Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Perpol 3/2025: Jurnalis Asing Harus Izin Polri untuk Liputan

Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Intinya sih...
  • Perpol Nomor 3 Tahun 2025 mengatur pengawasan fungsional terhadap orang asing di Indonesia.
  • Pasal 5, 6, dan 9 memuat aturan terkait kegiatan jurnalistik dan penelitian yang melibatkan orang asing.

Jakarta, IDN Times - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit menerbitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Terhadap Orang Asing pada 10 Maret 2025.

Berdasarkan data yang diterima IDN Times, setidaknya ada tiga dari 13 pasal yang secara spesifik mengatur kegiatan jurnalistik, yakni Pasal 5, 6, dan 9.

Adapun Pasal 4 menerangkan soal Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri atas poin a tentang pengawasan administratif dan poin b pengawasan operasional.

Sementara itu, Pasal 2 berbunyi: Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berwenang melakukan Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait.

Berikut 5 fakta Perpol Nomor 3 Tahun 2025 yang diteken Kapolri!

1. Jurnalis asing harus memiliki surat keterangan kepolisian untuk bisa meliput

default-image.png
Default Image IDN

Pasal 5 Ayat 1 menerangkan tentang pengawasan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a. Hal itu dilaksanakan melalui:

a. Permintaan keterangan kepada orang yang memberikan kesempatan menginap kepada orang asing mengenai data orang asing yang bersangkutan, dan

b. Penerbitan surat keterangan kepolisian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian pada lokasi tertentu.

Berdasarkan pasal tersebut, maka jurnalis asing yang melakukan tugas peliputan di Indonesia harus memiliki surat keterangan kepolisian terlebih dahulu.

2. Orang yang memberikan penginapan orang asing bakal diperiksa

Ilustrasi penyelidikan polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Selanjutnya, Pasal 6 mengatur soal permintaan keterangan kepada orang yang memberikan kesempatan menginap kepada orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a.

Hal itu dilakukan dengan cara mengirim surat resmi dan didatangi langsung oleh anggota intelijen keamanan Polri yang ditugaskan sesuai surat perintah.

Dengan begitu, orang yang memberikan penginapan kepada orang asing yang dimaksud juga akan diperiksa.

3. Jurnalis asing harus mengajukan permohonan SKK

Ilustrasi lapor polisi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Dalam Pasal 9, mengatur penerbitan SKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Hal itu dilaksanakan melalui pendaftaran yang diajukan secara elektronik melalui laman resmi Polri.

Ayat 2 menerangkan, penerbitan SKK bagi orang asing sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 untuk kegiatan jurnalistik harus memenuhi persyaratan, yaitu adanya surat permohonan tertulis yang memuat data/identitas pada dokumen perjalanan dan jenis kegiatan serta izin kegiatan jurnalistik yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dengan begitu, jurnalis asing yang akan meliput harus mengajukan SKK terlebih dahulu kepada pihak kepolisian.

4. Melanggar kebebasan pers

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (kedua dari kiri) ketika berbicara di kantor YLBHI, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, Perpol Nomor 3 Tahun 2025 ini melanggar prinsip kebebasan pers. Sebab, kepolisian tidak berwenang mengatur dan memberikan izin atau pengaturan lainnya mengenai jurnalistik, termasuk jurnalis asing.

Apalagi, menerbitkan dalam bentuk peraturan polisi yang mengatur untuk urusan internal kepolisian. Pengaturan mengenai perizinan Lembaga Penyiaran Asing dan jurnalis asing sudah diatur secara jelas dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun  2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing Jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia, perizinan kegiatan kerja-kerja pers dan jurnalis asing merupakan kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkomdigi).

Pengaturan terkait pers asing juga telah diatur dalam UU Pers di mana pengawasan dilakukan oleh Dewan Pers yang berisi komponen perwakilan pers dan masyarakat sipil.

“Maka dengan ini jelas Perpol 3/2005 bertentangan dan tumpang tindih dengan UU Pers dan UU Penyiaran. Kepolisian mengambil alih secara sendiri kewenangan Dewan Pers dan Menteri Kominfo/Menkomdigi sehingga menciptakan ketidakpastian hukum dan membahayakan prinsip Negara Hukum dan Keadilan,” kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur.

Dalam konteks penghormatan dan perlindungan hak atas informasi yang dijamin oleh UUD 1945 dan Indonesia sebagai negara demokrasi, kata dia, Peraturan Polisi ini semakin menambah pelanggaran dan pengkhianatan terhadap konstitusi dan demokrasi.

Perpol ini akan mengancam kebebasan pers dan mengancam usaha mendapatkan kepercayaan dunia Internasional terhadap Indonesia.

“YLBHI mendesak agar Kapolri segera mencabut dan membatalkan Perpol ini dan tidak menerbitkan peraturan-peraturan serupa yang melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan menghormati hak asasi manusia,” ujar Isnur.

5. Polri klaim SKK diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho, mengklarifikasi kabar yang menyebutkan bahwa aturan kepemilikan SKK diwajibkan bagi seluruh jurnalis asing.

"Terkait dengan pernyataan wajib, perlu diluruskan bahwa penerbitan SKK diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin. Jika tidak ada permintaan dari penjamin SKK, tidak bisa diterbitkan," kata Sandi saat dihubungi, Kamis (3/4/2025).

Dalam penerbitan SKK tersebut, kata dia, pihak yang berhubungan dengan Polri adalah pihak penjamin dan bukan WNA atau jurnalis asing.

Sandi juga mengatakan, SKK tidak bersifat wajib bagi jurnalis asing. Tanpa SKK, jurnalis asing tetap bisa melaksanakan tugas di Indonesia sepanjang tidak melanggar peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.

"Jadi, pemberitaan terkait dengan kata-kata wajib adalah tidak sesuai karena dalam Perpol tidak ada kata wajib, tetapi SKK diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin," ucap dia.

Jenderal bintang dua itu menambahkan, aturan SKK tersebut untuk memberikan pelayanan dan pelindungan terhadap warga negara asing (WNA) seperti jurnalis asing yang sedang bertugas di seluruh Indonesia.

"Sebagai contoh, jika jurnalis akan melakukan giat di wilayah Papua yang rawan konflik, penjamin dapat meminta SKK kepada Polri dan juga meminta pelindungan karena bertugas di wilayah konflik," kata dia.

Sandi mengatakan, Perpol ini dibuat berlandaskan upaya preemtif dan preventif kepolisian dalam memberikan pelindungan dan pelayanan terhadap WNA dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us