Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Polisi Dinilai Terlalu Banyak Dapat Privilage

Presiden Jokowi bersama dengan Wapres Ma'ruf Amin di Istana Negara pada Senin, (14/7/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkapkan, reformasi kepolisian masuk dalam daftar catatan kinerja tiga tahun pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dan Ma’ruf Amin.

Menurut Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, sudah terlalu lama polisi mendapat hak istimewa (privilage) tanpa ada pengawasan dan evaluasi, hingga banyak kasus besar terjadi belakangan ini.

"Karena sudah terlalu lama pihak polisi ini mendapat privilage atau kekuasaan tanpa adanya pengawasan dan evaluasi, yang pada akhirnya menyebabkan kasus-kasus besar yang terjadi hari ini, tentu saja diakibatkan karena minimnya pengawasan tersebut," ujar Fatia dalam konferensi pers daring, Kamis (20/10/2022).

Dia menyebut, kasus Kanjuruhan dan Ferdy Sambo jadi contoh jelas bahwa pemerintah perlu segera mereformasi kepolisian.

"Salah satunya dengan melakukan revisi Undang-Undang Kepolisian yang sudah berlaku lebih dari 20 tahun," ujarnya.

1. Penanganan pelanggaran HAM dinilai banyak keluar jalur

Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti saat diwawancarai wartawan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/7/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Selain itu, kata Fatia, banyak penanganan pelanggaran HAM berat yang keluar jalur.

"Salah satunya dengan pembentukkan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu selanjutnya Tim PPHAM, dan bagaimana sebetulnya kita melihat pelanggaran HAM Paniai yang dilakukan melalui pengadilan Paniai itu tidak terlalu baik sebenarnya," kata dia.

Dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-Maru'f, dia juga melihat bagaimana kebebasan sipil yang semakin memburuk. Menurut Fatia, banyak ruang ekspresi yang dibatasi, dan pengawasan di ruang publik atau digital terus terjadi oleh kepolisian.

"Tentu saja menyebabkan, memperlihatkan rasa takut, dan juga masyarakat punya ruang yang sangat minim untuk dapat menyuarakan secara bebas kritiknya terhadap pemerintah," kata dia.

2. Beberapa regulasi Indonesia dinilai memperlihatkan kebohongan

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberi arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Selain itu, dari kacamata Internasional, kata Fatia, ada beberapa regulasi Indonesia yang memperlihatkan kebohongan atau hipokrit, di mana kesannya Indonesia selalu maju dan mengikuti perkembangan secara internasional, seperti aktif dalam dewan HAM PBB.

"Tetapi tidak memperlihatakan sebuah dampak atau situasi yang real di ranah domestik, atau bagaimana kegiatan internasionalnya itu sebetulnya dapat sangat strategis untuk membaca dan membantu menyelesaikan perdamaian dunia," ujarnya.

3. Dinilai gagal tangani konflik di Papua

Ilustrasi Pulau Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Kemudian, ujar Fatia, situasi demokrasi mundur kian nyata dilihat dari pengabaian suara dan gagal tangani konflik Papua. Juga terkait penggunaan kekuatan dalam eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Lia Hutasoit
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us