanan darah, bahkan emboli yang menuju otak.
Terlebih bagi penderita fibrilasi atrium (detak jantung tidak beraturan), olahraga intens seperti HIIT bisa meningkatkan risiko stroke hingga lima kali lipat. Tubuh perlu waktu untuk adaptasi terhadap stres olahraga, dan HIIT yang terlalu sering bisa memperpendek masa pemulihan otak dan jantung.
Tipsnya: Lakukan HIIT maksimal 3 kali seminggu, pastikan tubuhmu dalam kondisi bugar, dan jangan paksakan diri jika merasa pusing atau sesak.
3. Maraton dan lari jarak jauh buat dehidrasi hingga picu pengentalan darah

Lari memang baik untuk kesehatan jantung, tetapi lari jarak jauh seperti maraton bisa menyebabkan dehidrasi parah dan pengentalan darah. Ini meningkatkan risiko terbentuknya gumpalan darah (trombus) yang bisa menyumbat arteri otak—penyebab utama stroke iskemik.
Sebuah riset dari Journal of Clinical Medicine menemukan bahwa pelari amatir yang mengikuti maraton tanpa pelatihan cukup, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan elektrolit, tekanan darah rendah, dan hiponatremia—semua itu berkaitan dengan sirkulasi darah yang buruk ke otak.
Tipsnya: Jaga asupan cairan, latih tubuh secara bertahap, dan perhatikan tanda-tanda seperti pusing, penglihatan kabur, atau lemas mendadak.
4. Yoga terbalik punya risiko cedera leher dan arteri vertebra cukup besar

Pose yoga seperti shoulder stand (sarvangasana) atau headstand (sirsasana) memang terlihat menenangkan, tapi bisa jadi berbahaya. Posisi ini memberi tekanan pada leher dan kepala, berpotensi mencederai arteri vertebra yang memasok darah ke otak bagian belakang.
Sebuah laporan kasus di European Stroke Journal menunjukkan bahwa seseorang mengalami stroke setelah melakukan headstand selama 3 menit. Cedera mikro di leher dapat menyebabkan diseksi arteri, yang merupakan salah satu penyebab stroke pada orang muda.
Tipsnya: Hindari pose inversi jika kamu punya riwayat masalah leher atau pembuluh darah. Gunakan instruktur bersertifikat dan jangan pernah memaksakan postur.
5. Olahraga saat demam, bikin darah mengental dan menyumbat otak

Olahraga saat tubuh sedang demam atau mengalami infeksi virus (termasuk flu atau COVID-19) bisa berbahaya. Ketika suhu tubuh naik, darah cenderung mengental, dan risiko terjadinya trombosis meningkat. Jika trombus ini menuju otak, stroke bisa terjadi secara tiba-tiba.
Studi dari Journal of the American Medical Association (JAMA) mencatat bahwa pasien COVID-19 yang tetap berolahraga saat positif justru mengalami peningkatan risiko stroke akibat inflamasi dan pembekuan darah yang parah. Olahraga harus dilakukan saat tubuh benar-benar pulih.
Tipsnya: Sebaiknya dengarkan tubuhmu. Jangan paksakan olahraga saat demam, nyeri kepala hebat, atau sedang dalam masa infeksi.
Olahraga memang menyehatkan, tapi hanya jika dilakukan dengan cara yang tepat dan disesuaikan dengan kondisi tubuh. Stroke bukan hanya disebabkan oleh pola makan buruk atau stres, tetapi juga olahraga yang terlalu dipaksakan.
Sebelum memulai rutinitas olahraga berat, pastikan kamu sudah memeriksa kesehatanmu secara menyeluruh, terutama tekanan darah, detak jantung, dan riwayat medis keluarga. Berkonsultasilah dengan dokter atau pelatih berlisensi agar tubuh tetap bugar tanpa risiko fatal.