Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Studi Terbaru: Makan Daging Tidak Terkait Risiko Kematian Dini

ilustrasi makan daging (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi makan daging (pexels.com/RODNAE Productions)
Intinya sih...
  • Analisis data lebih dari 15.000 orang dewasa di AS menemukan konsumsi protein hewani maupun nabati tidak meningkatkan risiko kematian dini, termasuk akibat kanker dan penyakit jantung.
  • Pengukuran hormon IGF-1 dan metode statistik canggih menunjukkan tidak ada kaitan signifikan antara protein dan angka kematian.
  • Protein tetap aman dikonsumsi dalam rentang rekomendasi (10–35 persen kalori harian), meski daging olahan tetap berisiko bagi kesehatan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Selama puluhan tahun, perdebatan soal protein hewani seperti daging, telur, dan susu tak hilang. Ada penelitian yang menyebut konsumsi protein hewani tinggi bisa memperpendek usia dengan meningkatkan risiko kanker atau penyakit jantung. Di sisi lain, protein nabati kerap dianggap lebih aman dan menyehatkan.

Namun, sebuah analisis baru dari Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika Serikat (AS) memberi cerita berbeda. Dari lebih dari 15.000 orang dewasa yang dipantau selama 12 tahun, hasilnya cukup mengejutkan, bahwa makan protein dalam jumlah wajar, baik hewani maupun nabati, tidak berhubungan dengan risiko kematian dini, termasuk akibat kanker atau penyakit kardiovaskular.

Detail studi

Studi ini melibatkan peserta berusia 19 tahun ke atas, yang datanya dikumpulkan sejak tahun 1988 hingga 1994. Selama masa tindak lanjut, para peneliti mencatat penyebab kematian dari berbagai faktor, lalu menghubungkannya dengan pola asupan protein.

Mengukur asupan protein memang rumit, karena pola makan bisa berubah setiap hari dan data sering bergantung pada ingatan responden. Jadi, untuk mengurangi eror, tim peneliti menggunakan multivariate Markov Chain Monte Carlo (MCMC) model, sebuah metode statistik canggih yang memperkirakan asupan gizi “sehari-hari” dengan lebih akurat.

Asupan protein dipisahkan dari sumber hewani (daging, telur, susu) dan nabati (kacang-kacangan, biji-bijian, serealia). Tim peneliti juga memasukkan pengukuran kadar hormon insulin-like growth factor 1 (IGF-1)—hormon yang sebelumnya sempat dikaitkan dengan risiko kanker.

Hasilnya konsisten, bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar IGF-1, protein yang dikonsumsi, dan angka kematian. Bahkan, pada sebagian peserta, asupan protein hewani justru sedikit menurunkan risiko kematian akibat kanker.

Yang menarik, efek ini tidak berubah meski dianalisis berdasarkan kelompok usia, baik pada peserta usia di bawah 65 tahun, usia paruh baya, maupun yang sudah lanjut usia. Hal ini berbeda dengan penelitian lama yang menganggap diet tinggi protein berbahaya terutama bagi usia pertengahan.

Tim peneliti menduga, perbedaan metodologi menjelaskan mengapa studi terdahulu menemukan hasil sebaliknya. Banyak penelitian lama mengandalkan metode estimasi sederhana, sementara studi terbaru ini menggunakan pendekatan lebih mutakhir dan data yang lebih seimbang.

Singkatnya, protein, apa pun sumbernya, tidak terbukti memperpendek harapan hidup.

Berapa banyak protein yang ideal?

ilustrasi sumber protein (unsplash.com/Elena Leya)
ilustrasi sumber protein (unsplash.com/Elena Leya)

Angka kecukupan gizi protein minimal adalah 0,8 gram per kilogram berat badan per hari, dan kisaran sehat berada di 10–35 persen dari total kalori harian.

Artinya, mengonsumsi lebih dari angka minimum tetap aman, selama masih dalam rentang yang dianjurkan. Namun, tidak semua sumber protein sama. Daging olahan tetap terbukti meningkatkan risiko penyakit jantung dan kanker.

Perlu diingat juga bahwa kebutuhan protein berbeda pada setiap orang, artinya tidak ada "satu aturan untuk semua". Lansia bisa mendapat manfaat dari asupan lebih tinggi untuk menjaga massa otot. Atlet membutuhkan tambahan protein untuk pemulihan. Mereka yang sakit, cedera, atau dalam masa pemulihan juga lebih terbantu dengan asupan ekstra.

Sementara itu, vegetarian dan vegan perlu memastikan kombinasi sumber nabati yang tepat agar profil asam aminonya lengkap.

Kesimpulannya, protein, baik hewani maupun nabati, tidak perlu ditakuti. Yang penting adalah keseimbangan lewat pola makan seimbang, kualitas, dan menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh masing-masing.

Referensi

Yanni Papanikolaou, Stuart M. Phillips, and Victor L. Fulgoni, “Animal and Plant Protein Usual Intakes Are Not Adversely Associated With All-Cause, Cardiovascular Disease- or Cancer-Related Mortality Risk: An NHANES III Analysis,” Applied Physiology Nutrition and Metabolism 50 (January 1, 2025): 1–8, https://doi.org/10.1139/apnm-2023-0594.

"Eating Meat Not Associated With Higher Risk of Early Death." Healthline. Diakses September 2025.

"Protein: What’s Enough?" American Heart Association. Diakses September 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Bikin Susah Tidur, Efek Kafein Bisa Bertahan hingga 12 Jam

12 Sep 2025, 21:16 WIBHealth