Untuk Mencegah Tantrum, Ajari Anak Mengenali Emosi

Bisa dimulai sejak usia satu tahun

Orang tua mana yang tidak panik ketika anaknya tantrum di tempat umum? Mereka akan melakukan segala cara supaya anaknya tenang dan tidak mengganggu kenyamanan orang di sekitarnya.

Cara setiap orang tua mengatasi anak tantrum berbeda-beda. Ada yang mengajaknya berbicara empat mata dengan nada yang lembut namun tegas, ada pula yang mengancam, membentak, atau bahkan mencubit anaknya agar diam.

Bagaimana cara mengatasi tantrum yang tepat tanpa menyakiti anak? Pada Rabu (24/8/2022), Tentang Anak mengadakan media gathering bertema "Cegah dan Atasi Tantrum pada Anak, Tingkatkan Performa Si Kecil di Sekolah".

Ada beberapa pembicara yang dihadirkan, yaitu Fery Farhati, S.Psi., M.S (Bunda PAUD & Ketua TP PKK DKI Jakarta), Gianti Amanda, M.Psi. T., Montessori, Dipl. (Principal Early Childhood Education Tentang Anak), Grace E. Sameve, M.A, M.Psi, Psikolog (Principal Child Psychologist Tentang Anak), dan Grace Melia (Play Expert Tentang Anak), serta dr. Mesty Ariotedjo, SpA (Dokter Spesialis Anak & CEO Tentang Anak) sebagai moderator. Simak sampai akhir, ya!

1. Tantrum terjadi karena anak kesulitan mengekspresikan perasaannya

Menurut Fery, tantrum terjadi karena adanya ketidaknyamanan pada anak yang mana anak tidak bisa atau kesulitan mengekspresikan apa yang ia rasakan. Anak perlu dibantu supaya bisa mengenali emosinya.

"Sayangnya, orang tua cenderung panik dan kesulitan berpikir secara tenang dan visioner ketika menghadapi anak yang emosinya meledak-ledak. Umumnya, orang tua akan mencari jalan pintas. Selain merasa malu bila kejadiannya di tempat umum, mereka takut dianggap sebagai orang tua yang tidak baik. Reaksi dan kecenderungan orang tua kebanyakan adalah berusaha membuat anaknya diam," jelasnya.

Bahkan, ada yang menakut-nakuti atau mengancam agar emosi anak reda. Misalnya, mengancam meninggalkan anak atau berpura-pura berjalan menjauh supaya tangisnya berhenti.

2. Pemicu tantrum bermacam-macam

Penyebab tantrum bermacam-macam, mulai dari kelelahan fisik hingga masalah emosional. Misalnya, anak sudah lelah dan ingin pulang ke rumah, tetapi orang tuanya masih betah di acara yang penuh dengan orang.

"Sebelum membawa anak-anak ke tempat umum, kita harus memberi tahu mereka bahwa kita akan berada di lokasi yang banyak ketemu orang. Ketika mau berangkat, sampaikan nanti akan pulang jam sekian. Anak membutuhkan batasan yang jelas dan keteraturan dalam hidup," terang Fery.

Selain itu, orang tua bisa mencontohkan coping behavior yang tepat ketika menghadapi situasi yang tidak nyaman. Contohnya, ketika kendaraan terjebak kemacetan, alih-alih mengomel, orang tua bisa menyalakan musik. Anak akan melihat dan mempelajari bagaimana orang tuanya mengatasi masalah dengan tenang.

3. Mengenalkan ragam emosi sedari dini itu penting

Untuk Mencegah Tantrum, Ajari Anak Mengenali Emosiilustrasi mengajak anak berbicara (pexels.com/Helena Lopes)

Sejak usia satu tahun, anak harus dikenalkan dengan ragam emosi, seperti senang, sedih, takut, marah, dan lainnya. Kalau anak sudah bisa memahami emosi, maka mereka bisa belajar untuk meregulasi emosinya.

"Jangan tunggu sampai anak keburu tantrum, baru kita mengajari. Dari usia satu tahun bisa kita kenalkan. Walau anak belum lancar bicara, kita bisa menggunakan gestur," ujar Gianti.

Bagaimana caranya mengajari anak meregulasi emosinya? Sesederhana membicarakan perasaan anak dan memvalidasinya. Selain itu, orang tua perlu mengajarkan ekspresi emosi yang tepat.

Baca Juga: Temper Tantrum: Pengertian, Penyebab, Penanganan, Pencegahan

4. Tantrum tidak hilang dengan sendirinya dan bisa terbawa hingga dewasa

Sebagian orang tua berpikir tantrum hanyalah suatu fase dan akan hilang dengan sendirinya di usia tertentu. Padahal, tantrum merupakan perilaku yang perlu dilatih dan dikendalikan. Jika tidak, bisa terbawa sampai dewasa!

Tantrum pada orang dewasa terjadi ketika orang tersebut tidak bisa mengatasi emosi negatif atau kesulitan menenangkan diri. Mereka mungkin akan berteriak, mengumpat, membanting pintu dengan keras, hingga melempar benda.

"Tidak ada kata terlambat untuk belajar mengelola emosi. Supaya bukan cuma kita saja yang merasa nyaman, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Harapannya agar tantrum yang kadang-kadang muncul pada orang dewasa, lama-lama akan makin berkurang," Gianti melanjutkan.

5. Untuk menghadapi anak tantrum, orang tua perlu mempraktikkan teknik pernapasan

Untuk Mencegah Tantrum, Ajari Anak Mengenali Emosiilustrasi bernapas (pexels.com/Oleksandr Pidvalnyi)

Ketika anak tantrum, emosi orang tua tidak boleh terpancing. Ingat, api yang bertemu dengan api akan semakin berkobar. Grace Sameve menyarankan para orang tua untuk mempraktikkan teknik pernapasan 4-5-6.

"Teknik ini terbilang sederhana dan bisa dilatih sendiri. Tujuannya adalah meregulasi ulang pernapasan agar lebih teratur. Ibarat pertolongan pertama saat kita mengalami emosi yang intens," ungkapnya.

Untuk mempraktikannya, kita boleh berdiri atau duduk. Tutup mata supaya lebih efektif dan tidak terdistraksi dengan lingkungan sekitar. Tarik napas melalui hidung selama 4 detik, tahan selama 5 detik, lalu embuskan perlahan-lahan lewat mulut selama 6 detik.

Lakukan teknik pernapasan ini beberapa kali, karena belum tentu berhasil pada percobaan pertama. Setelahnya, kita akan lebih tenang dan bisa mengambil keputusan dengan bijak.

Baca Juga: Pola Asuh Overparenting Membuat Anak Tidak Mandiri

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya