Sering Sembelit, Kembung, atau Diare? Waspada Irritable Bowel Syndrome

- IBS adalah gangguan pencernaan fungsional dengan gejala nyeri perut, kembung, sembelit, dan diare tanpa kelainan struktural pada usus.
- Gejala IBS bisa dikenali dengan singkatan ABCD: abdominal pain, bloating, constipation, dan diarrhea. Setiap orang bisa mengalami pola gejala yang berbeda.
- Pola makan dan stres psikologis merupakan pemicu utama gejala IBS. Menghindari makanan tertentu dan mengelola stres dapat membantu meredakan gejala.
Apakah kamu sering merasa kembung, nyeri, sembelit, atau diare tanpa penyebab yang jelas? Bisa jadi itu adalah gejala dari irritable bowel syndrome (IBS) atau sindrom iritasi usus besar. Ini merupakan gangguan pencernaan fungsional yang sering dianggap sepele.
Padahal, meski tidak menyebabkan kerusakan permanen pada organ, IBS bisa sangat mengganggu aktivitas harian dan menurunkan kualitas hidup.
Menurut Dr. dr. I Ketut Mariadi, Sp.PD-KGEH, FACG, FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterohepatologi di RS Siloam Denpasar Bali, IBS bukan penyakit mematikan, tetapi bisa sangat menyiksa jika tidak ditangani dengan baik.
Sayangnya, banyak orang dengan IBS tidak menyadari bahwa keluhan yang mereka alami perlu penanganan medis yang tepat.
1. Apa itu IBS?

IBS merupakan gangguan pada fungsi usus besar yang ditandai dengan pola buang air besar yang tidak teratur, nyeri atau kram perut, perut kembung, hingga perubahan bentuk feses.
Berbeda dengan penyakit organik seperti radang atau kanker usus, IBS tidak menunjukkan kelainan struktural saat diperiksa secara medis. Namun, fungsi usus terganggu sehingga menimbulkan gejala yang mengganggu.
“IBS termasuk dalam kategori penyakit fungsional, di mana tidak ditemukan kelainan fisik pada usus, tetapi fungsinya terganggu. Oleh karena itu, pendekatan pengobatannya lebih berfokus pada manajemen gejala dan perubahan gaya hidup,” jelas Dr. Mariadi.
2. Kenali gejala IBS dengan "ABCD"
Gejala IBS bisa dikenali dengan singkatan ABCD, yaitu:
- Abdominal pain (nyeri perut).
- Bloating (kembung).
- Constipation (sembelit).
- Diarrhea (diare).
Setiap orang dengan IBS bisa mengalami pola gejala yang berbeda. Ada orang yang dominan sembelit, dominan diare, kombinasi keduanya, atau bahkan tidak bisa diklasifikasikan secara spesifik.
Salah satu tantangan terbesar dalam menangani IBS adalah banyaknya faktor pemicu yang sangat individual. Dua pemicu utama yang paling sering ditemui adalah jenis makanan tertentu dan stres psikologis.
"Kadang pasien tidak sadar bahwa masalah di pikirannya ikut memengaruhi ususnya,” ungkap dr. Mariadi.
Hal ini berkaitan dengan hubungan dua arah antara otak dan saluran cerna, yang dikenal sebagai gut-brain axis.
3. Makanan yang sebaiknya dihindari oleh pasien IBS

Pola makan memiliki peran besar dalam mengontrol gejala IBS. Beberapa jenis makanan justru dapat memperburuk kondisi saluran cerna dan sebaiknya dihindari, antara lain:
- Makanan tinggi FODMAP, jenis karbohidrat yang sulit dicerna, seperti bawang putih, bawang bombay, apel, semangka, dan kembang kol.
- Makanan tinggi lemak, termasuk gorengan, makanan cepat saji, dan produk olahan berlemak.
- Produk susu, terutama bagi mereka yang intoleran terhadap laktosa. Ini termasuk susu sapi, keju, dan beberapa jenis yogurt.
- Minuman berkafein dan alkohol, yang bisa memicu kontraksi berlebihan pada usus.
- Pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol, yang banyak ditemukan dalam permen bebas gula dan minuman ringan.
Menghindari makanan-makanan tersebut dapat membantu meredakan gejala dan meningkatkan kenyamanan hidup orang dengan IBS.
Meski bukan penyakit yang membahayakan jiwa, tetapi IBS dapat sangat mengganggu aktivitas dan kualitas hidup seseorang. Dengan mengenali gejala lebih dini, mengatur pola makan, serta mengelola stres, IBS bisa dikendalikan secara efektif.
RS Siloam Denpasar Bali menghadirkan Digestive Center, pusat layanan pencernaan dengan konsep one-stop service. Layanan ini mengintegrasikan proses diagnosis, terapi, edukasi, hingga pemantauan dalam satu sistem terpadu. Dengan begitu, pasien bisa memperoleh penanganan menyeluruh dan tepat sasaran untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.